Menjelang akhir 2021, para pekerja dikejutkan oleh info tentang kenaikan upah minimum pada 2022 yang berada di angka 1,09 persen. Hal ini sangat riuh diperbincangkan karena kebanyakan pekerja berpikir bahwa persentase kenaikan tersebut terbilang sangat minim. Paling tidak, jika dibandingkan dengan kenaikan gaji lima tahun belakangan yang rata-rata ada di kisaran 8 persen.
Kendati demikian, mengutip dari Kompas, sebagian pengusaha yang tergabung di Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai bahwa angka kenaikan upah minimum tersebut sudah adil. Lantaran didasari oleh faktor rata-rata konsumsi rumah tangga, tingkat pengangguran terbuka, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.
Lain yang dipikirkan oleh para pengusaha, lain pula apa yang dipikirkan oleh para pekerja. Sebagian pekerja berpikir bahwa kenaikan upah minimum sebesar 1,09 persen betul-betul nggak berdampak signifikan. Bahkan nggak sedikit netizen yang membuat candaan, “Buat bayar administrasi rekening bank juga ngepas banget itu.”
Dipikir-pikir, jika para pekerja terlalu fokus atau larut dalam kenaikan upah minimum sebanyak 1,09 persen, nggak akan ada habisnya dan pasti sangat menguras energi. Padahal, disadari atau tidak, ada hal yang nggak kalah penting dari kenaikan gaji di angka tersebut. Saya akan coba beri insight empat di antaranya.
#1 Dibayar saat lembur/bekerja overtime
Salah satu hal menyenangkan yang didapat oleh para karyawan ketika harus lembur (bekerja melebihi jam yang sudah ditetapkan) adalah mendapatkan insentif lembur di luar dari gaji pokok sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Namun, tidak semua karyawan di berbagai perusahaan mendapatkan kemewahan ini. Sebagian di antaranya, terpaksa lembur secara suka rela atau tanpa diberi insentif. Kalau sesekali, it’s ok, lah. Nggak masalah. Kalau keterusan? Kan, ogah.
Itulah kenapa, selain kenaikan upah minimum 1,09 persen, para pekerja juga boleh memikirkan betapa worth it-nya insentif yang didapat ketika wajib atau mau nggak mau harus lembur. Kalau kalian termasuk pekerja yang tergolong sering lembur dan diberi insentif lemburan, jika diakumulasi, nominalnya malah bisa saingan dengan gaji pokok yang didapat. Serius, ini.
#2 Ketika weekend/libur/cuti/di luar jam kerja nggak ditanya soal report
Jika kalian adalah pekerja, saya bisa menebak sesuatu. Hal yang paling ditunggu selama bekerja, dua di antaranya adalah jam pulang kantor dan akhir pekan/libur. Tenang, sesama pekerja, saya pun menanti hal serupa. Lumrah, kok. Pekerja juga butuh libur, hiburan, dan rebahan.
Namun, harapan tersebut sering sirna. Rencana yang sudah disusun dengan baik pada saat weekend/libur/cuti/di luar jam kerja pun nggak jarang berantakan hanya karena satu kalimat, “Boleh minta tolong kirimin report?”
Makanya, memaksimalkan waktu me time dan nggak kepikiran kerjaan atau report di luar jam kerja, bisa menjadi privilese tersendiri yang dimiliki oleh para karyawan.
#3 Nggak diribetin tiap kali mengajukan cuti
Tidak bisa tidak. Mau bagaimana pun aturan main yang ditetapkan oleh perusahaan, cuti tetaplah cuti, dan menjadi hak bagi semua pekerja yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Namun, ada kalanya pekerja dibikin repot saat pengin mengajukan cuti.
Cibiran seperti, “Ya, elah. Mau ke mana, sih? Cuti mulu.” Atau, “Enak bener lu cuti mulu. Kerjaan udah beres?” pertanyaan semacam itu seakan lumrah didapat pekerja dari atasan atau seniornya di kantor.
Pertama, suka-suka karyawan mau pakai jatah cuti buat apa. Kedua, ya cuti memang enak. Makanya, kalau udah dikasih jatah cuti tahunan itu dipake. Kecuali ente kerja di perusahaan yang sisa cuti tahunannya bisa “diuangkan”, ya bolehlah disayang-sayang (nggak dipake).
#4 Punya rekan kerja yang bisa saling back up pekerjaan
Salah satu hal paling menenangkan dan menyenangkan yang pernah ada selama bekerja adalah, kita punya rekan kerja yang bisa saling support. Saling merangkul saat ada kesulitan. Atau saling back up kerjaan satu sama lain biar target individu maupun tim, bisa tercapai dan berjalan beriringan.
Memang, hal ini nggak ujuk-ujuk akan bikin pendapatan kita, sebagai pekerja, meningkat. Namun, ketika kita bekerja dengan bahagia dan bisa menularkan vibe positif, tentu saja akan berpengaruh kepada performa secara keseluruhan dan membikin kita bekerja secara maksimal. Siapa tahu, lambat laun, bisa menjadi bahan pertimbangan atasan untuk mempercayakan suatu posisi yang lebih baik atau kenaikan gaji dalam waktu dekat kepada klean. Siapa tahu.
Sumber Gambar: Unsplash