Tepuk anak soleh prok prok prok
Rajin salat, prok prok prok
Rajin ngaji, prok prok prok
Orang tua, dihormati prok prok prok
Cinta islam sampai mati, Laillahailallah
(Bacanya gak usah sambil nyanyi, Gaes)
Itu tepuk paling familier di kalangan anak TK. Barangkali kalian punya adik, anak, atau saudara yang masih TK, coba deh kalau ketemu mereka langsung todong dengan berkata, “Tepuk anak sholeh prok prok prok!” Kemungkinan besar anak itu akan meneruskan.
Dari sekian banyak pelajaran yang diberikan ketika di sekolah, yang mudah nyantel pada anak-anak ya yang berkaitan dengan tepuk-tepuk dan menyanyi. Mereka akan melafalkannya di mana- mana dan kapan saja. Pernah tuh keponakan saya yang masih TK sudah ngantuk berat, mata sudah 5 watt tapi bibirnya mengeluarkan suara, “Tepuk jari satu ting, tepuk jari dua ting ting, tepuk jari tiga ting ting ting, tepuk jari empat…” Eh, habis itu tidur. Dalam keadaan ngantuk seperti itu saja dia masih sempat bernyanyi, dan itu menunjukkan betapa berhasilnya guru dalam urusan “tepuk-tepuk”.
Hal semacam itu seolah memvalidasi “Ngapain sekolah tinggi-tinggi kalau ujungnya cuma jadi guru TK? Lulusan SMP SMA saja juga bisa, lha wong kerjanya cuma tepuk-tepuk, nyanyi, menggunting, melipat, kok.”
Iya, bisa, kok. Bisa ngomong.
Bagi sebagian orang yang belum pernah berkecimpung di dunia TK, mungkin perkataan di atas terkesan biasa saja. Tapi tidak bagi guru TK, pernyataan semacam itu menyakitkan. Menjadi guru TK tidak segampang bersikap sabar dalam mengajarkan “hal remeh” macam menyanyi dan menggunting, lebih dari itu. Saya yang belum lama kecemplung di dunia TK merasakan hal itu.
Jadi gini, guru TK tuh harus berangkat pagi. Kalau biasanya pelajaran dimulai pukul 8, para guru TK harus sudah hadir di sekolah satu jam sebelumnya. Lho, ngapain? Menyambut anak-anak. Penyambutan ini tak sekadar menunggu di depan gerbang sekolah, kalau anak datang disalamin, terus menunggu anak yang lainnya datang lagi. Nggak gitu, ya.
Anak itu harus disambut dengan hangat, bagaimanapun mood kita, guru harus tetap tersenyum lebar di hadapan anak. Beruntung sekali kalau anaknya langsung berpamitan dengan orang tua, guru hanya perlu menyambutnya dengan basa-basi lalu mengantarkannya ke kelas.
Namanya anak-anak, tidak semuanya langsung bisa ditinggal. Ada yang terkadang memeluk ibunya, tidak mau turun dari kendaraan, menarik ibunya untuk ke kelas, mau ditinggal tapi menangis, ada yang tantrum, dan yang lainnya. Di sini guru TK dituntut untuk mencari solusi akan hal-hal semacam itu secara tepat dan cepat. Merayu si anak pelan-pelan tanpa terlihat memaksa apalagi menakutkan. Gimana coba?
Ketika anak sudah masuk kelas pun, guru TK dituntut untuk melaksanakan pembelajaran keprok- keprok seperti biasa. Yang diajarkan pada anak terdiri dari aspek agama dan moral, fisik motorik, bahasa, kognitif, seni, dan sosial emosional. Semua dikemas dalam metode pembelajaran, biasanya menggunakan metode sentra.
Ada 5 jenis sentra, yaitu (1) sentra persiapan, agar anak mengenal tulisan, huruf, dan menghitung; (2) sentra balok, zona bermain anak yang berisi berbagai macam bentuk balok; (3) sentra peran, melatih anak bermain peran; (4) sentra alam cair, membuat karya dari bahan-bahan yang ada di sekitar, dan (5) sentra iman dan takwa, mengamalkan nilai-nilai agama.
Apa iya semuanya dikemas dalam bentuk tepuk-tepuk? Tentu tidak, itu sebagian kecil saja.
Di tengah berlangsungnya pembelajaran, guru TK pun harus menyisipkan toilet training. Tak hanya menjelaskan, melainkan terjun langsung. Anak pipis? Sudah biasa. Pup? Sudah biasa. Ngompol? Kadang ada saja. Sudah biasa itu, sih.
Ketika lelah di tengah pembelajaran, jangan pikir guru TK punya waktu istirahat. Nggak ada, Gaes. Meskipun anak-anak istirahat, guru TK tetap harus mendampingi mereka entah itu snack time atau mendampingi mereka bermain, berlari ke sana kemari, loncat-loncatan. Pokoknya semua harus tetap diawasi selama anak-anak berada di lingkungan sekolah.
Jam pelajaran selesai, anak-anak pulang, guru juga bisa pulang? Oh, tentu tidak. Usai penjemputan selesai, guru TK tidak langsung pulang, lho. Ada banyak pekerjaan yang menanti, mulai dari melakukan penilaian, menyiapkan ragam main untuk esok hari (ini harus sekreatif mungkin), asesmen dan administrasi lainnya. Pengalaman saya, baru bisa pulang sekitar pukul 2 siang. Belum lagi kalau ada rapat atau acara lainnya, pasti pulang lebih sore lagi. Mana ada tuh ceritanya anak pulang guru ikutan pulang.
Setelah pulang pun masih tetap dikejar-kejar urusan pekerjaan. Guru TK tidak hanya berhadapan dengan anak, lho, melainkan lebih kepada orang tuanya. Kami dituntut untuk berkolaborasi dengan orang tua. Banyak di antara mereka yang menanyakan perkembangan anak di sekolah, bercerita tentang anaknya di rumah, atau sekadar menanyakan suatu hal melalui chat. Tentu guru harus bisa merespons dengan baik.
Meski terlihat sepele, tugas guru TK itu berat, memberikan pondasi pada anak, lho. Kalau pondasinya tidak benar, gimana dengan bangunan di atasnya nanti? Makanya jadi guru TK tidak mudah. Kami dituntut harus punya pengetahuan, kepribadian, dan profesionalitas yang mendukung agar mampu menstimulus anak mencapai perkembangan yang optimal.
Gimana? Gampang kan jadi guru TK?
Senyum lebar sembari keprok-keprok lumayan lho buat anti-aging.
Sumber Gambar: Pixabay