Di malam yang manis dan penuh kebahagian sehabis ngobrol dengan kekasih via telepon, saya tiba-tiba mendapat gairah untuk memulai lagi menulis skripsi. Tapi, kendala yang saya alami masih sama: bingung mau menulis apa. Saya mengalami apa yang biasa disebut sebagai writer’s block oleh penulis profesional maupun amatir.
Di tengah kebingungan, pacar saya yang tadinya menutup telepon karena hendak mengerjakan tugas, tiba-tiba mengirimi saya link artikel Terminal Mojok yang bertajuk “Betapa Menyedihkan Nasib Lulusan Sejarah dalam Mencari Pekerjaan.” Dia memang satu-satunya orang yang paling gelisah soal masa depan saya.
Di dalam artikel itu, Mas Syamsul (penulis) menceritakan bagaimana sulitnya mencari pekerjaan yang membutuhkan kualifikasi lulusan jurusan Sejarah. Bahkan sampai dua tahun masa pencarian, melamar kerja ke berbagai perusahaan, akhirnya beliau menyimpulkan bahwa tidak ada pekerjaan bagi sarjana lulusan jurusan Sejarah kecuali menjadi guru.
Meskipun awalnya sempat nggak peduli, saya menduga bahwa sepertinya blio termakan juga dengan bualan dosen yang mengatakan bahwa lulusan sejarah bisa menjadi apa saja, yang bahkan menjadi presiden. Itu yang saya kira menjadi alasan blio melamar ke berbagai perusahaan karena yakin akan ada pekerjaan untuk lulusan jurusan Sejarah.
Berbeda dengan Mas Syamsul, saya yang saat ini masih menyandang status sebagai mahasiswa Ilmu Sejarah—karena kesulitan menyelesaikan skripsi—, saya tidak pernah mendapatkan bualan alih-alih motivasi dari dosen seperti yang Mas Syamsul dapatkan. Ketika awal masuk semester satu, dosen saya yang paling lucu, biasa disapa Pak Ipul, justru malah menyampaikan pertanyaan sekaligus pernyataan yang kata saya konyol tapi realistis.
“Kalian mau jadi apa kuliah di Ilmu Sejarah? Lulusan Ilmu Sejarah nggak punya masa depan!” Kira-kira begitu. Saya kurang begitu ingat setiap detail diksi yang beliau gunakan. Tapi, ketika itu saya sadar betul kalau lulusan jurusan Sejarah memang kurang dibutuhkan dalam dunia praktis—untuk tidak mengatakan tidak pernah dibutuhkan. Ketika orang-orang ngomongin pembangunan, Ilmu Sejarah selalu jadi satu-satunya Ilmu Sosial (sebagian menyebutnya Ilmu Humaniora) yang ditinggalkan. Itu mengapa lulusan jurusan Sejarah nggak begitu dibutuhkan di berbagai bidang pekerjaan.
Hampir nggak ada habisnya untuk dibicarakan. Sebelum akhirnya menjadi sarjana Sejarah, mahasiswa jurusan Sejarah sudah sangat terbiasa dengan berbagai kesulitan. Istilah lainnya sudah terlatih menderita. Dan kesulitan yang paling final sebagai mahasiswa Sejarah adalah sulitnya lulus dari jurusan ini.
Menurut informasi dari mulut ke mulut, di universitas saya, kira-kira lima tahun terakhir, belum pernah meluluskan puluhan mahasiswa dengan masa studi 8 semester. Data ini boleh didebat jika memang nggak akurat. Tapi yang pasti, di angkatan saya baru dua orang yang sidang di semester 8. Dan sekarang kami sudah memasuki semester gasal. Hambatan apa lagi kalau bukan skripsi?
Menulis skripsi Sejarah ternyata tidak semudah membacanya. Skripsi Sejarah yang bagi sebagian besar orang hanya sebuah tulisan rekonstruksi peristiwa atau kejadian masa lampau, ternyata untuk menulisnya diperlukan metode atau metodologi yang ketat. Sebagai ilmu yang—pada dasarnya—bersifat diakronis, tulisan sejarah haruslah memperhatikan signifikansi waktu. Ini yang membedakan dengan ilmu lain, yang juga menjadi kesulitan tersendiri bagi sebagian besar mahasiswa Sejarah.
Kalau sebagian besar ilmu sosial lain tanpa mengharuskan riset mendalam sebelum menentukan topik kajian dan akhirnya bisa lancar proses penyelesaian skripsinya, di Ilmu Sejarah saya rasa itu hampir nggak mungkin terjadi. Untuk menentukan topik penelitian mahasiswa Sejarah haruslah mengecek dahulu ketersediaan sumber dan memahami secara mendalam topik yang ingin dikaji. Proses ini biasa dilakukan dengan membaca banyak arsip dan buku. Tentu ini menghabiskan waktu yang relatif lama.
Tanpa melakukan hal yang saya sebutkan itu, biasanya sebagian besar akan mengalami kemandekan karena kurangnya data yang dimiliki. Kira-kira itu yang saya alami saat ini. Dan ini juga yang sering menjadi kendala sebagian besar mahasiswa Sejarah lainnya, yang akhirnya menjadi lama lulusnya. Selain itu juga masih banyak serangkaian proses rumit yang bakal dialami mahasiswa Sejarah ketika skripsian, yang kalau saya tuliskan jatuhnya malah seperti kuliah metodologi nanti.
Saya kira itu, selain memang susah untuk mendapat pekerjaan dengan kualifikasi khusus lulusan Sejarah, mahasiswa Sejarah memang untuk lulus saja susah. Berharap mendapat pekerjaan sama dengan serakah!
BACA JUGA Terjerat Pinjaman Online dan Bagaimana Lepas dari Debt Collectornya dan tulisan Muhammad Rohman lainnya.