Barangkali, kita semua sepakat bahwa pernikahan adalah sesuatu yang sangat sakral dengan segala perencanaan yang harus dipikirkan secara matang. Sebelum berdiskusi lebih jauh tentang konsep atau visi-misi pernikahan, seseorang atau dua sejoli yang berencana untuk menikah justru sering kali dipusingkan oleh tetek bengek dalam rangka mempersiapkan pesta pernikahan. Salah satu yang dilematis dan tak jarang menimbulkan polemik adalah menentukan daftar tamu undangan pernikahan: siapa saja yang perlu dan dianggap kurang perlu untuk diundang.
Sampai dengan saat ini, sebetulnya tidak ada patokan atau batasan terkait hal tersebut. Para calon manten dan/atau keluarga, sah-sah saja mengundang siapa pun. Selain itu, tentu kita semua juga cukup familiar dengan kertas undangan pernikahan bertuliskan, “Turut mengundang blablabla,” padahal, nama-nama yang ditulis dalam daftar tersebut belum tentu punya hubungan akrab dengan keluarga pengantin. Bahkan, sering kali hanya dijadikan sebagai penghias undangan dengan ragam tujuannya.
Hal seperti itu sebetulnya agak nganu. Sebab, jika dipikir lebih jauh dan sangat rinci, bisa mubazir dan over-budget. Malah pada titik tertentu, pesta pernikahan bisa menjadi kurang ideal bagi masing-masing keluarga. Lantaran, ada satu atau beberapa orang yang tidak memiliki ikatan secara emosional. Padahal, disadari atau tidak, pernikahan adalah sesuatu yang sangat spesial dan personal.
Di sisi yang berseberangan, kita juga tidak bisa menutup mata bahwa, sebagian lainnya masih ada yang sering kali menebar undangan pernikahan secara serampangan, berharap “balik modal” dari amplop yang didapat. Kadang, sampai membikin orang lain mbatin saat menerima undangannya, “Ini siapa yang menikah, ya? Aku nggak kenal, tapi kok diundang?” dan seterusnya, dan seterusnya.
Ketika berencana untuk menikah sekira lima tahun yang lalu, saya dan pasangan sangat menghindari hal tersebut saat menentukan daftar tamu undangan. Kami sama-sama mendata secara perlahan sekaligus berdiskusi, siapa saja yang sebaiknya diundang dan dianggap kurang perlu untuk diundang dengan berbagai pertimbangan yang cukup matang.
Bukan pengin sok-sokan, pelit, atau tidak menghormati beberapa orang. Kami sadar bahwa pernikahan adalah momen sakral-emosional-personal dalam hidup. Jadi, kami pikir, nggak ada salahnya juga jika kami berharap acaranya bisa spesial dan dihadiri oleh orang-orang yang kami harapkan, sekaligus punya ikatan emosional dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pengalaman tersebut, saya bisa memberikan gambaran, saran, sekaligus alasan tentang, idealnya, siapa saja sih yang sebaiknya diundang dalam acara nikahan?
Pertama, kerabat dekat
Tidak bisa tidak. Beberapa orang yang termasuk dalam golongan kerabat dekat, sebaiknya diundang dan menjadi tamu undangan ideal yang pertama. Mereka yang masih sedarah-sedaging, sangat worth it untuk ikut hadir dalam salah satu momen membahagiakan dalam hidup. Apalagi, tidak sedikit dari mereka yang dekat secara fisik dan/atau emosional. Bahkan, sudah mengikuti perkembangan kita sejak masih orok.
Itulah kenapa, para kerabat dekat menjadi sekelompok orang yang sangat ideal untuk menghadiri acara pernikahan. Mereka tidak akan ragu untuk menghidupkan suasana dalam acara pernikahan melalui berbagai obrolan atau guyonan. Jadi, sangat bisa diandalkan untuk membikin suasana menjadi hangat dan tidak terlalu kaku.
Kedua, para tetangga
Sederhana saja. Tetangga adalah saudara kita yang paling dekat. Bahkan, sering kali paling bisa diandalkan dalam berbagai situasi yang cukup sulit. Maka, sudah selayaknya para tetangga diundang untuk menghadiri suatu acara pernikahan. Nggak perlu semua-mua tetangga dari seluruh penjuru gang atau RT. Yang terdekat atau dikenal saja sudah lebih dari cukup untuk menghidupkan pesta pernikahan biar makin semarak.
Ketiga, orang yang dihormati
Poin ini, boleh jadi punya makna yang paling luas dibanding dua poin sebelumnya. Orang yang dihormati bisa berwujud tokoh setempat, rekan kerja termasuk para atasan di kantor, juga para sahabat yang masih menemani kita dalam suka dan duka. Beberapa kalangan yang dimaksud layak untuk menerima undangan dari yang punya hajat. Tujuan utamanya bukan untuk gaya-gayaan apalagi ada gengsi yang dijaga. Melainkan untuk menjaga hubungan yang baik, sekaligus bisa saling berbagi kebahagiaan melalui obrolan, tawa, dan doa.
Sebagian di antara kalian, mungkin menunggu dan bertanya-tanya, “Terus, gimana dengan para mantan? Baiknya dimasukkan ke dalam daftar tamu undangan yang ideal atau nggak?”
Jawabannya, tergantung. Maksud dan tujuan ngundang mantan ke acara pernikahan sampeyan itu untuk apa? Ingat, salah satu tujuan menikah itu untuk membuka lembaran baru dengan pasangan. Jadi, kalau niatnya hanya untuk pamer, menyakiti perasaan mantan, apalagi mengingat kembali kisah lama dalam ingatan, mending nggak usah. Selain kekanak-kenakan, hal tersebut juga cenderung nggak memanusiakan mantan.
Orang mau nikah kok masih nginget-nginget mantan, mending nginget-nginget janji pemerintah ye kaaan.
BACA JUGA Mana yang Perlu Diprioritaskan: Menikah Dulu? Atau Mapan Dulu? dan artikel Seto Wicaksono lainnya.