Kabar Martin Odegaard menuju ke Arsenal semakin dekat. Meski hanya sebagai pemain pinjaman, tetap saja langkah ini mengherankan. Saya mau bilang bodoh sih, tapi pasti nanti fans Zinedine Zidane garis keras bakal menyerang saya. Mereka menganggap Zidane masih pantas memimpin Madrid, dan apa pun langkah tolol yang diambil Zidane, bagi mereka tak mungkin tanpa alasan.
Oke, marah-marahnya dimulai.
Sebagai fans Madrid, kita harus mulai meletakkan kacamata “Zidane, pelatih yang memberi tiga gelar Liga Champion berturut-turut”. Tanpa melepas kacamata itu, susah untuk melihat permasalahan Madrid sekarang, yaitu permainan yang nggak mencerminkan tim besar.
Zinedine Zidane tak punya sistem yang jelas dalam permainannya. Real Madrid seakan-akan bermain bergantung pada umpan silang dan harapan akan ada seseorang yang menyundulnya. Sedangkan yang diharapkan menyambut umpan tersebut, yaitu Benzema, sedang ngider entah ke mana. Permainan seperti ini sudah berlangsung selama Zidane menjabat. Kita sepertinya perlu memeluk erat Zidane sembari menyadarkan bahwa Ronaldo tak lagi bermain untuk Madrid.
Real Madrid juga mengalami penurunan dalam hal menyerang. Real Madrid kesulitan dalam mencetak gol yang banyak. Pertandingan yang dimenangkan dengan skor besar pun bisa dihitung jari, kalau menang pun harus bersusah payah. Zidane terlalu percaya dengan skema 4-3-3, skema yang sebenarnya tak ideal untuk Madrid karena tak punya goal scorer winger alias wingernya ampas semua.
Meski sering tak efektif, Zidane tak berusaha untuk mengubah keadaan dengan mencoba skema baru dengan memanfaatkan pemain yang ada. Zidane seakan lupa bahwa ini adalah 2021, bukan lagi 2017, di mana dia menguasai Eropa dengan begitu mudah.
Praktis permainan Madrid hanyalah berkutat dengan crossing-crossing tanpa hasil plus mengoper bola kembali ke belakang karena tak bisa membuka pertahanan lawan. Kenapa? Ya karena nggak punya strategi untuk melakukannya. Itu salah siapa? Jokowi.
Zidane juga terlalu mengandalkan pemain senior bangkotan yang jujur saja masih bagus, namun tak konsisten. Benzema contohnya. Meski Benzema memang penting dalam skema Zidane, namun dia bukan jawaban untuk masalah Madrid. Benzema kerap telat masuk ke ruang penalti, sebab Benzema ikut dalam membangun serangan Madrid. Sedangkan skema yang dipakai Zidane hanya menggunakan satu striker, njuk pie?
Terus, apa hubungannya dengan Odegaard? Ini.
Kepergian Odegaard praktis bikin Madrid kehilangan pemain yang bisa jadi jawaban Madrid untuk mencoba taktik lain. Posisi ideal Odegaard adalah di belakang striker, yang menjadikan Madrid bisa mencoba formasi 4-3-1-2. Dengan menaruh striker lain, praktis Benzema bisa lebih leluasa muter-muter di lapangan. Dengan memenangkan lini tengah, striker bisa membuka ruang.
Tapi, alih-alih mencoba taktik, Odegaard justru dipinjamkan ke klub lain. Apakah ini salah Zidane? Oh jelas, kalau butuh kan nggak mungkin dilepas. Nah, ini masalah utamanya.
Saya nggak bisa lagi memahami Zidane. Sumpah, rasanya mending kepalaku kubenturin ke aspal Jalan Solo dibanding berusaha mengerti langkahnya. Zidane sendiri yang minta Odegaard balik dari masa peminjaman. Begitu balik, nggak dikasih kesempatan yang pantas. Horo, kepiye maksude? Dan ini bukan pertama kali Zinedine Zidane berbuat kayak gini.
Tau Luka Jovic, pemain yang di musim 2018/2019 bikin banyak gol di Eintracht Frankfurt? Musim berikutnya dia pindah ke Real Madrid, tapi performa musim sebelumnya gagal terulang karena jam bermain yang amat sedikit. Siapa yang minta direksi Madrid untuk membeli Jovic? Yap, Zinedine Zidane. Terus yang naruh dia di cadangan siapa? ORANG YANG SAMA.
Jovic lalu dilepas dengan status pinjaman, balik ke Eintracht Frankfurt. Dalam dua pertandingan, Jovic bikin tiga gol. Sedangkan pada saat yang bersamaan, Madrid kalah lawan tim divisi embuh yang namanya susah kayak password Wi-Fi. Bisa bayangin tim sekelas Madrid nggak bisa bikin gol lawan tim divisi gurem?
Udah tau kesulitan bikin gol adalah masalah Madrid, NGAPAIN STRIKERNYA DILEPAS?
Di sini terlihat jelas bahwa Zidane sudah tak bisa lagi imun dari kritik. Pemecatan Zidane, pada titik ini, jadi sesuatu yang amat mungkin. Real Madrid tidak bisa dipimpin oleh pelatih yang terlalu mengandalkan satu skema tanpa mau beradaptasi serta menghambat perkembangan pemain muda. Reguilon, Brahim Diaz, Hakimi, Mayoral, Jovic, dan Marcos Llorente adalah daftar nama yang ditendang oleh Zidane dan mereka bersinar di klub mereka. Pada saat bersamaan, Real Madrid justru mengalami krisis taktik dan hasil positif.
Apakah menyalahkan Zidane sebagai aktor utama kejatuhan itu tepat? Tidak. Tapi, kritikan paling pedas harus ditujukan kepada Zidane dan dia harus benar-benar mau melunakkan batok kepalanya yang mengkilap itu agar Madrid tak lagi dalam krisis.
Tapi, kalau ngeyel lagi ya pecat aja sudah. Nggak peduli mau dicibir klub nggak tau cara memperlakukan legenda, kalau ampas ya tendang. Romantisasi-romantisasi kenangan silit ngarit.
Sumber gambar: Akun Twitter @realmadriden
BACA JUGA Eden Hazard Main 20 Menit Jauh Lebih Bagus dari Vinicius Junior dalam 3 Musim dan artikel Rizky Prasetya lainnya.