Mungkin dalam sensus penduduk, nama saya bukanlah nama yang aneh. Rezza, sebuah nama yang umum dipakai orang Indonesia. Saya yakin kalian pasti punya teman yang namanya Rezza. Tidak sedikit juga pesohor kita yang punya nama sama, misalnya Reza Rahardian, Reza Artamevia, Mohammed Reza Pahlevi, dan Reza lainnya. Eh, tapi beda deh, wong mereka z-nya cuma satu. Namun belakangan ini, saya baru sadar kalau nama saya ternyata unik juga. Kenapa unik? Ya karena nama saya ternyata bisa diubah-ubah tanpa adanya acara selamatan. Perubahannya pun karena faktor tempat, mirip banget sama salah satu karakter Pokemon, yaitu Eevee yang bisa berevolusi tergantung tempatnya.
Buat kalian yang belum tahu Eevee, dia merupakan karakter Pokemon generasi pertama yang bisa berevolusi dengan metode khusus, salah satunya karena faktor tempat. Misalnya, Eevee mau dievolusi jadi Leafeon harus dekat Mossy Rock, atau mau berubah jadi Glaceon evolusi dilakukan dekat Icy Rock. Nama saya pun berubah cara penyebutannya tergantung daerah orang yang menyebutkan.
Pertama, Resa pakai s. Panggilan ini sering banget keluar dari orang yang berasal dari Jawa, tapi generasi lama. Contohnya guru-guru saya di SD ada yang memanggil saya dengan sebutan Resa, guru di SMP pun sama. Tak jarang tetangga saya juga memanggil saya Resa.
Saya agak rewel sebenarnya untuk panggilan ini. Lha, wong saya nggak bisa nyanyi kok dipanggil Resa. Kunci gitar saja cuma bisa dasar, nyanyi pun cuma bisa asal. Satu lagi, sebenarnya yang memanggil menggunakan s alih-alih z ini seharusnya nggak dilakukan oleh generasi tua. Kenapa? Karena saya yakin mereka ini orang tua yang sering marah ketika anaknya minum es. Tapi, mereka sendiri manggil Rezza pakai s. Lha, kalau saya dipanggil pakai s apa ndak ikut pilek? Hadeh~
Kedua, Reja pakai j. Untuk yang memanggil saya menggunakan j atau jadi Reja adalah teman-teman saya yang berasal dari Jawa Barat atau Jabodetabek sana, pokokmen cah kulon. Panggilan yang satu ini mengganggu saya karena menimbulkan kesan imut dan lucu. Bayangkan saja kalau yang ngomong ternyata teman laki-laki, iyuhhh nggilani.
Alasan berikutnya, karena pertama kali saya mendengar panggilan ini masih terasa asing ketika ada orang memanggil Ja. Akan lebih akrab di telinga dengan Jo. Selayaknya keluarga besar saya memanggil saya Rejo sedari kecil. Malah keren tho dipanggil Jo. Jo kayak Joe Taslim atau jenis beras yang sering dikonsumsi itu, Rejo Lele.
Ketiga, Rezza atau Reja pakai akhiran -k. Kasus satu ini terjadi antara teman-teman saya yang berasal dari luar pulau Jawa. Entah Kalimantan, Sumatra, atau Lombok. Mereka pasti memanggil saya dengan akhiran -k, bisa jadi Rezzak atau Rejak.
Saya nggak tahu kenapa mereka mengimbuhi nama saya dengan huruf k. Seolah-olah nama saya terdengar kayak makanan campuran dari berbagai buah. Untuk perubahan yang satu ini malah bikin saya gedhe rumongso atau GR. Gimana nggak GR, saya dipanggil “Zak”, kayak manggil Zac Efron, kan? Dari sisi mana pun, saya nggak ada mirip-miripnya sama blio. Muka jauh, badan jelas jauh. Mas Zac punya badan six pack, lha saya cuma punya badan one pack, paling-paling yang mirip ya cuma sama-sama lanang saja.
Tapi, lama-lama saya juga terbiasa dengan penyebutan yang berbeda-beda itu. Saya sudah maklum orang Indonesia kebanyakan memang suka ganti nama seseorang seenaknya. Wong nama Anisa saja bisa berubah jadi Ica atau PSBB jadi PPKM. Mau nama saya berubah dari Rezza ke Resa, Reja, Rezzak, atau Rejak, saya tetap mengo kok, nggak usah pakai acara selamatan dulu~
BACA JUGA Hal yang Akan Terjadi jika Karakter Pokemon Beneran Ada di Jogja atau tulisan Rezza Atthoriq lainnya.