Mungkin kita sering mendengar pernyataan bahwa Surabaya adalah kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Saya pikir hal itu kurang tetap mengingat Jakarta adalah provinsi, tapi kita mengiakan pernyataan tersebut begitu saja. Nggak cuma itu, ada beberapa hal lain yang dianggap kebenaran terkait Kota Pahlawan, padahal faktanya nggak demikian.
Sebagai warga yang mencintai kotanya dengan penuh kejujuran, izinkan saya memberikan daftar kebohongan yang sering kali melekat pada Kota Surabaya.
#1 Mayoritas warga Surabaya kaya
Surabaya sering disebut-sebut sebagai kota dengan jumlah orang super kaya yang super banyak, atau istilahnya “gudang crazy rich”. Istilah “crazy rich Surabaya” juga pernah menjadi trending topic di Twitter dan menjadi pembicaraan netizen dari Sabang sampai Merauke. Pernyataan tersebut nggak sepenuhnya keliru, tapi nggak benar juga. Meski di Kota Surabaya memang ada crazy rich, mereka bukan kaum mayoritas.
Mayoritas orang Surabaya adalah orang-orang dari kalangan kelas menengah yang sehari-harinya masih memikirkan KPR rumah, cicilan mobil, cicilan motor, dan bahkan terjerat pinjol. Berdasarkan data BPS tahun 2020, sekitar 30% warga Surabaya masuk dalam kategori MBR atau Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Jumlah tersebut naik lagi sekitar 0,21% pada tahun 2022.
#2 Menutup Dolly menghilangkan prostitusi
Gang Dolly adalah kawasan prostitusi yang cukup melegenda di Surabaya. Namun, lokasi tersebut resmi ditutup oleh Pemkot pada tahun 2014. Menutup Dolly dijadikan Pemkot Surabaya sebagai langkah awal menghentikan praktik prostitusi dan mengurangi risiko penyakit menular seksual.
Masalahnya, setelah lebih dari lima tahun kawasan Dolly ditutup, praktik prostitusi di Surabaya nggak sepenuhnya hilang, melainkan justru tersebar di beberapa lokasi. Selain itu, praktik prostitusi online makin marak terjadi di Surabaya setelah Dolly resmi tutup. Ternyata, menutup lokalisasi bukanlah cara tepat untuk mengeyahkan bisnis prostitusi. Parahnya lagi, pada tahun 2021 Surabaya malah menjadi kota dengan jumlah penderita HIV/AIDS terbanyak di Jawa Timur.
#3 Bandeng asap oleh-oleh khas Surabaya
Bandeng asap adalah ikan bandeng yang sudah melalui proses pengasapan sehingga menghasilkan cita rasa yang khas dan enak. Banyak orang beranggapan jika bandeng asap adalah oleh-oleh dari Surabaya karena selalu dijual di toko oleh-oleh khas Surabaya. Padahal hal tersebut keliru, Gaes. Bandeng asap sejatinya berasal dari Sidoarjo (kabupaten yang posisinya berdekatan dengan Surabaya).
Jadi, jika kalian menemukan artikel yang berjudul “Rekomendasi Oleh-oleh Khas Surabaya” dan ada bandeng asap di sana, artinya kalian sedang dibohongi. Hehehe. Tapi, kalian tetap boleh membeli bandeng asap di Surabaya yang asalnya dari Sidoarjo itu, kok.
#4 Memiliki bus kota paling keren
Surabaya sering diberitakan media memiliki bus kota paling keren di Indonesia lantaran menjadi pelopor bus berkonsep ramah lingkungan yang proses pembayarannya nggak menggunakan uang, melainkan sampah plastik. Nama busnya Suroboyo Bus.
Sebenarnya nggak salah sih mengatakan Surabaya punya bus keren. Nyatanya Suroboyo Bus memang keren secara tampilan. Namun dari sisi fungsi, Suroboyo Bus ini sebenarnya nggak keren-keren amat. Ha wong rutenya masih terbatas dan jadwal busnya sering ngaret, kok. Makin nggak keren lagi ketika aplikasi Suroboyo Bus belum teriintegrasi dengan mode transportasi lainnya. Kombo mengecewakan!
#5 Surabaya kota yang bersih dan bebas limbah
Selain pernah meraih penghargaan Adipura Kencana, Surabaya juga kerap dilabeli sebagai kota besar di Indonesia yang ramah lingkungan sebab mampu mengelola sampah dan limbah dengan baik. Kita tentu nggak bisa menyebut hal tersebut sepenuhnya bohong, karena pada kenyataannya Surabaya memang mendapatkan penghargaan tersebut. Hanya fakta lapangannya menunjukkan hal berbeda.
Sungai di Surabaya terbilang kotor, bahkan sering kali banyak ikan mati karena air sungainya tercemar limbah. Kasus terbaru, sungai di Kalisari dipenuhi busa putih bergelembung menyerupai awan. Banyak warga Surabaya menduga hal tersebut akibat pembuangan limbah dari pabrik, namun Wawali Surabaya menyatakan hal tersebut disebabkan limbah rumah tangga (sabun mandi dan detergen). Sek to, memangnya kita mandi ngabisin sabun segentong ta, Rek? Kok busanya bisa menutupi sungai?
#6 Isinya gedung pencakar langit, nggak punya sawah
Kalau ada yang bilang Surabaya itu isinya hanya gedung pencakar langit, mal, dan perumahan yang dempet-dempetan, itu bohong, Gaes. Meskipun berstatus sebagai Kota Metropolitan, Surabaya masih punya lahan persawahan, lho. Ada sekitar 1.127,3 hektare sawah di Surabaya yang berada di 13 kecamatan. Kalau ingin melihat-lihat sawah di Surabaya kalian bisa berkunjung ke Kecamatan Benowo, Gayungan, Jambangan, Pakal, Lakarsantri, ataupun Wiyung.
#7 Mengatakan “jancok” berarti marah
Kalau ada yang mengatakan orang Surabaya pemarah lantaran suka mengucapkan kata “jancok”, hal itu jelas kebohongan paling besar. Di Surabaya, “jancok” memiliki banyak arti, tergantung intonasi suara dan konteks pembicaraannya. Namun secara umum, mayoritas orang Surabaya justru mengucapkan kata “jancok” saat ngobrol bersama teman, kekasih, atau orang-orang terdekat sebagai simbol keakraban, bukan kemarahan.
Bahkan orang Surabaya menggunakan kata “cok” untuk mengungkapkan sesuatu yang keren banget. Contohnya, “Uayu pol, cok!”
#8 Pejabat di Surabaya nggak suka pencitraan
Jika pejabat di kota lain suka mencitrakan dirinya sebagai orang pintar dan merakyat, pejabat di Surabaya nggak repot-repot pencitraan. Contohnya, ketika banyak warga Surabaya protes soal jalanan macet, salah satu pejabat penting di kota kami mengajak rakyat untuk naik motor agar terhindar dari macet. Nggak hanya itu, kami juga diminta agar berangkat kerja lebih pagi. Kok nggak sekalian saja ngasih solusi nginep di kantor?
Sekali lagi, solusi ngawur tersebut justru menunjukkan kalau pejabat di Surabaya memang nggak suka pencitraan apalagi terlihat pintar. Mereka lebih suka bersikap bodoh dan bodo amat.
Akhir kata, mohon maaf jika ada kejujuran saya yang membuat kalian kecewa. Tapi, bukankah lebih baik terluka oleh kebenaran daripada dihibur dengan kebohongan?
Penulis: Tiara Uci
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 4 Fakta Menarik tentang Surabaya yang Jarang Dibicarakan.