Harus diakui bahwa musik alternatif circa 2000 punya daya magis yang kuat. Kala itu, pop punk dan emo menjadi bagian dari genre alternatif yang sukses diterima oleh banyak kalangan. Dua genre tersebut bisa dibilang terlalu pop bagi mereka yang punya selera kelewat cadas. Namun hingga hari ini, penggemar musik alternatif 2000-an jelas masih sulit move on dari kedua genre tersebut.
Kerinduan para penggemar musik pop punk dan emo terlihat jelas dari reaksi yang muncul terhadap festival When We Were Young yang akan akan diadakan pada Oktober 2022. Menurut analisa banyak pihak, festival yang dalam posternya menyebut banyak sekali nama musisi pop punk dan emo dari era 2000-an itu secara teknis mustahil diadakan.
Namun, dilansir dari berbagai media, Live Nation sebagai promotor festival When We Were Young mengatakan bahwa acara tersebut bukan suatu penipuan. Itu sih kita lihat saja nanti. Yang jelas, untuk generasi colok usb dari warnet, harga tiketnya sungguh ra mashok, Bozque. Tiket festival yang akan diselenggarakan di Las Vegas tersebut dijual mulai dari harga 3,2 juta hingga 179.3 juta rupiah dan nggak bisa dibeli pakai daun singkong, Bozque.
Festival itu akhirnya menimbulkan kegaduhan. When We Were Young tak lebih dari sebuah acara nostalgia yang overrated. Namun faktanya, sejak kegaduhan itu terjadi gelora musik pop punk dan emo jelas menggeliat. Tak hanya musisi dari era 2000-an yang belakangan kembali muncul ke permukaan, para pendatang baru pun bermunculan lewat label seperti Fearless Records, DTA Records, Epitaph Records atau Pure Noise Records. Dalam beberapa bulan terakhir hampir setiap bulan mereka merilis single baru dengan vibes 2000-an.
Selama bulan Januari hingga Februari 2022, saya mencatat ada setidaknya tujuh lagu emo dan pop punk dengan vibes 2000-an yang bisa ditambahkan ke playlist Spotify-mu. Move on dari The Used, My Chemical Romance, atau Sugarcult nggak ada salahnya, lho. Supaya pikiran nggak stuck di tahun 2000 melulu.
#1 Loved You a Little – The Maine feat. Taking Back Sunday
If I was just a lie to you
Well you were less than that to me
Never loved you a little,
Loved you a little
Lagu yang dirilis pada 27 Januari 2022 ini adalah lagu tahun 2022 yang amat sangat kental vibes 2000-nya. Vokal dari Charlotte Sands, Adam Lazzara (Taking Back Sunday), dan John O’Callaghan (The Maine) bersahutan dengan sempurna. Lagu dengan tema putus dari pasangan ini bisa kamu pilih sebagai lagu kebangsaan untuk merayakan kebebasan baru tanpa menye-menye. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, “Nek biyen aku goblok, kowe sak ngisore goblok.” Nah, mantap, bukan?
#2 Tell Me You’re Sorry – Real Friends
Tell me, tell me that you’re sorry
Even if you’re lying through your teeth
Tell me, tell me that you’re trying
Just to break the silence
and put this behind us
Lagu dari Real Friends ini dirilis pada 12 Februari 2022. Lirik dari “Tell Me You’re Sorry” bertutur tentang rasa kecewa dan sakit hati yang muncul karena dibohongi berkali-kali. Yang istimewa, rasa kecewa dalam lagu ini disajikan dalam melodi dengan aransemen yang asyik. No lemes-lemes club!
#3 Emotion Sickness – Said The Sky, Will Anderson, Parachute
You’re the cause that cures the symptoms
My unfortunate addiction
Oh, oh, oh, oh
Lagu emo dengan lirik “berdarah-darah” ini hasil kolaborasi dari Said The Sky, Will Anderson, dan Parachute. Lirik dan nada dari lagu ini seakan hendak mengingatkan penggemar lagu emo 2000-an dengan lagu semacam “Only One” dari Yellowcard. Lagu ini dirilis pada 17 Februari 2022. Memang tak terlalu berisik, sih, namun jelas liriknya mengusik. Emo banget lah.
#4 Loser – Sueco
I’m such a loser,
swear to God, I’m the worst
I always fuck everything up, it’s a curse
Lagu yang dapat diinterpretasikan sebagai perayaan kepayahan diri ini dirilis pada 28 Januari 2022. Sueco dalam lagu “Loser” berperan sebagai kawan yang sama payahnya dengan siapa pun yang merasa punya jiwa pengacau. Lagu ini jelas melawan derasnya infografis tentang pentingnya afirmasi positif. Meski begitu, ia tetap punya segmen pendengar tersendiri. Mereka adalah manusia-manusia yang biasa ditemani oleh musik di kala terpuruk. Kadang, nggak apa-apa untuk merasa buruk, kan?
#5 I’m Missing You – Girlfriends
I’m missing you like I knew I would
I’m missing you, heard you’re doing good
I hope you hurt like me, but that just isn’t true
I’m missing you, I’m missing you
Lagu bertema sulit move on dari mantan ini dirilis oleh Girlfriends pada 3 Februari 2022. Tema patah hati memang menjadi tema andalan dalam lagu-lagu emo. Hal ini membuat lagu emo sering disebut sebagai lagu cengeng. Untungnya, Girlfriends membuat lagu cengeng kemasan 2000-an dengan apik dan manis.
#6 I Hate Me Too – As It Is
I’m dead inside, I hate me too
Now I know what it’s like
To be just like you, Yeah, I hate me too
As It Is merilis lagu “I Hate Me Too” pada tanggal 4 Februari 2022. Lagu ini bertutur tentang bagaimana rasanya membenci diri sendiri. Bukan tipe lagu untuk didengarkan oleh siapa pun yang berada dalam fase terendah depresi, namun bukan lagu yang buruk juga. Lagu ini merepresentasikan rasa frustasi yang timbul karena tak bisa melihat sisi positif dalam diri dengan sangat gamblang dan mendalam.
#7 Ruin My Life – Simple Plan feat. Deryck Whibley
And I’ll admit you got real close but I’ll be sleeping fine tonight
Sorry, I don’t mean to disappoint you
You didn’t ruin my life
Lagu “Ruin My Life” bercerita tentang suatu hubungan yang kandas. Lagu hasil kolaborasi antara Simple Plan dengan Deryck Whibley ini dirilis pada 18 Februari 2022. Seperti lirik-lirik lagu Simple Plan lainnya, liriknya teramat sopan dan bisa jadi lagu ini mendapat tempat di hati generasi TikTok dibandingkan dengan lagu-lagu dengan vibes pop punk dan emo 2000-an lainnya.
Ketujuh lagu tadi mungkin terasa asing karena belum terlalu sering diputar di radio. Meski ketujuh lagu emo dan pop punk tersebut tergolong baru, namun punya nuansa musik era 2000 yang begitu kental. Akankah para promotor yang gencar mempromosikan musik dengan vibes 2000-an dapat berhasil meracuni generasi TikTok yang ceria? Oh, tentu saja tidak semudah itu, Barbara.
Penulis: Butet Rachmawati Sailenta Marpaung
Editor: Intan Ekapratiwi