Eksekusi dan penyiksaan adalah hal yang kita tentang habis-habisan masa kini. Namun, di masa lalu, ceritanya berbeda
Abad ke-19 disebut sebagai pintu gerbang menuju masyarakat modern. Abad ini menjadi awal dari gejolak politik dan sosial yang membentuk dunia yang kita hidupi. Dari runtuhnya banyak kekaisaran, sampai kepedulian pada isu HAM. Tapi, abad ini bukan berarti akhir dari masa barbar kemanusiaan.
Selain masih terjebak mitos macam penyihir, masyarakat abad ke-19 masih cukup keji dalam menghukum seseorang. Mungkin tidak ada hukuman sekeji menguliti hidup-hidup atau ditarik kuda sampai badan terbelah. Namun, hukuman pada abad ini masih lebih keji daripada abad ke-20.
Dalam artikel ini, saya ingin membahas 7 cara eksekusi dan penyiksaan yang paling keji pada abad ke-19. Perlu saya ingatkan, saya tidak bermaksud mempromosikan hukuman ini. Meskipun dana bantuan sosial saja dicuri, tapi hukuman keji tetap tidak pantas dilakukan dalam masyarakat hari ini.
#1 Gantung
Hukuman gantung telah digunakan sejak abad pertengahan, bahkan jauh sebelum itu. Pada masanya, hukuman gantung dipandang lebih humanis dari model penggal atau bakar hidup-hidup. Realitasnya, hukuman gantung tetap memberi siksaan kepada terpidana.
Kematian akibat gantung terjadi cukup lama. Paling cepat sekitar 5 menit sampai jantung dan otak dinyatakan mati. Hukuman ini juga punya potensi gagal yang besar. Jika salah ukur, terpidana bisa tercekik dalam waktu lama sampai meninggal. Eksekusi gantung ini juga menjadi tontonan warga, bahkan harus bayar tiket untuk menonton eksekusi. Tentu ini menambah kekejian eksekusi.
#2 Guillotine
Metode guillotine adalah cara eksekusi paling demokratis pada zamannya. Ditemukan oleh Joseph-Ignace Guillotin, seorang dokter dan freemason. Metode ini diusulkan pada pemerintahan revolusi Prancis pada 1789. Pada waktu itu, ada tuntutan untuk melakukan eksekusi yang adil dan humanis bagi semua orang. Sebelum revolusi, rakyat jelata akan disiksa dan bangsawan akan dieksekusi dengan lebih “sopan”.
Pisau besar dan berat akan digantung di panggung. Jagal akan menarik tuas penahan dan pisau tadi terjun memenggal kepala secepat kilat. Terlihat ramah kan? Namun, banyak riset yang menunjukkan kepala setelah dipenggal masih “hidup” selama beberapa detik. Maka bisa dibayangkan betapa sakitnya eksekusi ini sampai otak benar-benar mati.
#3 Kursi listrik
Eksekusi model ini punya tujuan yang sama dengan guillotine: eksekusi adil dan humanis. Dengan bangkitnya era listrik yang didorong Nikola Tesla Thomas Alfa Edison, listrik menjadi opsi untuk mengeksekusi manusia. Diusulkan oleh Alfred P. Southwick pada 1881, eksekusi ini dianggap lebih humanis dari gantung.
Masalahnya, listrik belum dipahami secara utuh oleh manusia. Bahkan setelah abad 20, eksekusi model ini masih berpotensi gagal. Willie Francis yang dieksekusi pada 1946 tetap hidup setelah disetrum di kursi listrik. Akhirnya eksekusi diulangi pada 1947 dan Francis meninggal pada eksekusi kedua. Beberapa peneliti menemukan fakta bahwa eksekusi dengan kursi listrik lebih kejam dari hukuman gantung.
#4 Kamar gas
Eksekusi dengan kamar gas dipopulerkan Adolf Hitler dan NAZI pada abad ke-20. Namun, eksekusi model ini ditemukan pada 1803 oleh General Rochambeau. Metode yang digunakan Rochambeau menggunakan kapal kargo yang diisi penuh dengan narapidana. Pada waktu itu adalah tawanan Revolusi Haiti. Kemudian, sulfur dioksida disemprotkan ke dalam kargo agar narapidana tadi mati sesak nafas.
Hukuman ini jelas keji, karena kematian akibat sesak nafas dan keracunan gas sangat menyiksa. Bahkan dengan pengembangan yang dilakukan NAZI, kamar gas tetap menyiksa narapidana sampai meninggal.
#5 Eksperimen manusia
Metode tidak etis ini lebih terkenal pada abad ke-20. Dan sekali lagi, dipopulerkan oleh NAZI. Namun, pada akhir abad ke-19, eksperimen kepada manusia dilakukan di berbagai belahan dunia. Biasanya, eksperimen ini melibatkan suntik penyakit, senjata kimia, radiasi, dan substansi yang berpengaruh pada mental. Di Amerika Serikat, eksperimen manusia juga digunakan sebagai alat interogasi.
Tidak ada konsensus antara pelaku dengan objek eksperimen. Dan pada umumnya objek eksperimen akan mati dalam proses. Maka eksperimen ini sering memanfaatkan narapidana yang dihukum mati. Karena bertujuan untuk eksperimen, proses ini bisa sangat menyiksa bahkan memakan waktu lama sampai objek benar-benar mati.
#6 Mutilasi
Eksekusi dengan mutilasi termasuk model eksekusi kuno. Bahkan pada era sebelum masehi, mutilasi sudah umum dilakukan sebagai metode eksekusi. Hukuman ini erat dengan mitos serta hal mistis. Sehingga terpidana yang dihukum dengan mutilasi umumnya terjerat kasus sihir. Pada abad ke-19, umumnya eksekusi ini tidak dilakukan oleh otoritas. tapi lebih kepada aksi masyarakat.
Tapi untuk beberapa monarki, eksekusi dengan mutilasi masih dilakukan. Salah satunya oleh beberapa kerajaan di Indonesia. Mutilasi hidup-hidup sering dilakukan pada terpidana, terutama tokoh yang dianggap berpengaruh dan sakti. Mitos sejenis Rawa Rontek membuat eksekusi dengan mutilasi bisa diterima oleh masyarakat.
#7 Kapal kematian
Kapal kematian sebenarnya adalah sistem penjara yang umum dilakukan kerajaan Inggris. Kapal kematian juga merujuk pada kapal kargo yang digunakan masyarakat untuk bermigrasi. Istilah kematian menggambarkan situasi kapal yang tidak manusiawi dan berpotensi membunuh penumpang. Namun pada artikel ini, saya berfokus pada kapal kematian sebagai penjara.
Dikenal sebagai “hulk”, kapal kargo akan diubah sebagai kapal penjara. Narapidana di dalam kapal ini biasanya tidak akan lolos hidup-hidup. Kondisi yang tidak sehat, penyiksaan dari pengawas penjara, serta eksekusi untuk menjaga simpanan makanan sangat umum di kapal kematian. Narapidana yang meninggal juga tidak akan dikubur dengan layak. Melainkan dibuang ke laut dan jadi santapan ikan.
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Eksekusi Hukuman untuk Koruptor Versi Film Unbaedah