Akhir-akhir ini muncul artikel yang menguak tentang kebohongan sejumlah kota besar di Indonesia yang telanjur dipercayai banyak orang di Terminal Mojok. Misalnya kebohongan tentang Kota Surabaya dan kebohongan tentang Kota Semarang. Seperti halnya dua kota yang berada di Jawa Timur dan Jawa Tengah tersebut, Bandung sebagai ibu kota dari Provinsi Jawa Barat juga ternyata punya beberapa sisi kebohongan yang telanjur dipercayai banyak orang. Apa saja ya kebohongan-kebohongan Kota Kembang ini?
#1 Biaya hidup murah
Sejak kecil, saya sering mendengar kalimat yang menyebalkan semacam ini, “Di Bandung mah murah-murah ya makanannya, nggak kayak di Jakarta. Kosan juga murah. Makanya aku suka kuliah di Bandung!”
Sebagai salah satu kota destinasi wisata dan pendidikan, Kota Bandung memang diserbu banyak pendatang dari luar kota. Tentu saja pendatang dari luar kota yang berwisata atau melanjutkan pendidikan mereka di sini adalah kaum kelas menengah yang punya penghasilan di atas rata-rata warga kota Bandung sendiri. Makanya mereka bilang biaya makan dan kosan di Bandung murah.
Bagi warga Kota Bandung, makanan di sini termasuk mahal, lho! Harga kosan juga sekarang mahal-mahal banget, Mylov, apalagi kosan di tengah kota yang lokasinya berdekatan dengan kampus yang ada di Kota Bandung. Kalau perbandingannya dengan biaya hidup di Surabaya atau Jakarta, ya memang biaya hidup di Bandung lebih rendah, tapi kan bukan berarti murah~
#2 Bandung sejuk
Berada di ketinggian 768 meter di atas permukaan laut membuat suhu rata-rata di Kota Bandung lebih sejuk ketimbang Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Tapi, bukan berarti Bandung sejuk, lho.
Kalau kamu bilang Bandung itu sejuk saat Dilan masih duduk di bangku SMA, pernyataan itu benar adanya. Sekarang ini Bandung panas banget. Nggak sedikit rumah dan kosan di Kota Kembang yang pasang AC biar nggak kepanasan.
Kok Bandung bisa panas? Selain karena dampak dari perubahan iklim dan juga pemanasan global, banyak pohon di kawasan Bandung Utara yang ditebang atas nama pembangunan. Pepohonan di Kota Bandung juga ditebang dan lahannya dibikin apartemen dan gedung bertingkat lainnya.
#3 Saritem sudah ditutup
Saritem adalah kawasan lokalisasi yang cukup melegenda di Kota Bandung. Kawasan lokalisasi ini sudah berdiri sejak zaman Kolonial Belanda, tepatnya pada 1838. Pada tahun 2007, Pemkot Bandung menutup lokalisasi Saritem. Seluruh kegiatan lokalisasi pun resmi ditutup sejak saat itu. Seluruh pihak yang terlibat dalam bisnis prostitusi dikirim Pemkot ke Dinas Sosial untuk diberikan penyuluhan pelatihan.
Saritem memang sudah ditutup “secara resmi” oleh Pemkot, tapi praktik prostitusi di Saritem nggak sepenuhnya hilang. Praktik prostitusi di sana berjalan secara sembunyi-sembunyi. Lebih rumit lagi, praktik prostitusi di Kota Bandung berevolusi menjadi prostitusi online seiring dengan semakin canggihnya perkembangan teknologi.
#4 Isinya pohon semua
Julukan Kota Kembang memang lekat pada Kota Bandung, tapi itu pantasnya disematkan dulu. Sekarang sih boro-boro, seperti yang sudah saya bilang pada poin sebelumnya, banyak pohon ditebang atas nama pembangunan.
Pemkot dan sejumlah pihak swasta memang sudah berusaha menanam bibit-bibit pohon di sejumlah titik agar Kota Bandung kembali sejuk dan teduh seperti dulu. Namun, usaha tersebut belum terlihat lantaran butuh waktu hingga bibit pohon yang ditanam tumbuh tinggi dan rindang.
#5 Kotanya estetik, apalagi sehabis hujan
Di era media sosial seperti sekarang ini, beredar video singkat yang memperlihatkan betapa estetiknya Bandung, terutama sehabis hujan. Banyak orang luar kota yang berkomentar, “Wah, Bandung estetik ya kalau lagi hujan. Jadi pengin tinggal di sana.”
Sebagai warga Bandung asli, saya cuma bisa mbatin, “Bandung memang estetik, tapi syarat dan ketentuan berlaku!”
Gini, lho, yang estetik dari Bandung ya cuma di daerah yang terkenal kayak Braga, Dago, Asia Afrika, dan Jalan Riau, Mylov. Sisanya? Ya kalau nggak macet, gersang, ya kebanjiran kalau sehabis hujan deras. Makanya kalau main ke Bandung, jangan cuma di Dago, cobain deh melipir ke Kopo, Mohamad Toha, Cibaduyut, atau Pasar Kordon.
#6 Anak mudanya good looking dan romantis
Sejak zaman Kolonial Belanda, muda-mudi Bandung dikenal ganteng dan cantik. Hal ini salah satunya dikarenakan kebiasaan orang Sunda yang gemar mengonsumsi sayuran sehingga kulit jadi terlihat bersih dan cantik. Sudah good looking, muda mudi Bandung romantis pula. Tengok saja Dilan, Ariel Noah, sampai Yura Yunita.
Yeeeuuu, nggak gitu konsepnya, Gaes. Saya pribadi sempat bekerja di luar Kota Bandung sebut saja di Jakarta, Bogor, hingga Kalimantan. Dan percayalah, di semua kota yang pernah saya singgahi, yang good looking itu banyak, nggak cuma ada di Bandung. Orang Bandung yang nggak good looking dan romantis juga ada, kok, contohnya saya. Hehehe.
Pepatah mengatakan, kejujuran menyakitkan dan itu benar adanya. Saya menuliskan hal-hal di atas bukan karena saya benci dengan kota kelahiran saya sendiri, melainkan agar kita semua bisa melihat fakta bahwa Kota Bandung nggak seindah kelihatannya.
Penulis: Raden Muhammad Wisnu
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Kota Bandung Tak Mungkin Selamat dari Kemacetan Meski Jadi Lautan Flyover.