Sebagai orang yang lahir dan besar di Padang, awalnya saya menyangka standar angkot memang mesti begitu: dipenuhi stiker, ngebut, musik dum-dum-dum, dan lain-lain. Tapi ketika saya beranjak dewasa dan berkunjung ke kota-kota lain, loh, kok, angkotnya biasa aja, ya. Dari sanalah saya langsung mengambil kesimpulan bahwa angkot di Padang memang berbeda dari angkot-angkot lain.
Barangkali karena keunikan angkot di Padang ini pula yang membuat David Reeve tertarik untuk mengkajinya. Hasil kajiannya sudah bisa dibaca di buku berjudul Angkot & Bus Minangkabau: Budaya Pop & Nilai-nilai Budaya Pop.
Untung saja selama masa hidup yang lumayan panjang ini, saya bisa mencicipi masa-masa kejayaan angkot di Padang. Itu sebelum internet dan android menyerang anak sekolahan. Jadi kami cenderung menikmati angkot tanpa beban harus melihat layar hape tiap sebentar. Angkot pada masa itu bukan hanya alat transportasi, tapi sebagai alat untuk melihat derajat kegaulan mereka yang menaikinya.
Inilah beberapa hal spesial yang dimiliki angkot di Padang.
1# Stiker
Stiker yang saya maksudkan tidaklah hanya stiker kacang-kacangan yang ditempel sembarangan, melainkan stiker yang dilekatkan untuk menunjukkan jati diri mereka. Sebab angkot-angkot ini biasanya membuat kelompok, semacam klub. Jadi sebelum banyaknya klub-klub mobil di Padang, angkot sudah lebih dulu melakukannya.
Klub yang paling terkenal dulu itu bernama Srikandi. Setiap anggota mempunyai stiker bertuliskan Srikandi di bagian atas kaca depannya. Srikandi ini adalah trah paling tinggi di perangkotan wilayah Jati. Kalau kamu seorang jomblo, naiklah angkot Srikandi karena tidak akan kamu temukan emak-emak membawa sayur, melainkan dedek manis dari SMP sampai SMA.
Untuk naik ke angkot Srikandi ini susah-susah gampang karena biasanya mereka yang berhasil naik adalah teman si sopir angkot. Ya, tentu saja sopirnya seorang anak muda yang menggunakan kacamata hitam dan rambut kelimis. Jadi ketika berhasil naik, kita merasa seperti tidak sedang naik angkot, tapi naik mobil teman.
Eh tapi tenang aja, jika tidak berhasil naik angkot Srikandi, masih ada dua klub angkot lain dari trah kedua dan ketiga, yaitu klub FedEx dan BadBoy. Di dua angkot ini masih kita temukan dedek-dedek emes lainnya, walau tidak sebanyak di angkot Srikandi.
2# TV 15 inci
Hampir semua angkot memiliki TV plafon mobil, tapi hanya beberapa yang memiliki TV 15 inci. Tentu saja hanya angkot dari trah tertinggi yang memasang televisi sebesar ini. TV itu biasanya digantung di bagian antara sopir dan penumpang atau di bagian paling belakang. TV itu dipakai untuk menyetel video klip musik, film, dan siaran televisi
Tapi dari pengalaman saya, yang sering diputar itu video klip. Dari angkotlah untuk pertama kali saya menonton video klip “Cinta Terlarang” The Virgin. Video itu dilengkapi lirik, jadi saya merasa seperti sedang berada di ruang karoke.
3# Sound system dan musik yang update
Nah, bagi kami, terkhususnya saya, angkot telah menjadi media paling update kalau soal musik. Jadi kuncinya jika ingin mengetahui musik terbaru saat itu, ya naik angkot. Apalagi dengan sound system yang aduhai bisa menyesakkan jantung hati itu, pengalaman mendengarkan musik di atas angkot adalah pengalaman yang begitu menyenangkan.
Pernah suatu ketika saya bertanya ke sopir dari mana ia bisa mendapatkan musik-musik baru. Kata si sopir, tiap minggu sekali para penjual CD musik di pasar selalu menawarkan musik-musik baru. Jadi ekosistem permusikan kala itu begitu kompleks, dari penjual kaset-ke sopir angkot-ke penumpang. Sebab saat itu kami belum akrab dengan yang namanya internet dan lain sebaginya.
Musik-musik itu tentu tidak hanya musik pop, tapi berbagai jenis musik. Mulai dari reggae, EDM, DJ remix, pop, koplo, dan emo. Khazanahnya mulai dari Indonesia sampai mancanegara.
4# Keberanian untuk ngebut-ngebutan
Jika ingin melihat Tokyo Drift atau The Fast and the Furious di Padang, ya jawabannya adalah angkot di jalan raya. Ngebut-ngebutan macam begitu sudah biasa, seperti jalan raya itu punya nenek moyang mereka saja, melaju dan menyalip sekehendak hati.
Kadang jika satu klub berada di jalur yang sama, mereka pun perpacu-pacu macam di jalan itu tidak ada kendaraan lain. Jika saya memosisikan diri sebagai seorang pengendara lain, hal itu memang menjengkelkan. Tapi itu akan sangat menyenangkan jika saya adalah penumpangnya. Haha!
Ditambah lagi bunyi knalpotnya yang macam batuk orang mau mati, wah, tambah ramai jalan raya itu dibuatnya. Mereka seperti tidak peduli dan memang tidak perlu bersusah melihat kanan-kiri untuk mencari penumpang karena mereka sudah punya penumpang langganan.
5# Minibar
Setidaknya saya bisa agak bersombong jika Om Hotman Paris melagakkan mobil-mobil mewahnya. Tidak perlu duit miliaran, dengan dua ribu rupiah saja, saya bisa menikmati mobil mewah yang ada minibarnya!
6# Tabung nos
Ini yang terakhir dan saya rasa tidak akan dimiliki oleh angkot lain di seluruh dunia. Ya, benar, tabung Nos atau nitrous oxide system. Tabung itu biasanya diletakkan di dekat persneling. Banyak juga mobil angkot di Padang yang mempunyai ini.
Selama pengalaman saya naik angkot, memang mereka belum pernah memakainya. Tapi ketika saya ajak bercerita si sopir, beliau mengatakan kalau tabung ini hanya akan mereka pakai dalam kondisi darurat.
Lalu saya tanya, “Kondisi darurat yang bagaimana, Bang?”
Dijawabnya, “Ketika cinta saya ditolak dedek-dedek SMA.”
Onde mande kanduang!
Sumber gambar: Wikimedia Commons
BACA JUGA Surat untuk Teman-teman yang Masih Berpikir kalau Padang Itu Adalah Keseluruhan Provinsi Sumatera Barat dan tulisan Muhaimin Nurrizqy lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.