5 Tipe Ibu-ibu Pengajian yang Sering Ditemui Saat Ngaji Mingguan

5 Tipe Ibu-ibu Pengajian yang Sering Ditemui Saat Ngaji Mingguan terminal mojok.co

5 Tipe Ibu-ibu Pengajian yang Sering Ditemui Saat Ngaji Mingguan terminal mojok.co

Sebagai manusia yang tinggal di kompleks perumahan, saya tentu sudah nggak asing dengan kegiatan sosial, mulai dari kerja bakti hingga pengajian. Kebetulan, kakak saya sudah menikah tinggal di rumahnya sendiri. Dan rumahnya terletak nggak jauh dari rumah saya dan orang tua. Beliau adalah orang yang aktif dengan kegiatan sosial khususnya pengajian. Saking aktifnya, saya yang melihat saja sampai berdecak kagum. Nggak capek ya setiap hari pengajian melulu, di kelompok pengajian yang berbeda-beda pula?

Secara garis besar, pengajian ini biasanya dimulai dengan membaca Al-Fatihah yang dilanjutkan dengan surah Yasin. Tak lupa juga di ujung agenda akan ada syair-syair selawat yang diiringi kasidah rebana. Lokasi pengajian ditentukan secara bergantian yang kebetulan beberapa kali kakak saya mendapat giliran untuk menjadi tuan rumah. Nah, di beberapa kesempatan menjadi tuan rumah yang super sibuk tersebut, selain mendapat berkah selawat dan lelahnya nyuci piring kotor, saya juga melihat beberapa tipe ibu-ibu dari yang normal hingga menyebalkan dan selalu ada saat pengajian berlangsung.

#1 Penyair

Kalau diibaratkan sebuah konser, penyair adalah pemeran utamanya. Jika sesi selawatan sudah tiba, ibu yang tugasnya menjadi penyair akan bersinar paling terang kemudian melantunkan selawat dengan merdu. Biasanya, ibu-ibu yang mendapat tugas menjadi penyair adalah ibu RT, ketua pengajian, atau ibu-ibu yang masih muda, energik, dan bersuara fresh. Pasalnya, jika penyairnya adalah ibu yang sudah lumayan lanjut usia, bakal ngos-ngosan. Kan, malah kasihan.

#2 Penabuh rebana

Kasidahan memang menjadi momen paling seru sekaligus ramai saat pengajian berlangsung. Sialnya, saya suka ngantuk kalau lagi sesi baca Yasin dan langsung segar ketika mendengar tabuhan rebana. Ya, gimana nggak segar, wong bunyinya membahana, je. Nah, ibu-ibu yang bertugas menjadi penabuh rebana akan sangat bersemangat ketika sesi kasidahan dimulai. Sembari mengiringi ibu penyair, ibu-ibu tim penabuh rebana akan saling sahut-menyahut menggunakan rebana yang dipegangnya. Penyair dan penabuh rebana sudah seperti pemeran utama dalam pengajian, yang lain cuma pemeran pendukung. Hahaha.

#3 Manusia biasa

Tipe ibu-ibu yang begini biasanya punya siklus datang, mengikuti jalannya acara dengan duduk tenang, bayar iuran pengajian, makan, dan pulang. Benar-benar wujud ideal dari manusia biasa. Walau bukan pemeran utama dalam pengajian, nyatanya ibu-ibu dengan tipe yang seperti ini sangat membantu kelangsungan hidup kelompok pengajian tersebut. Walaupun nggak banyak berpartisipasi dalam jalannya acara, tapi kehadiran serta uang iuran beliau-beliau ini sangat membantu mempertahankan berdirinya kelompok pengajian. Selain itu, bayangkan saja kalau kelompok pengajian hanya diisi oleh tim penabuh rebana dan penyair, nggak ada yang jadi penonton, dong. Kan, nggak seru.

#4 Tukang titip absen dan iuran

Hmmm, mari kita berpositif thinking, barangkali keadaan ibu-ibu yang hobi titip absen dan iuran ini sedang tidak baik, jadi maklumi saja. Tapi, fakta mengejutkannya, ada loh jenis ibu-ibu yang hobi nitip absen sekaligus iuran sampai 15 kali. Bendahara pengajian sudah seperti jasa titip sebab akan diminta untuk menutup iuran yang berlubang milik beliau-beliau ini. Sayangnya, kakak saya adalah bendahara tersebut dan menomboki iuran orang lain sudah jadi kesehariannya.

Namun, jangan underestimate dulu. Ibu-ibu yang hobi titip absen dan iuran ini juga punya peran besar dalam pengajian. Menjadi tukang titip absen dan iuran berarti bersedia dijadikan bahan gosip, sebab nggak pernah hadir di pengajian dan hanya numpang nama di buku keanggotaan. Acara gosip tersebut membuat pengajian menjadi lebih berwarna, walaupun tentu saja hal ini nggak terjadi di semua tempat. Jadi, kita nggak perlu meragukan sekuat apa mental beliau-beliau yang dijadikan bahan bisik-bisik ini.

#5 Tukang protes

Lagi-lagi saya mencoba berpositif thinking. Menghadapi ibu-ibu yang berwatak tukang protes itu perlu kesabaran ekstra. Mulai dari request syair selawat yang dibawakan, kecap atau sambal yang kurang saat sesi makan-makan, kekurangan nasi atau sop milik anak-anak yang tumpah, meminta plastik untuk membungkus makanan, hampir tiap hal yang terlihat chaos pasti akan diprotes. Nggak jarang juga beliau bakal teriak ke orang yang bersangkutan. Padahal, protes dari beliau itu malah nambahin kadar chaos saat hal tersebut berlangsung. Jadi pengin tak hiiih, gitu.

BACA JUGA Mengenal Tipe Ibu-ibu yang Beli Jajan di Lapak Jajan Tradisional dan tulisan Vivi Wasriani lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version