Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

5 Panduan Mudah Belajar Dialek Pandhalungan bagi Orang Awam yang Bingung di Jember Pakai Bahasa Jawa atau Madura

Adhitiya Prasta Pratama oleh Adhitiya Prasta Pratama
29 Agustus 2021
A A
5 Panduan Mudah Belajar Dialek Pandhalungan bagi Orang Awam yang Bingung di Jember Pakai Bahasa Jawa atau Madura terminal mojok
Share on FacebookShare on Twitter

Pada dasarnya, dialek Pandhalungan memang banyak diserap dari kosakata bahasa Madura.

Menjelma menjadi seonggok putra Jember asli, saya memiliki kewajiban untuk mengenalkan semua aspek yang ada di daerah saya. Sebab, di Jember, selain menemukan hamparan perkebunan dan gumuk (bukit kecil) yang luasnya nganthi koyo negoro Ngamarto, kalian juga akan menemukan berbagai macam wisata yang maknyus-maknyus. Mulai dari air terjun, pantai, gunung, telaga, sungai, bahkan wisata modern seperti Jember Fashion Carnival (JFC) pun ada, lho. Pokoknya, nek kalian mampir ke sini, nggak bakalan rugi wes. Saya jamin.

Akan tetapi, persoalan lain yang timbul dari wisatawan luar selain nggak tahu Jember itu ada di mana adalah perdebatan perihal bahasanya. Pasalnya, orang awam akan bingung, “Jember itu pakai bahasa Madura apa Jawa, seh?” For your information saja, nih, Gaes, sebenarnya di Jember mau pakai bahasa apa saja itu mashok kabeh. Entah kalian pakai bahasa Madura, Jawa, Indonesia, bahkan bahasa Inggris atau Rusia pun ora opo-opo, yang penting jangan pakai bahasa kalbu, sebab uwong sini bakalan ora mudheng. Meski begitu, yang jadi unik dari kota daerah Tapal Kuda ini adalah memiliki dialek-dialek tersendiri. Hah? Apa itu, Rek? Yup, kebanyakan masyarakat sini menyebutnya sebagai dialek ala Jemberan.

Bagi yang belum tahu, dialek Jemberan ini merupakan salah satu dialek yang unik. Sebab, di Jember, dalam historinya memiliki percampuran dua kultur yang sangat fenomenal, yakni antara etnis Madura dan suku Jawa. Akibatnya, dari kedua percampuran tersebut menghasilkan perpaduan dialek yang khas bagi orang-orang Jember sendiri. Atau, orang-orang sini sering juga menyebutnya sebagai dialek Pandhalungan.

Uniknya lagi, dialek Jemberan/Pandhalungan ini memiliki tiga versi cara penggunaannya, yaitu bahasa Jawa logat Madura, bahasa Madura agak ke-Jawa-jawa-an, dan dialek Pandhalungan sendiri. Lha, kok bisa gitu? Karena secara kultural, geografis, sosial, dan bahasa, nyatanya Jember dibagi menjadi tiga bagian, yakni Jember Lor, Jember Pusat/Kota, dan Jember Kidul. Jember Lor cenderung kultur Madura, Jember Kidul cenderung Jawa Mataraman, dan Jember Kota disinyalir sebagai pusat Pandhalungan itu sendiri.

Sek, sabar-sabar, setelah ini saya akan ajari bagaimana cara menggunakan dialeknya. Wes, pokoknya simpel, mudah, dan bisa langsung dipraktikkan.

#1 Menggunakan imbuhan “cek”

Bagi yang pertama kali mampir ke sini, mungkin dalam aktivitasnya akan sering menemui imbuhan tersebut. Kalau saya boleh tafsir, sih, Gaes, sebenarnya kata “cek” ini nggak ada arti khususnya, lho. Alias, nggak bisa berdiri sendiri. Nah, itu dia alasan mengapa selama ini kesendirian selalu nihil makna. Welah…

Saya contohkan, deh. Misalnya dalam kalimat seperti ini: Boh, cek suwine lak dandan (Lama banget kalau dandan)/ Cek megeline wong iku (Nyebelin banget orang itu)/ Cek ayune si Maudy Ayunda (Cantik banget Maudy Ayunda)”.

Baca Juga:

Lumajang Sangat Tidak Cocok Jadi Tempat Slow Living: Niat Ngilangin Pusing dapatnya Malah Sinting

Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

Mungkin, bedanya, kalau dari teman-teman saya luar Jember, kata “Cek” biasa diganti dengan imbuhan huruf “o & u”. Contoh, “Luamae lak dandan/ Ancen ngguatheli wong iku/ Asli ouayu si Maudy Ayunda iku.”. Begitulah kira-kira.

#2 Menggunakan imbuhan “mak”

Eits, ini bukan kependekan dari emak-emak, lho, ya. Awas saja sampai dimaknai seperti itu. Sebenarnya, sih, sama saja seperti “cek”, imbuhan “mak” sama-sama nggak bisa berdiri sendiri—perlu kata pendukung. Atau, kalau saya bisa mengambil kesimpulan sendiri, nih, ya, kata “mak” bisa diartikan seperti “kok” dalam bahasa Indonesia.

Penggunaannya pun seperti ini, misalnya ketika kita heran/takjub terhadap sesuatu, kita bisa bilang gini, “Mak tager ngunu?” Artinya kurang lebih, “Kok sampe segitunya/kok gitu, Njir? Atau ketika kita melihat teman yang habis putus cinta, juga bisa menggunakan kalimat ini, “Ya ampun, mak tager ngunu hubunganmu? Cek jahate, seh, pacarmu itu?”. Simpel, kan?

#3 Menggunakan format pengulangan kata

Pada dasarnya, dialek Pandhalungan memang banyak diserap dari kosakata bahasa Madura. Bahkan, saya berani survei kalau orang Jember itu mayoritas adalah orang Madura. Suwer! Sampai-sampai, ada orang yang bilang kalau daerah Tapal Kuda seperti Jember, Lumajang, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, dan sebagian Banyuwangi hingga Pasuruan adalah daerah Madura Swasta. Walah, walah…

Hasilnya, ada beberapa kata yang penggunaannya pun juga diulang-ulang layaknya orang Madura original. Misalnya: He, koen ojok co-koco, yo? (Kamu jangan pura-pura, ya?)/ Kamu, kok, dim mekodim gitu sama saya? (Kamu, kok, sok jago?)/ Koen ojok pacapa, lho, yo. Awas! (Kamu jangan omong doang. Awas!). Pokoknya gitu wes. Kalau nggak tahu kosakatanya, yawes terserah saja, pokok kata-katanya mashok untuk diulang-ulang. Hehehe.

#4 Menggunakan kata ganti orang “Madt’

Biasanya, waktu kita ngobrol dengan orang, apa sih, kata ganti orang yang paling favorit? Pasti kalau nggak Bro, Rek, Ker/Sam (buat anak Malang), atau Cok (ala arek Suroboyoan). Nah, di Jember ada juga, loh, yakni “madt”.

Bercermin dari pengalaman saya, yang ngobrol dengan teman-teman lintas dialek, rasanya sangat-sangat ndhagel. Bagaimana tidak, wong saya ngobrolnya dengan arek Malang dan Surabaya, kok. Hahaha. Bisa dibayangkan gimana ngobrol dengan tiga dialek berbeda itu. Jan mashok tenan!

Contohnya gini, waktu itu, saya pergi ke kos teman saya. Namun, teman saya yang arek Malang ini ternyata nggak ada, akhirnya saya telepon, dong, “Halo! Kamu nangdi sekarang, Madt?” Teman saya membalas, “Lah, umak seng di mana? Uka wes di sini, Sam, di kamar ujung.” Hahaha, sangat primordial banget, nggak, tuh.

Belum lagi dengan teman saya yang asli Surabaya. Ketika itu, saya diajak ngopi di salah satu warkop dekat kampus saya. “Koen sidoe ngopi nak ndi, Cok,?” ajak teman saya dengan dialek Surabayanya yang kental. Saya membalas, “Mak takok aku, Madt. Koen yang ngajak, ojok pacapa, tok, lho, ya?” Hahaha.

#5 Kalau kesulitan, campur saja bahasa Jawa, Madura, dan Indonesia

Solusi ini mungkin solusi paling nge-cheat untuk belajar dialek Pandhalungan. Hahaha. Biasanya, dialek ini digunakan oleh orang-orang yang bisa bahasa Madura dan Jawa sekaligus, namun sialnya mereka nggak bisa kosakata Pandhalungan. Atau, biasa juga digunakan oleh mahasiswa perantauan yang kebetulan sudah lama tinggal di Jember.

Yah, mungkin bisa dibayangkan, ya, gimana orang ngomong pakai Jawa logat Madura ataupun sebaliknya. dan uniknya lagi juga dicampur dengan bahasa Indonesia pula. Walah, walah… Syukur-syukur dicampur bahasa Inggris juga, jan multilanguage tenan. Hehehe.

Nah, itulah panduan mudah cara ngomong ala Jember dengan dialek Pandhalungannya. Simpel, bukan? Sebenarnya, sih, masih banyak kosakata asli Pandhalungan yang lain, tapi yaweslah lain kali saja. Mungkin, biar nggak spaneng dan penasaran, saya akan berikan sedikit kosakata Pandhalungan yang familier untuk aktivitas sehari-hari. Contohnya seperti ini:

Agean = Cepetan, dong

Beno = Biarin, sudah

Carpak = Halah, bullshit

Co-koco = Pura-pura

Creme = Bawel, ih

Dim-mekodim = Sok jago, ya

Duduk = Bukan

Gridu = Rusuh

Huhkah! = Astaga/Ya Ampun! (dengan nada kesal+kecewa)

Mara = Ayolah

Mak tager = Kok, begitu

Megeli = Nyebelin

Metao’ = Sotoy

Ngessir = Naksir

Pacapa = Omdo (Omong doang)

Perak’an = Hanya/cuma

Senggel = Duel, one by one

Sopoan = Siapa aja?

Intinya, kalau kalian mau dolan ke luar kota, mau pakai bahasa Jepang, Belanda, Portugis, Jerman, Swiss, Indonesia, dan segala macam, syaratnya hanya satu, tuturkan dengan sopan. Soalnya, bahasa apa pun kalau nuturnya nggak sopan, ya, bakal ditempeleng kalian. Apalagi, ketika berkunjung ke kota orang. Tapi, ya, Gaes, kalau kalian dolannya di Jember, pasti dijamin aman, kok. Kalian mau pergi ke mana pun nanti akan diantar sama tour guide-nya. Kalaupun kebetulan nggak ada tour guide-nya, yawes, diantar sama saya saja. Hehehe.

Oiya, habis ini jangan lupa dipraktikkan, lho, Gaes. Nanti, kalau kalian ke Jember, akan saya tes langsung.

BACA JUGA 4 Kegiatan Emak-emak di Jember yang Hanya Dilakukan ketika Musim Tembakau Tiba dan tulisan Adhitiya Prasta Pratama lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 29 Agustus 2021 oleh

Tags: jawa timurjemberpandhalungan
Adhitiya Prasta Pratama

Adhitiya Prasta Pratama

Seorang mahasiswa yang hobi baca apa aja di depannya.

ArtikelTerkait

6 Kecap Legendaris dari Jawa Timur Perpaduan Kekuatan Bangsa Romawi dan Kecerdasan Orang Tionghoa Terminal Mojok

6 Kecap Legendaris dari Jawa Timur: Perpaduan Kekuatan Bangsa Romawi dan Kecerdasan Orang Tionghoa

7 September 2022
Wisata Jember Nestapa di Puncak Rembangan Arjasa (Unsplash)

Nestapa Wisata Jember: Puncak Rembangan di Kecamatan Arjasa Butuh Perhatian dan Pengelolaan Maksimal

31 Juli 2023
Museum di Surabaya Memang Banyak, tapi Teks Deskripsinya Bikin Pengunjung Gagal Paham

Museum di Surabaya Memang Banyak, tapi Teks Deskripsinya Bikin Pengunjung Gagal Paham

26 Juni 2024
3 Rekomendasi Tempat Bersedih di Jember, Kota Paling Romantis yang Sering Bikin Nangis

3 Rekomendasi Tempat Bersedih di Jember, Kota yang Katanya Paling Romantis

19 Juli 2023
4 Minuman Legendaris Khas Jawa Timur yang Memiliki Efek Setara Miras

4 Minuman Legendaris Khas Jawa Timur yang Memiliki Efek Setara Miras

7 Januari 2024
6 Kuliner Madura yang Cocok untuk Dijadikan Oleh-oleh Terminal Mojok

6 Kuliner Madura yang Cocok Dijadikan Oleh-oleh

7 September 2022
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Tombol Penyeberangan UIN Jakarta: Fitur Uji Nyali yang Bikin Mahasiswa Merasa Berdosa

Tombol Penyeberangan UIN Jakarta: Fitur Uji Nyali yang Bikin Mahasiswa Merasa Berdosa

16 Desember 2025
Bangsring Underwater, Surga Wisata Bawah Laut Banyuwangi yang Tercoreng Pungli

Bangsring Underwater, Surga Wisata Bawah Laut Banyuwangi yang Tercoreng Pungli

15 Desember 2025
Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

16 Desember 2025
Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

19 Desember 2025
Kasta Sambal Finna dari yang Enak Banget Sampai yang Mending Skip Aja

Kasta Sambal Finna dari yang Enak Banget Sampai yang Mending Skip Aja

19 Desember 2025
Lumajang Bikin Sinting. Slow Living? Malah Tambah Pusing (Unsplash)

Lumajang Sangat Tidak Cocok Jadi Tempat Slow Living: Niat Ngilangin Pusing dapatnya Malah Sinting

19 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.