Bulan Ramadan telah tiba. Ketika memasuki bulan suci ini, tentu setiap daerah punya tradisi yang berbeda, terlebih bagi orang Madura. Pasalnya, bagi orang Madura, bulan yang penuh limpahan rahmat dan ampunan dari-Nya ini merupakan bulan yang istimewa dan sangat sakral. Saking sakralnya, ada kebiasaan orang Madura di bulan Ramadan yang cukup menarik.
Berikut 5 kebiasaan orang Madura yang begitu antusias saat sambut bulan Ramadan.
#1 Sangat rajin menabung uang untuk beli baju baru
Bagi orang Madura, khususnya rakyat biasa yang tidak kaya, membeli baju baru untuk Lebaran itu harus menabung terlebih dulu. Bahkan saking antusiasnya menabung, anak-anak remaja di Madura yang biasanya merokok, saat Ramadan beralih ke tingwe. Pasalnya, kalau membeli rokok mahal semacam Surya, Sampoerna, dan semacamnya, uangnya akan cepat habis dan ia gagal beli baju baru.
Bagi sebagian besar orang Madura, rasanya kurang sah berpuasa, jika saat Lebaran tidak pakai baju baru. Baik dari kopiah sampai sandal, harus ganti dengan totalitas. Sebagian orang tua di Madura bahkan rela jika harus menggadaikan emasnya agar bisa membelikan baju baru untuk anak-anaknya.
#2 Enggan beli sarung harga murah
Baru berpuasa beberapa hari saja, sebagian orang Madura kadang sudah ambil ancang-ancang untuk membeli sarung. Bahkan, ia sudah mulai memikirkan dan menguatkan tekad: memilih merek sarung apa? Mulai sarung Abu Yaman, Donggala, hingga Lamiri yang harganya lebih dari Rp200 ribu itu sudah berada dalam jangkauan target. Terkadang, rasanya kurang menyenangkan kalau Lebaran “cuma pakai” sarung Gadjah Duduk yang harganya cuma Rp60-70 ribu itu.
#3 Tradisi kosaran setahun sekali
Nggak usah panik bila sampai di Madura melihat makam penuh dengan rumput liar. Sebab, selain bulan Ramadan, makam leluhur di Madura memang jarang sekali dibersihkan. Kalau melihat orang-orang menunduk di kuburan sambil memegang arit, itu bukan bersih-bersih, tapi ngarit. Ya, orang Madura sudah terbiasa ngarit di kuburan.
Akan tetapi, perihal ngaji ke kuburan setiap Kamis sore, meski bukan menjelang bulan Ramadan, seolah itu sudah jadi kewajiban.
Orang Madura membersihkan makam leluhurnya ketika bulan Ramadan saja. Lazimnya, sepuluh hari menjelang Idul Fitri. Biasanya, masjid di hampir seantero Madura akan memberi pengumuman bahwa hari, tanggal, dan jam sekian akan dilaksanakan bersih-bersih di area makam. Nah, bersih-bersih menjelang Idul Fitri ini disebut dengan kosaran.
#4 Tradisi “maleman” mayoritas dimulai sebelum tanggal 21
Maleman adalah tradisi yang biasanya dilaksanakan di tanggal 10 hari terakhir Ramadan (tanggal 21, 23, 25, 27, dan 29). Biasanya dilakukan dengan berkumpul dan doa bersama untuk menyambut Lailatul Qodar. Bagi orang Madura, tradisi maleman atau lekoran adalah hal yang sangat penting. Saking antusiasnya, hampir sebagian besar orang Madura bahkan mulai melakukan tradisi ini sebelum tanggal 21 Ramadan.
Mengapa dimulai sebelum tanggal 21? Begini. Ketika masuk tanggal 20 Ramadan, orang Madura akan mulai mengundang tetangganya untuk datang ke rumahnya pada esok hari (tanggal 21) untuk maleman. Saking bergairahnya, di tanggal 21-29 undangannya sering datang bersamaan dengan undangan tetangga lainnya.
Lantaran sering datang bersamaan, maka orang yang hadir pun jadi sedikit. Ketika tidak hadir, itu dianggap sama saja tidak menghargai tuan rumah yang telah mengundang dan menyiapkan hidangan buka puasa. Lantas, demi mencegah hal tersebut, mayoritas di kampung saya, tradisi maleman ini dimulai sejak tanggal 15 sampai 29 Ramadan.
#5 Bapak-bapak main karambol dan domino sampai sahur
Selama bulan Ramadan, orang Madura nggak hanya agresif Tarawih dan tadarus saja, tapi juga cukup antusias bermain karambol dan domino sampai sahur. Di sini, kalau bukan bulan Ramadan, karambol dan domino jarang dimainkan. Toh, walaupun dimainkan kadang sudah berhenti di jam 12 malam. Akan tetapi di Ramadan, kalau belum jam 3 dini hari, jangan disuruh berhenti. Percuma!
Itulah beberapa kebiasaan yang sering kali terjadi di Madura selama bulan Ramadan. Kebiasaan itulah yang membuat bulan ini terasa lebih berbeda dibandingkan bulan lainnya. Di bulan inilah, keakraban masyarakat Madura semakin terasa lekat.
Penulis: Zubairi
Editor: Audian Laili
BACA JUGA Menampik Stigma Masyarakat Madura yang Selalu Dibilang Keras dan Beringas