Pernikahan uwu Dinda Hauw memang membawa berkah. Terutama untuk netizen Indonesia, dari yang tahu siapa itu Dinda Hauw, sampai yang nggak tahu sama sekali. Namun, demi ketahanan konten, ikut-ikutan komentar. Biar dapat likes, ritwit, dan interaksi seramai mungkin.
Tipe netizen yang “memanfaatkkan” Dinda Hauw ada macam-macam. Izinkan saya merangkumnya menjadi 5 golongan.
Golongan aleman
Golongan ini berisi manusia yang gampang aleman. Mendewakan betul hubungan-hubungan yang so called uwu padahal biasa aja. Mereka punya istilah-istilah malesin kayak gemay, unch, hingga jembud kisut.
Golongan yang kayak gini, yang bikin orang kayak Dinda Hauw bikin konten makin bikin perut mulas. Apa saja kontennya, dipandangnya uwu. Uwa uwu your eyes. Bikin mie instan saja nggak bisa apanya yang uwu.
Saya nggak mengatakan mereka menyebarkan pembodohan, namun golongan ini memiliki beberapa poin plus. Poin plus yang pertama adalah kita bisa tahu bagaimana taraf bahagia menurut netizen. Dari pernikahan uwu-uwu kisut Dinda Hauw, kita bisa menakar negeri dongeng utopia ala netizen Indonesia itu bagaimana. Tidak hanya meninggalkan sepatu kaca di altar pesta dansa, hal-hal berbasis agama juga bisa menjadi santapan lezat sebuah ke-uwu-an.
Poin plus kedua ya kita bisa melihat kategori romantis apa yang bisa masuk ke kepala mereka. Bukan lagi “rindu itu berat kamu nggak akan kuat”, tapi kata-kata “yank, tadi aqu ileran ngga?” adalah sebuah hal meta-romantis dalam tahap neo-kontemporer ala netizen Indonesia. Bukan juga beli TTS yang sudah diisi, tapi nggak bisa bikin Indomie adalah uwu yang hakiki.
Golongan yang sudah muak
Golongan kedua adalah mereka yang muak. Saya tidak menggeneralisasi, namun kebanyakan gerakan ini lahir dari Twitter. Mereka melihat ada yang salah dari fenomena ini.
Awalnya mereka diam dan secara nggak langsung menikmati trending Dinda Gauw. Namun, makin lama, tingkah yang dihasilkan golongan pertama dan pasangan tersebut bikin muak juga. Maka hadir twit kontra golong pertama.
Golongan kedua ini juga menghasilkan poin plus. Terutama bagi penikmat keributan di Twitter yang kayaknya sehari nggak baku hantam online, seperti ada yang kurang.
Golongan munafik
Golongan ini yang paling lucu. Mereka menyatakan abstain, tapi paham seluruh pekara kerusuhan huru-hara baku hantam karena Dinda Hauw. Contohnya orang yang bilang, “Ah, aku nggak paham sama trending Dinda Hauw. Bodo amat, sih. Tapi, tapi, tapi, konsep memantaskan diri itu blah blah blah.”
Golongan ini ingin tidak terlihat peduli, tapi di saat yang sama, ketidakinginannya ini malah memberikan satu makna bahwa ia mengikuti fenomena uwu mawut ini. Munafik betul.
Golongan senang-senang
Golongan senang-senang ini adalah sekumpulan orang yang mengincar sumber daya meme di tiap postingan viral Dinda Hauw.
Netizen ribet #dindahauw #dindahw #day1dindareyhalal pic.twitter.com/YCTDcIWRXp
— H S R L (@HasruLpunk) July 11, 2020
Golongan ini terbagi menjadi dua sub-golongan. Pertama, mereka yang nyolong ya nyolong aja. Berburu diam-diam. Kedua, mereka yang minta izin dulu, memenuhi SOP nyolong meme. Misalnya dengan meninggalkan meme yang lain. Semacam barter.
Golongan nggak tahu diri
Jika golongan pertama sudah wagu, ini yang paling wagu. Golongan ini menyerang DM bribikannya dengan meniru proses uwu Dinda Hauw sama uwuannya. Misalnya: “Tipe (perempuan/pria/calon pendamping) kamu itu gimana, sih?”
Tidak hanya sampai sana, biasanya DM tersebut berlanjut begini: “Mau memantaskan diri buat kamu.” Haesh. Niatnya mau kelihatan uwu, tapi jadinya malah wagu. Apalagi kalau orang-orang dari golongan ini malah ganggu privasi orang.
BACA JUGA Nostalgia Rental PS 2 yang Diabadikan dalam Tiap Gimnya dan tulisan Gusti Aditya lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.