Sebagai masyarakat yang lekat dengan tradisi minum-minum, di kampung saya, ada banyak orang yang bisa dicap sebagai peminum. Mereka ini menjadikan minuman keras tidak sekadar pelarian, tapi sebagai bentuk eksistensi diri. Saya biasanya mengistilahkan para peminum ini sebagai manusia yang telah melampaui batas manusianya.
Pasalnya, mereka sudah ada di posisi yang tinggi. Jika sudah bersentuhan dengan minuman, mereka ini biasanya melakukan hal-hal yang tidak bisa nalar oleh mereka yang bukan peminum.
Mengamati perilaku orang mabuk di kampung saya, ada beberapa hal yang bisa saya ceritakan sebagai gambaran. Saya sangat yakin, hal yang sama mungkin juga terjadi di tempat-tempat dengan tradisi minum alkohol yang kuat.
#1 Si rese kalau lagi mabuk
Saya kira kelompok ini tidak hanya ada di kampung saya. Di semua tempat punya pemabuk dengan kategori ini. Mereka biasanya didominasi oleh remaja tanggung yang sedang panas-panasnya. Saya yakin, bang Haji Rhoma membuat lagu “Darah Muda” ditujukan untuk kelompok pemabuk ini.
Kelompok rese ini, memiliki beberapa template yang dilakukan saat sudah mabuk dan siap rese. Paling banyak, mereka bikin rese di acara joget yang biasanya dilakukan malam sebelum hajatan. Mereka sengaja saling senggol lalu saling teriak, dan sepersekian detik terjadilah huru-hara yang mereka inginkan.
Selain saling senggol, ada cara lain, mencari musuh yang sudah diincar sejak lama. Bisa musuh yang memang saling incar satu sama lain, bisa juga yang sekadar tidak suka sama yang diincarnya. Yang paling nggatheli, rese dengan lawan yang terlibat konflik asmara.
Ada juga orang mabuk yang resenya nggak kira-kira. Saat masih aktif sebagai peminum, abang saya yang masuk kategori pemabuk tipe ini pernah menggoyang-goyang nisan kuburan sambil teriak-teriak, “Banguunnn Bapak, Banguuuunnnnn!!!” Padahal waktu itu, bapak saya belum juga meninggal. Anak biadab!
#2 Si bijak kalau lagi mabuk
Saat mudik 2010, malam pertama puasa Ramadan waktu itu, seperti biasa saya berkunjung ke keluarga dekat. Sekadar untuk salam-sapa agar keluarga dan tetangga tahu bahwa saya mudik tahun ini.
Lantaran banyaknya keluarga, saya melewati rutinitas setiap mudik saya ini sampai waktu selesai tarawih. Bertemulah saya dengan seorang kawan sekolah saya dulu yang sudah menikah dan saat itu istrinya sedang hamil.
Dari bau mulutnya, saya sudah bisa menebak bahwa si teman ini habis minum-minum. Sepertinya, ia sedang di kondisi puncak mabuknya. Jalannya memang tidak sempoyongan, tapi dari gaya bahasanya yang seperti anak kecil baru belajar ngomong, kita sudah bisa memakluminya.
Mulailah “si bijak kalau lagi mabuk ini” bercerita ngalor ngidul. Hampir semua yang diceritakannya adalah hal bijak dan hikmah kehidupan yang sudah dijalaninya selama ini.
Di antaranya, perihal tidak lanjut sekolah saat usianya masih belasan dulu. Termasuk keputusannya menikah yang penuh drama dan kontroversi. Teman saya yang sungguh bijaksana ini seperti memiliki segudang cerita hikmah dan kebijaksanaan yang disimpannya.
Anehnya, sepanjang pembicaraan yang sampai masuk waktu sahur itu, saya hanya manggut-manggut atau mengiyakan. Bajingan sekali, aku mabuk oleh pembicaraan orang mabuk.
#3 Si psiko
Perbedaan kelompok pemabuk ini dengan kelompok rese adalah apa yang mereka tampilkan setelah huru-hara muncul. Jika si rese biasanya akan selesai urusan ketika dilerai orang banyak, tidak dengan kelompok ini. Masalahnya, mereka bawa senjata tajam. Ya, minimal keris, lah. Ada yang bawa parang panjang ataupun samurai. Ada yang mau melerai?
Hal yang tidak bisa dianggap sepele ketika mereka menemukan lawan yang menerima tantangan. Saling tebas tidak bisa dihentikan. Biasanya sampai pada kondisi ketika salah satu atau salah duanya sudah terkapar. Darah menyembur ke mana-mana. Dan orang-orang, terutama cewek-cewek sudah pada histeris menyaksikan adu parang dan adu jimat itu.
Untungnya, sejauh yang saya tahu, selama para psiko ini menginvasi dalam kondisi mabuk yang sampai menyebabkan perkelahian menggunakan sajam, belum pernah ada yang sampai meninggal. Maksimal luka parah dan sekarat.
#4 Si bodo amat
Saya benci dengan alkohol, dan ini berimbas membenci siapa saja yang melakukan agenda minum-minum. Nah, khusus untuk kelompok bodo amat ini, saya masih bisa sedikit rispek.
Dalam kondisi mabuk, orang-orang ini biasanya bodo amat dengan kejadian apa pun di sekitar mereka. Kalau itu bukan urusan mereka, mereka tidak mau ngurusi. Bahkan andaikata itu ada kaitannya dengan mereka, mereka kadang menolak terlibat demi menghindari kejadian lebih rumit dan panjang.
Kelompok ini, di kampung saya didominasi oleh orang-orang tua yang sudah melampaui jam minum lebih dari 10.000 gelas. Mereka hanya minum untuk sekadar merasakan sensasi mabuk. Mereka lalu akan pulang ke rumah dan tidur.
Atau jika di rumah dirasa tidak akan diterima baik oleh istri dan anak-anaknya, mereka akan mencari tempat yang nyaman untuk istirahat. Di tempat tersebut, mereka akan menghilangkan efek mabuk dari alkohol yang mereka konsumsi. Lantas, mereka pulang ke rumah masing-masing dengan tenang. Sungguh, damai sekali, bukan?
Penulis: Taufik
Editor: Audian Laili