4 Orang Sopan Selain Rachel Vennya yang Layak Dihargai

4 Orang Sopan Selain Rachel Vennya yang Layak Dihargai terminal mojok.co

Sebelumnya, saya mau berterima kasih kepada Rachel Vennya. Berkat dia, saya jadi tahu kalau fungsi influencer selain endorse dan memamerkan harta adalah memberi tahu masyarakat kalau bersikap sopan bisa membuat kita lolos dari jerat hukum, asalkan kita punya uang.

Kabur dari karantina dengan cara menyogok sebesar 40 juta rupiah demi membahagiakan diri sendiri di Bali dan mengakui semua perbuatannya dengan terus terang adalah perilaku sopan, menurut yang mulai hakim. Meskipun bagi saya sih nggak sopan, ya. Ada lebih banyak orang di luar sana yang sopan dan mereka lebih patut dihargai daripada Rachel Vennya.

Mohon maaf nih Buna, saya bukan hater. Tapi bagi saya, orang-orang berikut lebih sopan daripada sampean.

#1 Pengendara jalan yang pelan-pelan saat ada genangan air

Musim hujan akhir-akhir ini membuat beberapa jalan di Surabaya tergenang air. Nggak sampai banjir, sih. Namun, ini cukup mengganggu, apalagi kalau kita lagi motoran, eh pengendara lain maen ngegas aja pas ngelewatin genangan dan menyebabkan airnya membasahi badan kita. Hadeeeh. Meskipun jalan raya tempat umum, tapi etikanya digunakan, Bos!

Perilaku ngawur itu nggak hanya dilakukan satu-dua orang, tapi banyak banget. Jadi, kalau ada pengendara motor atau mobil yang lewat genangan air tapi gasnya dipelankan, mereka adalah golongan orang sopan dan berhati mulia. Orang jenis ini tampaknya nggak mungkin kabur dari karantina. Lah wong mencipratkan air ke orang lain saja nggak tega, apalagi menyebarkan virus corona ke keluarga dan orang di sekitarnya.

#2 Orang yang memastikan dirinya punya garasi/tempat parkir sebelum beli mobil

Saat produsen mobil berlomba memberikan harga murah sementara harga tanah terus melambung naik, di sanalah muncul masalah baru: krisis lahan parkir. Hal ini terutama terjadi di kota kota besar seperti Surabaya.

Banyak orang mampu beli mobil. Kadang satu rumah ada tiga mobil. Ya, nggak apa-apa, sih. Namun, ini menjadi masalah kalau yang bersangkutan rumahnya nggak punya area parkir yang cukup. Akhirnya mereka memarkir mobilnya di bahu jalan.

Kalau ini dilakukan satu orang, kita masih bisa melewati jalan tersebut. Tapi kalau satu gang pada parkir di bahu jalan semua, apalagi posisinya zig zag, sumpah ngeselin banget itu. Kita yang mau lewat jadi repot, ntar kalau mobilnya keserempet dan lecet, marah. Terus yak opo karepmu?

Menahan diri untuk nggak membeli mobil karena belum punya parkiran, memang berat. Apalagi di tengah gempuran godaan cicilan ringan dengan tenor panjang. Rasa ingin punya mobil agar nggak kehujanan saat berkendara pastilah besar. Kalau ada yang mampu menahannya, mereka pasti jenis manusia yang nggak egois, nggak mudah termakan bujuk rayu hedonisme. Karena nggak mudah tergoda, mereka kayaknya juga nggak mungkin kabur karantina hanya karena iming-iming indahnya Bali dan privat party.

Orang yang memastikan dirinya punya garasi sebelum beli mobil adalah orang sopan. Pasalnya, ia tidak egois dan justru merasa sungkan kalau harus merepotkan pengendara jalan dengan parkir sembarangan. Rispek!

#3 Teman yang nggak hedon saat masih punya utang

Pernah nggak ketemu orang yang ngutang tapi gaya hidupnya lebih hedon daripada yang ngutangin? Orang yang ngutang asyik minum The Macalan di Holywing. Orang yang minjemin duit justru minum kopi di angkringan dan makan nasi kucing.

Orang yang suka pamer kehidupannya mewah padahal masih berutang ini ternyata banyak sekali. Sepertinya, kita memang sedang hidup di zaman orang yang berutang lebih sombong daripada yang ngutangin.

Jadi, kalau ada orang yang sadar diri, berusaha untuk melunasi utangnya dulu dan nggak pamer senang-senang di hadapan orang yang memberi utang, sungguh saya rispek. Saya merasa dia sopan karena berusaha menjaga perasaan orang lain (baca: orang yang memberi utang). Sikap demikian cukup langka di tengah gencarnya budaya update status dan pamer harta.

#4 Bos yang nggak telepon urusan kerjaan di luar jam kantor

Siapa yang suka ditelepon atasan di luar jam kantor? Saya kira hampir semua budak korporat pernah merasakannya, bahkan sering. Sungguh rasanya amat sangat tidak enak. Mau nggak diangkat kok khawatir dipecat, diangkat kok pasti bahas kerjaan. Pilihan yang amat merepotkan, ujung-ujungnya pasti tetap diangkat dengan hati nggerundel.

Kalau kalian punya bos yang nggak telepon di luar jam kantor, percayalah, hal seperti itu adalah previlese yang nggak dimiliki semua orang. Kalian harus mensyukurinya. Bos yang nggak menghubungi kita di saat kita sudah di rumah adalah mahluk Tuhan paling pengertian dan sopan. Nggak ganggu waktu istirahat kita di rumah adalah perilaku sopan tingkat tinggi loh, ya. Jangan salah, sebagai pekerja keinginan kami selain naik gaji adalah dibiarkan tenang saat di rumah. Camkan itu!

Itulah empat orang yang menurut saya sopan. Bahkan, mereka lebih sopan dari pada Buna. Pasalnya, sikap sopan mereka tidak digunakan untuk meringankan hukuman penjara.

Sumber Gambar: Unsplash

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version