Setelah banyak berseliweran konten tentang bahasa Jaksel di media sosial, saya mencoba menyelami “keunikan” bahasa Jaksel ini. Saya berusaha memahaminya di kanal YouTube Podcast Kesel Aje yang sering membuat konten bahasa Jaksel.
Ternyata setelah saya coba menyelami konten dari Podcast Kesel Aje, saya rasa bahasa Jaksel ini tidak jauh beda dengan bahasa pergaulan yang biasa saya pakai yaitu bahasa Cikarang. Setelah saya cerna pelan-pelan, bahasa Cikarang memiliki banyak kemiripan dengan bahasa Jaksel. Berikut ini persamaan dari kedua bahasa tersebut.
#1 Dipengaruhi oleh dua bahasa
Bahasa yang disebut sebagai bahasa Jaksel adalah yang menggunakan campuran dua bahasa, yakni bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Kedua bahasa tersebut dicampur jadi satu dalam sebuah kalimat. Sementara bahasa Cikarang pun begitu. Bedanya, bahasa campuran yang digunakan adalah bahasa Betawi dan bahasa Sunda.
Sebagai contohnya, “Lah, Lu, Tong. Ujug-ujug udah di sini aja kapan datangnya?” Dalam kalimat ini terdapat kata “lu” dan “tong” (entong, sebutan anak laki-laki) yang berasal dari bahasa Betawi. Dan juga ada kata “ujug-ujug” yang berarti tiba-tiba dalam bahasa Sunda.
#2 Menyingkat kata agar efektif dan efisien
Dalam bahasa Jaksel, terdapat singkatan-singkatan yang bertujuan agar suatu kalimat menjadi lebih efisien dan efektif. Walaupun, ini bikin saya terkadang harus mencari dulu di Google agar tau artinya. Singkatan tersebut seperti, FOMO, IMO, CMIIW, dll.
Sementara bahasa Cikarang melakukan pemotongan huruf dari sebuah kata untuk mengefektifkan percakapan. Misalnya, “Mak, besok Senin entong udah mulai kolah, tapi belum ada patu, nih.” Di kalimat ini, terdapat dua kata yang dipotong dari kata asalnya. Di antaranya, “sekolah” jadi “kolah” dan “sepatu” jadi “patu”.
#3 Menjadi bahan bercandaan di media sosial
Beberapa waktu belakangan seiring dengan “pecahnya” konten-konten dari Podcast Kesel Aje, ini membuat bahasa Jaksel semakin jadi bahan bercandaan. Bahasa ini yang dulu identik dengan twit-twit cerdas di Twitter atau obrolan gaul di coffeeshop, ternyata sekarang malah jadi konten bercandaan.
Namun, jauh sebelum itu, bahasa Cikarang sudah sering muncul menjadi bercandaan di media sosial terutama grup WhatsApp bapak-bapak. Mungkin kamu pernah mendapati sticker atau video WhatsApp seperti, “Ngopi apa ngopi? Diem-diem bae”, atau “Gurih-gurih nyoooi.” Dua kalimat tersebut merupakan bahasa sehari-hari bapak-bapak Cikarang.
#4 Memiliki aksen
Kalau bahasa Jaksel itu memiliki aksen US atau British, bahasa Cikarang punya aksen Betawi atau Sunda. Lantaran saya hidup di Cikarang yang masyarakatnya cenderung beraksen Betawi, aksen bahasa Cikarang saya pun agak ke-Betawi-betawi-an.
Dengan telaah sederhana saya di atas, sebenernya tidak ada bahasa yang membuatmu terlihat lebih keren maupun lebih norak. Hal yang terpenting dari menguasai sebuah bahasa justru pada isi dan bobot dari pembicaraan yang kamu sampaikan.
Penulis: Ahmad Arief Widodo
Editor: Audian Laili