Cadel adalah kondisi seseorang tidak bisa melafalkan bunyi /R/. Menurut orang sotoy, hal ini terjadi karena sewaktu kecil orang tersebut tidak dibiasakan ngomong R dengan benar.
“Anak ciapa ini, dimakan bubuynya yaaa.”
Inilah kondisi yang saya alami sejak lahir sampai sekarang. Meski berbagai latihan melafalkan huruf R selalu saya praktikan siang-malam, hasilnya masih nihil. Entah tekniknya salah atau bagaimana, akhirnya saya menyerah dan menerima nasib bahwa inilah diri saya: seorang pria cadel.
Dari amatan saya sebagai orang cadel—meskipun nggak parah-parah amat, buktinya saya masih bisa nulis pakai huruf R—yang beberapa kali bertemu dan ngobrol dengan banyak orang, setidaknya ada dua tipe manusia ketika belbicala, eh, berbicara dengan orang cadel.
Tipe yang pertama adalah orang yang masa bodo lawan bicaranya cadel. Saya anggap ini tipe baik hati dan tidak sombong. Ia bisa menerima kekurangan orang lain, tetap fokus pada pembicaraan, dan tidak sok tahu dengan memberi masukan tanpa diminta. Jika orang tipe begini jumlahnya jutaan, Indonesia dipastikan segera jadi negara adil, makmur, sejahtera.
Tipe kedua adalah tipe Dajal. Biasanya orang bertipe ini memberikan penderitaan tiada henti kepada orang cadel. Tipe orang ini selalu membuat kami kesal sendiri dan merasa paling tidak beruntung hanya karena tidak bisa mengucapkan satu bunyi dengan sempurna.
Dari tipe Dajal ini, ada sejumlah kelakuan biadab mereka yang begitu membekas di hati saya.
Mengajari cara ngomong “R”
Bukan nggak seneng diajarin orang ngomong R, tapi materi untuk mengajari ngomong R itu selalu sama. Kalau bukan “Ular melingkar-melingkar di atas pagar”, ya “Oray luar-leor mapay areuy.” Memuakkan bukan.
Bukannya jadi bisa ngomong R, malah bikin tenggorokan tersedak. Hal ini jelas nggak efektif sama sekali. Sebab, setiap saya mencoba selama 19 tahun, tidak ada perubahan signifikan yang saya alami. Tapi anehnya, selalu saja metode pembelajaran dilakukan.
Meledek dengan berpura-pura cadel
Diledek oleh orang yang berpura-pura cadel sangatlah menjengkelkan. Apalagi kalau dilakukan ketika orang cadel sedang berselisih paham dengan mereka-mereka yang punya lidah lebih lincah. Andaikan saya adalah ibu Malin Kundang, orang-orang yang berpura-pura cadel itu sudah saya bikin cadel beneran semuanya. Tuman!
Menganggap cadel = cocok ngomong bahasa Inggris
Sebenernya agak bingung ketika ada orang yang mengatakan bahwa orang-orang seperti saya cocok bicara bahasa Inggris. Mau dibilang pujian, bukan. Mau dibilang ejekan, juga bukan. Tapi rasanya ini lebih pantas disebut ejekan daripada pujian sih.
Mereka ini, alih-alih memuji lidah orang cadel yang “diimpor langsung dari Barat”, sebenernya punya kemampuan bahasa Inggris yang lebih bagus dari kami. Cuman mereka iri, lidah mereka kurang otentik untuk mengucapkan bunyi-bunyian di bahasa Inggris.
Lihat aja gimana cadelnya Cinta Laura atau Obama ketika bicara, “Nasi goweng, wasanya enaaak.”
Jadi, kalau ada yang bilang “di luar negeri dipuji, di dalam negeri dicaci”, ungkapan itu tepat sekali untuk semua orang cadel di Indonesia.
Menganggap orang cadel tak lulus SD
Dari sekian penderitaan yang dialami orang cadel, kayaknya dianggap nggak lulus SD adalah hal paling menyakitkan. Kadang saya berpikir, apakah kehadiran orang cadel juga akibat kegagalan sistem pendidikan di Indonesia ya? Tapi dugaan itu langsung saya tarik. Saya nggak sanggup membayangkan jika sekolah sampai ikut mengurusi orang cadel.
Kalau sekolah ikut campur, mereka kan identik dengan ujian, malah jadi diskriminasi jika sampai ada standar kompetensi ngomong R. Lha gimana, saya ini membaca dalam hati aja tetap cadel. Habis udah terbiasa ngomong cadel, jadinya ngaruh bahkan saat membaca.
Hal ini membuat orang cadel jadi semakin menderita, sebab getaran-getaran gagal yang dihasilkan dari R cadel itu jadi selalu terbayang di dalam hati ketika membaca apapun, termasuk artikel ini.
Jadi rasanya seperti tidak ada kemungkinan dan kesempatan yang dapat membuat orang cadel sembuh dari penderitaan yang berkepanjangan ini. Meskipun katanya ada beberapa dari kaum cadel yang berhasil bermigrasi ke kaum non-cadel. Ah jadi iri.
Seperti itulah kira-kira penderitaan yang diderita orang cadel selama hidup di dunia. Semakin sedikit penderitaan yang dialami di atas bisa menjadi ukuran stadium atau keparahan orang cadel dalam melafalkan suatu huruf. Jadi, berbahagialah kalian yang sudah bisa melewati penderitaan ini dengan sabar.
BACA JUGA Kamu Kila Cadel Itu Lucu? Sembalangan! dan tulisan Ananda Bintang lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.