4 Hal yang Sebaiknya Tidak Dilakukan Tukang Pijat dari Perspektif Pelanggan

4 Hal yang Sebaiknya Tidak Dilakukan Tukang Pijat dari Perspektif Pelanggan Terminal Mojok

4 Hal yang Sebaiknya Tidak Dilakukan Tukang Pijat dari Perspektif Pelanggan (Unsplash.com)

Agak nyebelin kalau ketemu tukang pijat yang kayak gini, nih.

Saudara pasti sepakat jika hidup kita tak jauh dari kata capek setelah beraktivitas seharian atau sepekan bekerja. Hal ini sangat manusiawi mengingat kita bukan robot. Dan tak dimungkiri, hidup di dunia memang tempatnya capek, baik capek pikiran maupun capek fisik.

Banyak cara yang dilakukan orang untuk menghilangkan rasa capek tersebut. Kalau sedang capek pikiran, biasanya orang akan memilih untuk kongkow dengan sirkel pertemanan di warung kopi. Namun, ada juga yang memilih pergi wisata ke Puncak, Bogor, atau tempat-tempat lainnya sekadar untuk healing.

Sementara itu, fisik yang capek bisa saja dibawa beristirahat dengan cara tidur. Biasanya saat bangun pagi keesokan hari badan akan jadi lebih segar. Namun, ada lagi cara paling jitu untuk menghilangkan letih pada badan dan ini sudah dilakukan nenek moyang kita sejak dulu, yakni dengan cara dipijat.

Saya sendiri punya langganan tukang pijat yang biasa datang ke rumah. Biasanya saya rutin dipijat setidaknya 1 bulan sekali. Kenikmatan dipijat itu hadir saat otot-otot sedang kaku-kakunya, misalnya akibat peredaran darah yang kurang lancar.

Sejauh ini sudah banyak tukang pijat yang pernah memijat badan saya. Layaknya manusia biasa, tukang pijat juga punya karakter masing-masing, ada yang punya pembawaan menyenangkan sehingga pelanggan merasa puas, namun ada juga yang kurang menyenangkan sehingga saya enggan memakai jasanya kembali. Setidaknya, ada empat hal yang sebaiknya nggak dilakukan tukang pijat agar pelanggan nggak kapok memakai jasanya.

#1 Menerima panggilan telepon permintaan pijat saat sedang fokus memijat pelanggan

Saya pernah mengalami kejadian pertama ini. Saat sedang enak-enaknya dipijat, eh, HP si tukang pijat yang saya panggil ke rumah tiba-tiba berbunyi. Blio yang tadinya sedang memijat saya pun izin untuk mengangkat telepon yang masuk. Sayup-sayup terdengar panggilan pijat dari pelanggan lainnya.

Setelah menerima telepon dari pelanggan lain, blio kembali memijat saya. Namun, saya merasa blio jadi terburu-buru setelah menerima telepon karena harus pergi ke rumah pelanggan yang lain. Sejak saat itu saya nggak pernah memanggilnya lagi ke rumah.

Sebenarnya mengaktifkan HP saat tengah memijat pelanggan sah-sah saja, sih. Tapi mbok ya dilihat-lihat dulu dong sekiranya masih menangani pelanggan usahakan untuk nggak mengangkat atau membalas pesan dulu. Kalau sudah selesai sesi pijatnya, baru deh silakan kalau mau angkat telepon atau sekadar balas WA.

#2 Terlalu banyak promosi keunggulan diri sendiri

Bukannya fokus memijat, saya pernah bertemu tukang pijat yang malah mempromosikan dirinya sendiri. Katanya blio sudah berpengalaman memijat di mana-mana, dipanggil pejabat X lah, ditunggu sama pengusaha Z lah, dll. Padahal kalau memang blio seterkenal itu, ya mending pijat saja saya sebaik-baiknya.

Percayalah, kalau memang pijatannya enak, pelanggan yang puas akan dengan senang hati mempromosikan ke orang-orang di sekitarnya. Kalau bahasa kerennya kekuatan word of mouth lah alias dari mulut ke mulut. Dan kekuatan promosi dari mulut ke mulut ini terbukti efektif di lapangan, lho.

#3 Membandingkan diri sendiri dengan tukang pijat lainnya

Kadang kala ada tukang pijat yang tanpa dia sadari telah membanding-bandingkan dirinya dengan tukang pijat lain. Entah apa maksudnya begitu. Kalau untuk menaikkan kualitas diri, saya pikir seharusnya bukan si tukang pijat yang mengucapkannya, kecuali kalau blio ditanya dan diajak ngobrol oleh pelanggannya.

Kalau dilihat dari perspektif pelanggan, agak bingung juga, sih, mengingat kita yang sedang dipijat olehnya. Jadi, untuk para tukang pijat di luar sana yang suka membanding-bandingkan diri sendiri dengan tukang pijat lainnya, hentikan kebiasaan itu. Biarkan pelanggan yang menyimpulkan siapa yang pas untuk mereka.

#4 Terlalu banyak bercerita kehidupan sendiri padahal tidak ditanya pelanggan

Selain mempromosikan diri sendiri secara berlebihan, ada satu hal lagi yang sebaiknya nggak dilakukan, yakni terlalu banyak bercerita soal kehidupannya sendiri kepada pelanggan. Biasanya yang diceritakan bermacam-macam, bisa soal awal mula kariernya dalam dunia pijat hingga soal keluarganya.

Sayangnya, nggak semua pelanggan senang dengan cerita-cerita semacam ini. Bisa jadi pelanggan cuma pengin dipijat, bukan mendengarkan cerita. Lha, wong badannya yang pegel dan capek, kok, obatnya ya hanya dipijat sebaik-baiknya, bukan malah jadi bahan dengerin curhatan.

Setidaknya itulah empat hal yang sebaiknya nggak dilakukan tukang pijat dari perspektif saya sebagai pelanggan. Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, sebagai pelanggan, saya memakai jasa tukang pijat supaya rasa pegel dan capek di badan bisa hilang, bukan malah jadi tambah mumet dengan hal-hal menyebalkan di atas, kan?

Penulis: Suzan Lesmana
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Pengalaman Pahit dan Manis Menjadi Menantu Tukang Pijat Andal.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version