4 Hal yang Bikin Saya Betah Tinggal di Jogja

4 Hal yang Bikin Saya Betah Tinggal di Jogja mantan

Jogja malam hari (Shutterstock.com)

Tinggal di Jogja adalah impian para pendatang. Saya, sebagai akamsi, malah kadang heran kenapa tak bisa secinta itu pada kota ini

Sebagai orang Jogja asli, besar dan tua di kota ini, saya kadang heran kenapa saya tak bisa merasakan apa yang pendatang rasakan di kota ini. Saya merasa kurang sayang dan cinta dengan kota ini ketimbang pendatang. Apakah saya memang tak betah di kota ini? Saya sempat bertanya-tanya tentang hal ini.

Hal ini, tentu saja, bikin saya merenung. Meski bukan pertanyaan yang berat-berat amat, tetap saja bikin saya tak nyaman. Sebab, sebagai warga asli, saya melihat Jogja dari sisi yang lain. Dan sisi yang lain itu, bikin kota ini rasanya nggak istimewa-istimewa amat.

Akhirnya, saya menemukan jawabannya dan entah bagaimana ceritanya, bikin saya jadi betah tinggal di Jogja, setelah sekian lama.

Dan inilah jawabannya, yang saya pikir akan diamini banyak orang.

#1 Akses ke fasilitas umum yang mudah

Saya tinggal di perbatasan Kabupaten Sleman dan Jogja, daerah perumahan yang banyak dihuni pensiunan PNS sekarang ini. Dan di tempat saya tinggal, akses ke fasilitas umum terbilang mudah.

Sampo habis padahal rambut butuh keramas? Enam tujuh langkah sudah ada toko kelontong milik tetangga yang menyediakan berbagai macam kebutuhan harian. Apa-apa ada di situ. Mau makan, warung makan banyak. Tak hanya di daerah saya, saya pikir hampir setiap tempat di Jogja dipenuhi warung makan. Apalagi di daerah Condongcatur. Tinggal salto aja nyampe.

Rumah sakit banyak dan mudah diakses. Sekolah, banyak. Kampus, apalagi. Lha wong Kota Pelajar, jelas fasilitas pendidikan terpenuhi. Nikmat mana lagi yang akan didustai?

Tidak heran kalau adik sepupu saya yang asli Wangon, Purwokerto betah dan memilih tinggal di Jogja. “Mau ke mana-mana deket,” katanya.

Kecuali rumah Anda Jakal KM 27, terus mau ke Pasar Pingit. Ya tetep jauh sih itu.

#2 Listrik lancar

Ini amat subjektif, soalnya saya sering lihat keluhan beberapa daerah di Jogja listriknya kerap mati. Tapi, pada dasarnya, pasokan listrik di Jogja terhitung aman. Apakah ini cocok dijadikan alasan kalau Jogja amat nyaman untuk ditinggali?

Bagi saya, iya. Sebab, banyak daerah yang bahkan masih masuk daerah Pulau Jawa, tapi listriknya amat kerap mati. Dan itu nggak cuman beberapa tempat, tapi rata satu daerah. Maka dari itu, saya memilih untuk bersyukur.

#3 Ketersediaan air

Akhir-akhir ini air sumur saya agak sedikit volumenya. Entah karena musim akan berganti atau saluran air di rumah kami yang butuh diperbaiki. Meski begitu, masih selalu ada air untuk dipakai sehari-hari adalah kesyukuran tersendiri. Setidaknya untuk mandi dan mencuci, air selalu ada. Alhamdulillah.

Meski begitu, saya pernah melihat berita, ada daerah yang airnya disedot oleh apartemen dan hotel. Tentu tidak semua. Tapi, melihat pembangunan apartemen dan hotel yang masif, bahaya juga ke depannya.

#4 Layanan internet

Meski Jogja sempat nggak masuk kota yang kebagian jaringan 5G di awal peluncuran, tapi saya nggak akan bilang layanan internet di sini jelek. Susah sinyal internet pun hampir tak pernah saya alami. Ya beberapa daerah sinyalnya jelek menurut saya lumrah. Dasarnya memang tak merata, tapi secara umum sih, bagus. Coba deh tanya teman kalian yang tinggal di Jogja.

Saya sih pakai provider seluler Teman Pintar. Sejauh ini, bagus. Kalau Teman Pintar saja bagus, apalagi Si Merah.

Provider internet di Jogja pun terbilang banyak. Ada Biznet, Citranet, First Media, dan sebagainya. IndiHome? jelas ada. Kualitasnya? Yaaa gimana ya.

Sejauh yang saya dengar, Biznet lah yang terbaik. Tapi, belum begitu luas. Namun, jika Anda mahasiswa UNY dan UGM, daerah kosan Anda pasti sudah tercover jaringan Biznet. Kecuali Anda kuliah di UGM tapi ngekos di Klaten.

Benar, Jogja tak sempurna, dan tak akan pernah. Konflik antarsuku, klitih, UMR rendah, serta kemacetan adalah contoh Jogja tak seindah lagu-lagu yang ada. Namun, kota ini punya sihir yang tak bisa dijelaskan. Dan selain keindahannya, saya pikir, alasan di atas bisa banget jadi pegangan.

Penulis: Naledokin
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Jogja Istimewa: Realitas atau Ilusi?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version