Semarang itu tipe kota yang kadang bikin mangkel pas lagi di sana, tapi anehnya, jadi kangen setengah mati kalau sudah jauh. Selain karena makanannya enak, toleransi warganya juga juara. Maklum, kota ini kental dengan campuran budaya berbagai etnis. Pokoknya, Jogja-Solo-Semarang itu segitiga emas yang kalau salah satu hilang, rasanya ada yang kurang.
Akan tetapi di balik keramahan dan segala keunggulannya, ada beberapa hal sepele yang sebaiknya jangan dilakukan. Kedengarannya remeh, tapi bisa jadi bikin warga asli Semarang risih. Ibaratnya, di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Toh, memahami pantangan kecil di suatu tempat itu penting demi memelihara hubungan baik.
#1 Menganggap Lawang Sewu sekadar sarang hantu, siap-siap malu
Nah, ini dia salah satu dosa terbesar yang sering dilakukan pendatang saat ke Semarang. Apalagi kalau bukan menganggap Lawang Sewu semacam kastil berhantu yang dijadikan destinasi wisata seperti di luar negeri. Jujur saja, mereka ini biasanya adalah korban tayangan uji nyali di televisi.
Padahal kalau tahu sejarahnya, bisa-bisa malah malu sendiri. Lawang Sewu merupakan simbol kebanggaan atas keberhasilan warga menjaga warisan sejarah. Di balik setiap pintu dan jendelanya yang katanya berjumlah ribuan, Lawang Sewu menjadi saksi cerita panjang tentang perkembangan transportasi kereta api dan arsitektur di masa lalu. Jadi, kalau datang cuma cari sensasi horor, mending cari tempat lain.
#2 Panggilan “Ndhes” di Semarang itu ada adabnya, jangan nekat lakukan kalau belum akrab
Sebutan “Ndhes” atau aslinya “Gondhes” itu bukan panggilan sembarangan di Semarang. Dulu, sebutan ini memang populer banget di kalangan pemuda Semarang untuk memanggil teman sebaya atau yang sudah karib. Intinya, panggilan gaul khas lokal ini menunjukkan tingkat keakraban yang super dekat. Jadi, hindari melontarkannya sembarangan atau bakal dicap nggak sopan.
#3 Mengatakan oleh-oleh lumpia Semarang overrated karena bau pesing
Dosa selanjutnya yang sukses bikin orang Semarang misuh adalah mengucapkan oleh-oleh lumpia overrated karena bau pesing. Atau parahnya lagi, cuma dibilang kasta gorengan kaki lima. Tolong, simpan saja opini tersebut soalnya sama saja menghina identitas Kota Atlas.
Perlu diluruskan, lumpia yang asli itu memang harganya lumayan mahal lantaran pembuatannya juga rumit. Jadi, bukan tanpa alasan.
Bau pesing pada lumpia kemungkinan besar karena proses pencucian rebung kurang bersih atau bahan isiannya sudah tidak segar lagi. Lumpia autentik dan berkualitas justru baunya menggugah selera meski harganya tidak sama dengan gorengan biasa.
Jadi sebelum asal nyinyir, pastikan dulu tempat membelinya. Jangan sampai cuma karena salah beli, terus bilang lumpia Semarang itu kemahalan dan nggak layak dijadikan buah tangan.
#4 Memberi label Semarang sebagai kota panas dan langganan banjir
Memang betul di beberapa titik dataran rendah, Semarang itu lumayan gerah dan sering kebanjiran saat musim hujan. Namun perlu dicatat bahwa Semarang luas. Ada kawasan yang masih sejuk, bahkan cenderung dingin. Misalnya saja, di daerah Bandungan.
Lagi pula kalau mau lomba menuding, kota-kota di Indonesia juga banyak yang lebih parah panas dan banjirnya. Coba saja bandingkan sama Surabaya yang udaranya mirip di sauna. Contoh lainnya adalah Jakarta yang kalau hujan deras sedikit saja sudah kayak kolam renang raksasa.
Pokoknya sebelum mengatakan Semarang isinya cuma panas dan banjir, mending tengok realita kota lain. Jangan sampai karena termakan lagu “Jangkrik Genggong” atau segelintir pengalaman saja, langsung merasa ahli kota. Nggak adil juga bagi warga Semarang, kan?
Pada gilirannya, kalau berniat mampir ke Semarang, ada baiknya sedikit lebih peka. Sedikit usaha untuk memahami uneg-uneg kecil warga lokal justru bisa bikin perjalanan seseorang jauh lebih berkesan. Nggak lucu juga kalau niatnya liburan, malah dianggap kurang ajar.
Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 4 Hal yang Bikin Saya Kangen Semarang dan Ingin Kembali ke Sana.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















