Skena perkopian di Klaten Bersinar sedang tumbuh subur. Para pebisnis coffee shop mulai berlomba-lomba menciptakan karakternya masing-masing untuk menggaet lebih banyak customer. Entah sudah ada berapa banyak coffee shop di Klaten, yang jelas, kini jumlahnya jauh melebihi Sop Ayam Pak Min.
Sebagai warga asli Klaten yang hobinya coffee shop hopping, saya ikut berbahagia melihat kancah perkopian di Klaten semakin merekah dan berwarna. Mereka nggak hanya menjual kopi, tapi juga konsep, ambience, hingga pengalaman menikmati kopi secara personal.
Wajar jika kemudian para pengunjungnya juga memiliki preferensi masing-masing. Ada yang sekadar ingin nongkrong dan ngopi cantik, berfoto-foto estetik, mencari tempat nyaman untuk WFC, atau bahkan sekadar ingin menguji skillnya sebagai pendekar kopi.
Mari kita akui saja, mencari tempat ngopi yang cocok itu layaknya mencari jodoh: harus “pas”. Dan untungnya, Klaten sudah punya banyak coffee shop yang bisa dipilih sesuai selera dan kebutuhan masing-masing. Barangkali kamu penasaran, saya akan membawamu menelusuri empat coffee shop yang kerap menjadi pusat skena perkopian di Klaten.
Coffee shop di Klaten pertama, Awor Coffee
Saya berani bilang bahwa Awor Coffee adalah tempat nongkrong favoritnya anak muda Klaten. Dari menunya, Awor punya banyak jenis minuman kopi—mulai dari kopi susu, coldbrew, hingga manual brew. Bagi para pencinta kopi, tentu saja Awor cukup memenuhi ekspektasi orang-orang yang senang mengeksplorasi beans dan jenis minuman.
Awor juga memiliki tempat yang luas dan proper. Ada ruang indoor nonsmoking, indoor smoking, hingga outdoor smoking. Saking banyaknya meja dan kursi, setiap kali coffee shop ini ramai, pengunjung hampir nggak pernah nggak kebagian tempat nongkrong.
Intinya, fasilitas di Awor Coffee ini terbilang sangat lengkap untuk ukuran sebuah coffee shop (bahkan lebih lengkap dari Awor Coffee cabang Jogja). Wi-Finya super cepat, toiletnya banyak dan bersih, ada musalanya, plus cleaning servicenya juga selalu gercep mengepel lantai serta membersihkan sisa-sisa makanan yang ditinggalkan pengunjung di atas meja.
Saya sih jelas nggak kaget kalau coffee shop ini jadi tempat ngopi andalan kawula muda Klaten. Di Awor, kalian bisa menemukan berbagai tipe pengunjung. Mulai dari yang outfitnya kalcer abis, sampai yang mukanya kusut karena kelamaan di depan laptop.
Sinaran Coffee
Sinaran Coffee letaknya nggak di tengah-tengah kota banget, tetapi di bagian utara Klaten. Meskipun lokasinya ada di dalam gang, tapi coffee shop ini juga punya market pengunjungnya sendiri—yang kebanyakan berasal dari circle pertemanan ownernya.
Menariknya, Sinaran Coffee ini punya basis komunitas pelanggan yang kuat karena sering mengadakan event kolaborasi. Mulai dari komunitas lari, sepeda, hingga streetwear seperti skateboard. Jadi, meskipun suasana coffee shopnya sangat clean dan homey, tapi ambiencenya terasa “gaul”.
Sebagai seorang pelanggan yang dulu hampir setiap hari menghabiskan waktu di sana untuk ngopi sembari mengerjakan tesis, saya akui Sinaran meninggalkan kesan tersendiri. Coffee shop ini nggak hanya jadi tempat yang nyaman untuk me time, tetapi juga memberikan pengalaman nggak terlupakan melalui sajian minuman dan makanannya yang lezat.
Menurut saya, Sinaran Coffee bukan hanya tempat ngopi biasa. Di sini, kalian bisa berkolaborasi dengan banyak komunitas dan menikmati hasil kreativitas anak muda Klaten yang dituangkan dalam bentuk artwork seperti stiker, grafitti, dan project-project lainnya.
Kopinggirjalan
Selain Awor dan Sinaran, ada juga Kopinggirjalan yang punya segmen penggemarnya sendiri. Sesuai namanya, Kopinggirjalan bermula dari usaha kopi yang benar-benat dijual di pinggir jalan menggunakan bemo. Konsepnya tentu saja merakyat, hanya berlatarkan suasana syahdu jalanan Kota Klaten tanpa sekat-sekat ruang estetik.
Setelah sukses mengambil celah di antara kedai-kedai kopi yang kian menjamur, entah bagaimana ceritanya, Kopinggirjalan lalu melebarkan sayapnya dengan membangun cabang lain di daerah utara.
Berbeda dengan konsep sebelumnya, Kopinggirjalan yang berlokasi di Jl. Ronggo Warsito, Gunungan Lor, Kecamatan Klaten Utara ini nggak beroperasi dari dalam kendaraan. Ia menempati sebuah bangunan luas nan estetik, khas kafe-kafe modern yang digemari anak muda.
Meski begitu, harga makanan dan minumannya sangat terjangkau, hanya di kisaran belasan hingga dua puluh ribuan saja. Nggak heran, coffee shop ini selalu ramai. Entah oleh pengunjung, komunitas lari dan pesepeda, hingga berbagai event kolaborasi lainnya yang menjadikan coffee shop ini sebagai ruang kolektif.
Coffee shop di Klaten terakhir, Nggone Mbahmu
Secara harfiah, Nggone Mbahmu ini kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia artinya adalah Tempatnya Nenek/Kakekmu. Saya mengerti kenapa namanya begitu, sebab pemiliknya adalah dua orang berusia lanjut yang membranding diri mereka sebagai “Mbah Kakung” dan “Mbah Putri”.
Dibandingkan tiga coffee shop sebelumnya, Nggone Mbahmu jelas memiliki suasana yang kontras. Maksudnya, kedai kopi ini lebih cocok disebut sebagai rumah seduh (sekaligus roastery) dibandingkan tempat nongkrong. Menu kopinya juga spesifik, hanya fokus di kopi susu atau manual brew.
Perbedaan yang paling mencolok adalah: di Nggone Mbahmu nggak tersedia Wi-Fi. Tempat seduhnya memanfaatkan rumah pribadi yang di bagian depannya terdapat halaman luas (lengkap dengan taman indah nan terawat). Di sana, pengunjung bebas ngopi dan mengobrol sembari menikmati suasana sejuk khas nenek.
Nggone Mbahmu punya jam operasional yang nggak menentu karena bisnis ini dibuka berdasarkan “waktu luang” yang mereka miliki. Meskipun di bio Instagramnya tertera jam buka pukul 13.00-17.00 setiap Selasa sampai Jumat, kenyataannya saya sering kecele saat datang ke sana.
Menariknya, meski punya jam buka suka-suka ownernya, setiap kali rumah seduh ini buka, selalu banyak mobil terparkir di pinggir jalan. Yup, pengunjungnya bukan lagi customer biasa yang sekadar ingin nongkrong, melainkan pelanggan yang biasanya berasal dari luar kota.
Coffee shop bikin Klaten lebih hidup
Nah, dari keempat coffee shop tersebut, kita bisa melihat bahwa skena perkopian di Klaten nggak hanya ditentukan dari seberapa beken tempat maupun pengunjung yang datang, tetapi juga faktor-faktor lain yang menciptakan kulturnya sendiri.
Terlepas dari apa pun tujuannya, saya sangat senang melihat bisnis perkopian ini memiliki banyak penikmat di Klaten. Setidaknya, kota kecil ini jadi lebih “hidup” dan nggak lagi ditinggalkan oleh anak-anak mudanya.
Penulis: Farahiah Almas Madarina
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 3 Rekomendasi Coffee Shop di Klaten yang Nyaman untuk Nugas
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
