Sejak bulan lalu, ibu saya merengek ke saya untuk minta daftarin blio langganan platform streaming. Ketika saya tanya kenapa, blio menjawab karena ada satu serial menarik yang pengin blio tonton setelah nggak sengaja menemukan cuplikannya di TikTok. Setelah saya daftarkan, ternyata ibu saya pengin lihat serial Layangan Putus. Yak, serial yang beberapa pekan ini booming bagi masyarakat Indonesia, khususnya di kalangan remaja dan emak-emak seperti ibu saya. “It,s my dream, Mas. Ayok daftarin ibuk sekarang,” sahut ibu saya.
Serial yang dirilis pertama kali pada 26 November 2021 ini merupakan hasil adaptasi novel dengan judul yang sama. Baru beberapa minggu menyaksikan serial tersebut, ibu saya langsung jadi manusia yang emosian. Sebab, karakter Aris yang diperankan aktor Reza Rahadian sukses membuat siapa saja yang nonton serial itu akan mangkel. Setelah saya observasi, ternyata karakter Mas Aris ini adalah karakter yang bajigur, nggatheli, dan segala macam umpatan buruk lainnya.
Namun, setelah saya dipaksa menyaksikan juga oleh ibu saya, nyatanya ada beberapa sifat positif yang dimiliki Mas Aris. Pendapat ini pun sempat ditentang ibu saya. “Orang kayak Aris itu wes nggak punya sifat positif. Kalau ketemu ibuk, huuuh, wes ajor arek iki,” ucapnya. Tetapi, saya tetap membela, karena setidaknya ada tiga sifat positif Mas Aris yang harus saya tiru.
#1 Pekerja keras
Meskipun secara garis besar Mas Aris adalah laki-laki yang guathel, yakni punya selingkuhan dengan Lydia dan sering membohongi Kinan, tapi Mas Aris ini adalah sosok laki-laki pekerja keras.
Mendengar ungkapan itu, ibu saya langsung menyanggah. “Wes tah, serajin-rajinnya orang lak nggak setia itu nggak ada gunanya.” Saya pun tetap menjawab dengan argumen saya. “Sip, bener, Buk. Tapi, kalau dilihat dari sisi positif, Mas Aris iku lak patheng, seh. Ibuk lihat wes lak nggak percaya, setiap pagi berangkat kerja, ngurusin kerjaan, jalin relasi dengan perusahaan-perusahaan, dapet proyek besar, dan segala macamnya. Cobak kalau nggak serajin itu, nggak bakalan sukses dia.”
Karakter Aris memang digambarkan sebagai seorang pekerja kantor yang setiap hari menjalankan kewajiban sebagaimana kepala keluarga semestinya, yakni mencari nafkah. Meski kenyataannya, hasil kerja kerasnya itu ia bagi dengan keluarganya dan selingkuhannya.
Cen guathel.
#2 Romantis
Beberapa adegan yang sempat saya tonton tampak ketika Mas Aris berlaku romantis. Terlepas apakah itu sebuah dramaturgi, yang penting dia terlihat romantis. Saat itu, ibu saya menunjukkan suatu adegan Mas Aris dan Mama Kinan berduaan. Kata-kata si gathel begitu menghipnotis Mama Kinan yang tengah hamil besar.
Saya pun nyelethuk, “Buk, cek romantise Mas Aris, ya? Keren, nggak, seh, Buk?” Ibu saya dengan nada yang nggak suka menjawab, “Halah, romantis-romantis apa? Wong itu biar nutupin agar dirinya kelihatan setia aja, kok. Padahal, wes selingkuh sama Lydia.”. Saya kembali jahil, “Loh, kan, sama Lydia juga romantis, to, Buk? Berarti, kan, romantis sama semua orang? Hehehe.”
Ibu saya pun menyuruh saya pergi, sebab blio selalu marah kalau saya membela blio. Namun, di samping Si Aris itu benar-benar bajigur puol, satu hal yang perlu kita tiru, yakni sikap romantisnya. Sikap romantisnya tercermin kepada orang yang ia cintai, dulu kepada Kinan, sekarang kepada Lydia. Sebagaimana kata orang, “Sebuah hubungan kalau nggak ada bumbu romantisnya, ya, anyep, dong.”
Ning ya ndelogok jaran.
#3 Pemikir cepat
Satu hal yang bikin ibu saya mureng-mureng adalah Mas Aris ini selalu punya jawaban dan alasan ketika Mama Kinan mulai curiga. Kata Ibu saya, “Lak wes adaaaa ae alasannya. Huh, cek pintere, sih, lak cari alasan?”
Lagi-lagi, mendengar ibu saya selalu emosi sendiri ketika nonton serial itu, saya pun mencoba menimpali. “Jelas pinter, to, Buk. Itu namanya pemikir cepat. Cocok jadi orang sukses, soalnya semuanya langsung sat-set-sat-set, nggak kesuwen.”
Kali ini ibu saya pura-pura nggak menanggapi. Saya nggak tahu, entah blio ini sudah capek dengan saya atau manut dengan respons saya. “Orang kalau mikirnya lama itu nanti ketinggalan, Buk. Mase iku jan pouinter pol. Paling, dulu IPK-nya 3,9.”
Meski kenyataannya banyak kaum emak-emak di luar sana yang membenci Aris sama seperti ibu saya, tapi mereka ini memang benar. Kalau saya rasakan, kemangkelan, kebencian, dan kegregetan yang ditujukan emak-emak ke Aris, tentu menyimpan banyak makna. Dan, saya pun belum bisa menafsirkannya.
Itulah setidaknya tiga sifat positif yang perlu kita tiru. Meski ketiga sikap positif itu tetap saja digunakan untuk hal yang salah, yawes nggak apa-apa. Kita harus mengaplikasikannya untuk hal-hal baik. Sebab, segathel-gathelnya orang, pasti di balik semua itu menyimpan hal-hal baik.
Sing gathel biar dia saja, kita nggak usah ikut-ikut.
Penulis: Adhitiya Prasta Pratama
Editor: Rizky Prasetya