3 Kode Etik Saat Kunjungi Kerabat yang Berduka

3 Kode Etik Saat Kunjungi Kerabat yang Berduka terminal mojok.co

Beberapa waktu yang lewat, saya diberi kabar oleh salah satu sahabat sejak SMA bahwa bapaknya meninggal karena sakit. Momen tersebut menjadi sangat memilukan baginya. Pasalnya, sebentar lagi dia akan melangsungkan pernikahan. Tidak bisa tidak, sebagai seorang sahabat dan punya hubungan sangat dekat, tanpa ragu sedikit pun, saya langsung berkunjung ke rumah duka untuk memberi dukungan moral.

Setibanya di rumah duka, sudah ada banyak keluarga, tetangga, juga teman-teman yang hadir. Semuanya masuk secara bergiliran, saling berbagi informasi. Beberapa di antaranya melakukan berbagai hal yang sekiranya bisa membantu. Namun, tidak sedikit pula yang secara terus-menerus bertanya: apa penyebab almarhum meninggal?

Oke, jika bicara soal hak atau “hanya bertanya”, kalian mungkin akan berpikir bahwa hal ini termasuk sepele dan sudah menjadi kebiasaan sejak lama. Namun, perlu disadari juga, keluarga yang sedang berkabung, punya hak setara untuk tidak menjawab. Bukan hanya karena tidak ingin menjawab. Namun, setiap kali ada yang baru datang, selalu saja ada yang menanyakan hal serupa. Betul-betul kebiasaan yang tentu saja harus diakhiri.

Dari berbagai pengalaman yang sering saya alami selama berkunjung ke rumah duka, setidaknya, kita semua harus sadar akan kode etik tidak tertulis saat berkunjung atau mendengar kabar duka. Beberapa di antaranya sebagai berikut.

#1 Bertanya tentang penyebab anggota keluarga yang meninggal

Berhenti berpikir bahwa kita semua harus tahu segala-galanya. Untuk beberapa hal, mungkin ini cocok diaplikasikan. Namun, ini tidak sepantasnya dilakukan saat ada seorang kerabat yang sedang berkabung. Percayalah, pertanyaan tentang apa yang sebelumnya terjadi, dialami, atau sebab kemalangan tersebut, bukan hanya diajukan oleh kalian seorang. Tapi, puluhan dan bisa jadi ratusan.

Tentu hal tersebut menjadi suatu hal yang sangat melelahkan bagi seseorang atau keluarga yang sedang berduka. Apalagi sampai harus bercerita sekaligus menjelaskan hal yang sama berulang kali. Ya, ini betul-betul mengurasi emosi dan nir empati.

Saran saya, dibanding pengin tahu banget soal penyebab dari segala sesuatu yang sudah terjadi, ada baiknya merangkul terlebih dahulu. Memeluk untuk bisa berbagi emosi dan meringankan hal pelik. Atau paling tidak, memposisikan diri sebagai pendengar yang baik.

#2 Nggak perlu menggali tentang firasat yang dialami atau dirasakan sebelumnya

Kebiasaan menyebalkan berikutnya yang acap kali dilakukan adalah menggali tentang firasat seseorang yang sedang berduka. Pertanyaannya adalah: untuk apa?

Pertanyaan seperti, “Sebelumnya ada feeling apa gitu nggak, sih?” atau “Sebelum meninggal, almarhum sempat nyampein sesuatu nggak? Apa aja yang dilakuin?” seakan menjadi hal lumrah dan patut diajukan kepada anggota keluarga yang berkabung.

Sekali lagi, buat apa, Sobat?

Coba tanyakan kepada diri kalian masing-masing. Apa tujuan dari mengajukan pertanyaan tersebut? Begini. Hal semacam ini berpotensi menambah luka seseorang atau keluarga yang sedang berduka. Jadi, kurang-kurangin, lah. Atau, lebih bagus kalau dihilangkan aja.

Kecuali, orang yang sedang berduka sedang ingin bercerita. Ingat: posisikan diri sebagai pendengar yang baik, bukan malah sok-sokan jadi investigator.

#3 Dibanding terlalu banyak bertanya dan berfirasat, lebih baik menawarkan bantuan

Hal yang sering kali dilupakan pada saat ada kabar duka adalah menawarkan bantuan atau pertolongan. Sekiranya, apa yang bisa dilakukan untuk meringankan kesulitan yang sedang dihadapi oleh yang bersangkutan.

Sederhananya, di situasi tersebut, siapa pun akan merasa lebih diringankan bebannya jika ada aksi nyata dari orang di sekitar. Bukan hanya berkomentar. Apalagi jika mengajukan pertanyaan tanpa empati dengan tidak memposisikan diri sebagai lawan bicara.

Hal ini rasanya semakin valid ketika sahabat saya yang sedang berduka akhirnya mengeluh, “Rasanya capek, lagi berduka, tapi harus meladeni segala pertanyaan tentang apa yang menyebabkan bapak meninggal. Sekali-dua kali oke, tapi kalau seharian capek. Bikin sedih juga. Makin keingetan almarhum bapak.”

Pernyataan tersebut, tidak bisa tidak, cukup menohok bagi saya dan teman lainnya. Sekaligus menjadi pengingat berharga buat kami. Kalau ada kerabat yang sedang kesusahan atau kemalangan, sebaik-baiknya pertanyaan yang diajukan adalah, “Ada yang bisa dibantu?” Atau sekalian saja sampaikan, “Kalau butuh bantuan, segera kabari, ya.”

Percayalah, ketiga hal tersebut sangat penting dan sudah sebaiknya menjadi bagian dari softskill dalam bersosialisasi. Dalam kondisi serupa, alih-alih kepo, lebih baik menawarkan bantuan atau sesuatu yang bisa dilakukan untuk meringankan beban.

Sumber Gambar: Unsplash

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version