Baru-baru ini saya ngobrol dengan teman kuliah, ngobrol ngalor-ngidul tentang potensi yang dimiliki kampung halaman kami. Kebetulan, tempat tinggal kami beda pulau. Dapat dikatakan kampung halaman saya lebih maju dibandingkan teman saya. Saya sempat kaget ketika teman saya bercerita bahwa lurah atau kades di kampungnya sudah sangat tua, bahkan sudah susah kalau mau pergi ke mana-mana. Mangkanya nggak heran kalau banyak masyarakat yang menginginkan lurah tersebut turun jabatan. Namun, apa daya kekuasaan lurah tersebut lebih besar dibandingkan suara masyarakat.
Teman saya juga banyak mengeluh, bahwa lurah di kampung halamannya kurang mendukung kegiatan pemuda desa, bahkan pemuda desa tidak pernah diperhatikan. Karang taruna saja sudah lenyap entah kemana. Lebih mengejutkan lagi, lurah di sana tidak mendukung warganya menempuh pendidikan hingga ke jenjang kuliah.
Setelah ditelisik kembali, rendahnya dukungan tersebut akibat lurah merasa khawatir ada pemuda yang kritis dan berupaya meruntuhkan jabatannya. Setelah mendengar curahan hati teman saya, saya baru sadar kalau ternyata punya lurah yang masih jomblo dan muda itu sebuah rezeki hahaha. Kebetulan lurah baru di kampung saya ini tergolong kaum milenial dan jomblo.
Mudah bergaul dengan anak muda
Lurah di kampung halaman saya dapat dikatakan masih muda, ya usianya sekitar 28 tahun. Mangkanya gak heran kalau gampang bergaul dengan semua kalangan masyarakat, apalagi anak muda. Sifat friendly lurah sering saya saksikan, tidak hanya secara langsung saat bertemu, tetapi juga di dunia virtual.
Lurah saya termasuk pengguan aktif di media sosial, apalagi Instagram. Saya sering menyaksikan beliau memberi bantuan kepada masyarakat desa dengan mempromosikan hasil UMKM melalui instastory maupun feed. Hampir setiap hari beliau selalu mengunggah kegiatan di desa maupun pribadi di Instagram. Tidak ketinggalan, beliau juga aktif membalas komen warga di kolom komentar Instagram pribadi maupun akun desa. Terakhir, hal yang paling disukai masyarakat dari beliau adalah selalu menyapa warganya, bahkan meskipun sedang naik motor hahaha.
Nyambung kalau diskusi
Sebenarnya saya juga baru kenal dengan lurah milenial ini. Momen itu terjadi ketika saya sedang mendapat tugas kuliah melakukan wawancara dengan perangkat desa. Dari situ saya mulai sering ngobrol. Saya sempat mengusulkan satu hal terkait penanganan anak disabilitas di kampung saya, kebetulan tugas saya waktu itu adalah penelitian tentang sosiologi disabilitas. Betapa kagetnya saya, beberapa hari setelah wawancara itu saya mendengar dari informan, bahwa beliau baru saja didatangi perangkat desa untuk dilakukan pendataan terkait anak disabilitas agar mendapatkan bantuan dari pemerintah. Dalam hati, wah keren juga ini lurah.
Hal lain, kami juga sempat berdiskusi tentang kekurangan-kekurangan di kampung. Yang cukup membuat saya terkesan adalah beliau tidak segan-segan mengakui fasilitas maupun pelayanan yang dirasa masih minim dalam memenuhi kesejahteraan masyarakat. Nilai plus lainnya, saat diskusi kita tidak perlu sungkan untuk ngobrol terlalu lama, bahkan hingga larut malam. Soalnya lurahnya jomblo, jadi nggak ada yang nyariin.
Mendukung kegiatan pemuda
Sejak pergantian lurah, ada beberapa komunitas yang hidup dan terlahir di kampung saya. Karang taruna, yang sempat hilang, sekarang kembali hidup dan memiliki program kerja yang mantap. Jika dahulu, struktur karang taruna tidak pernah jelas, kini sudah mengalami transformasi. Setidaknya, saat ini ada enam divisi. Divisi-divisi tersebut memiliki program kerja yang jelas dan terarah. Dan yang paling penting program kerja tersebut bukan hanya formalitas. Ya beneran kerja gitu loh.
Selain karang taruna, ada komunitas yang baru lahir, yaitu Kumpulan Informasi Masyarakat (KIM). Komunitas KIM ini terdiri dari pemuda-pemuda desa yang memiliki minat di bidang jurnalistik, fotografer, videografer, dan pariwisata. Selain menjadi penanggung jawab utama, beliau juga gemar turun langsung ke lapangan dan ikut melakukan kegiatan dengan pemuda desa layaknya seorang teman.
Itulah beberapa keuntungan punya lurah (masih) muda yang saya lihat langsung. Apakah yang nggak muda nggak bisa begini? Menurut saya bisa-bisa aja sih. Asal niat. Kalau kagak mah, muda atau nggak, kalau nggak ada niatan maju, ya paling gitu-gitu doang.
Penulis: Audea Septiana
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Blak-blakan Reno Candra Sangaji, Lurah 1.000 Baliho yang Sempat Bikin Geger Jogja