Televisi tak bisa terkalahkan. Pesonanya luar biasa memikat, kendati banyak media-media baru muncul. Kehadiran internet juga tak mampu menarik hati masyarakat ketimbang televisi.
Pernyataan itu terlanjur usang untuk terus-terusan dibahas, dan dibahas. Sebab semua orang sudah tahu. Tapi tak semua orang tahu bagaimana stasiun televisi memproduksi acara. Membikin acara yang sebenarnya nggak penting sama sekali, menjadi seakan perlu dikonsumsi publik. Contohnya tak terhitung, tapi yang pengin saya sentil program bernuansa keluarga.
Program keluarga kadung menjamur. Bahkan tak hanya dibikin semacam serial ala Keluarga Cemara dan Keluarga Minus, melainkan seperti video-video di channel YouTube pribadi si artis. Kamu pernah nonton program Diary The Onsu? Atau program yang isinya menampilkan kehidupan Raffi Ahmad dalam satu program spesial?
Seberapa manfaat acara yang menampilkan kehidupan artis? Mungkin kamu-kamu fans mereka menganggap program semacam ini penting. Kegiatan artis di balik layar wajib dikepoin.
Tetapi lambat laun, kehidupan artis yang disorot lewat satu program bakal menjadi tontonan membosankan. Toh, kehidupan mereka sama kita-kita yang jualan nasi goreng, mukena, tukang becak, hingga driver ojol pun sebenarnya tak jauh beda. Pembedanya cuma kita mengenal mereka, sedangkan mereka belum tentu mengenal kita, tahu namanya saja tidak.
Selebihnya? Kita mandi, mereka ya mandi; kita makan, para artis itu juga makan; kita kumpul bareng keluarga, mereka pun demikian. Lama-lama acara ini sangat membosankan. Apalagi keluarga itu-itu melulu yang dibikinin acara. Seolah nggak ada keluarga lain.
Jujur nih ya, sebagai lelaki yang peduli dengan keberlangsungan acara pencitraan di televisi, saya pengin ngasih saran ke bapak-ibu pemilik televisi dan tim kreatif. Ketimbang keluarga Onsu dan Raffi saja yang dijadiin konten televisi, nih saya kasih rekomendasi keluarga-keluarga lain. Boleh dijajal, siapa tahu cocok dan bikin rating melambung.
Keluarga Jokowi
Aih, keterluan betul pemilik televisi. Pak Jokowi sudah sangat terang-terangan memberi kode loh. Kode agar dibikin acara khusus yang isinya aktivitas keluarganya. Nggak percaya? Gini loh, beberapa kali saat diwawancara wartawan, Pak Jokowi menggandeng cucunya, Jan Ethes. Bahkan nih ya, sekali waktu Jan Ethes yang disuruh melayani wartawan.
Tak kalah dengan keluarga Onsu, keluarga Pak Jokowi juga acap kali tampil di layar kaca. Meskipun eksisnya itu hanya dalam program berita, atau paling mentok ya program talkshow ekslusif bersama keluarga presiden.
Belum ada program khusus, terutama yang format programnya seperti Diary The Onsu misalnya. Padahal jelas-jelas keluarga Pak Jokowi punya tingkat keterkenalan yang lebih dari keluarga artis se-Indonesia. Punya kans untuk meraup rating setinggi mungkin.
Memang sih, kegiatan keluarga Pak Jokowi kemungkinan nggak jauh beda dengan kegiatan keluarga pada umumnya. Tetapi statusnya sebagai presiden, ceritanya lain. Masyarakat—contohnya saya saja wis—kan kepengin ngerti gimana sehari-hari aktivitas pasangan Jokowi-Iriana dalam balutan kehidupan rumah tangga.
Apakah Pak Jokowi seperti kebanyakan suami artis yang mageran? Apakah Pak Jokowi takut istri? Apakah Pak Jokowi kalau di rumah mandi? Apakah Pak Jokowi sibuk main Twitter? Apakah Pak Jokowi mikirin rakyat? Apakah Pak Jokowi suka main PES? Dan serentetan apakah-apakah lainnya.
Keluarga Jokowi itu banyak, isi acaranya jadi lebih variatif. Misalnya, minggu pertama tayang aktivitas pasangan sejoli Jokowi-Irana; minggu kedua giliran lika-liku keseharian Gibran Rakabuming Raka bersama istrinya dan Jan Ethes; selanjutnya lagi jatahnya Kahiyang Ayu dan Boby Nasution; dan seterusnya.
Keluarga Luhut Panjaitan
Saya berani bilang, dalam memproduksi program, pihak televisi jarang sekali melakukan riset pasar. Mereka lebih menyukai menciptakan pasarnya sendiri. Televisi memang sedigdaya itu. Semestinya untuk membikin acara ala-ala kehidupan keluarga pihak televisi perlu riset dulu, setidaknya observasi lah.
Kira-kira mana sosok yang sering diperbincangkan sejagat media sosial. Baru diulik keluarganya. Nah, mengapa keluarga Luhut Binsar Panjaitan nggak dilirik?
Selain kurang ajar sama Pak Jokowi, televisi juga tak menghargai sosok kharismatik Luhut Panjaitan. Beliau kan selama ini memberikan sumbangsih besar untuk dunia percekcokan Indonesia. Segala tindakan dan kata-kata yang keluar dari mulut Luhut berpotensi bikin gaduh viral.
Apa televisi nggak mau ambil kesempatan itu? Hah? Banyak yang nggak menyukai Luhut Panjaitan? Omong kosong itu.
Orang-orang ini kalau ditanya pasti dalam lubuk hatinya ngefans banget sama Luhut—asal dihipnotis dulu. Buktinya mereka sering ngomongin Luhut di media sosial. Sama seperti lelaki yang menyayangi sekaligus mencintai seorang perempuan pasti menceritakan sosok perempuan itu dimana pun dan kepada siapa pun.
Lagipula, Luhut Panjaitan nggak cuma punya keluarga sedarah, tapi juga keluarga satu aset perusahaan batu bara. Tentu tak perlu risau, sebab rating televisi bakal bagus. Ini keluarga Luhut, bukan keluarga kang cilok.
Keluarga Agus-Kalis
Dua pasangan ini diam-diam memikat hati netizen Twitter dan Instagram. Apalagi keduanya punya gaya mesra-mesraan unik yang sedikit bikin ngakak. Perjumpaan lelaki asal Magelang dan perempuan asal Blora yang tak disangka bisa berakhir di pelaminan.
Pasangan ini semakin didambakan setelah Mas Agus Mulyadi menulis buku Seni Memahami untuk Kekasih sebagai perwujudan kontemplasi paling mutakhir cara memahami pasangan di tengah orang-orang yang begitu kikuk dan susah memahami pasangannya.
Dinamika kehidupan Mas Agus Mulyadi dan Mbak Kalis Mardiasih berbeda dengan keluarga Luhut Panjaitan, apalagi keluarga Raffi Ahmad. Agus-Kalis punya sisi uniknya yang bisa jadi nggak dimiliki ratusan pasutri di luaran Jogja.
Dagang buku, pelihara kucing, dua-duanya penulis, diundang mengisi lokakarya, dan sehimpun aktivitas-aktivitas lainnya sangat potensial dimanfaatkan jadi konten. Soal rating pun terjamin, karena fans keduanya lumayan banyak. Saking banyaknya fans, dan beberapa aktivitas mereka yang kadang sukar dinalar, membuat keluarga satu ini lebih jauh dari kata sempurna untuk dibuatkan program khusus di televisi.
Banyaknya pilihan keluarga untuk dibuatkan program tak lebih supaya penonton tak gampang bosan. Jadi kapan nih televisi mau ada program khusus keluarga-keluarga di atas? Saya tunggu loh.
BACA JUGA Melihat Bagaimana Sinetron Indonesia Mencekoki Kita dengan Budaya Patriarki dan tulisan Muhammad Arsyad lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.