Akhir tahun selalu identik dengan liburan. Namun, tak semua orang memiliki privilese tersebut, salah satunya adalah buruh pabrik. Buruh pabrik biasanya justru memiliki rutinitas yang amat padat menjelang akhir tahun. Jangankan untuk outing kantor, pegawai bagian produksi konon harus bekerja bagai kuda sampai lembur agar target tahunan tercapai. Sementara itu, pegawai bagian keuangan harus bekerja sekuat tenaga agar laporan akhir tahun selesai tepat waktu dan bagian gudang jungkir balik stock opname untuk memastikan stok fisik sesuai dengan yang terdapat di database.
Maka tak heran apabila di saat-saat sibuk seperti itu, jam istirahat siang jadi waktu yang paling ditunggu para buruh pabrik. Gimana nggak ditunggu-tunggu, ha wong waktu istirahat itu biasanya digunakan buruh pabrik untuk “isi bensin” dan sejenak melepas lelah. Ngomong-ngomong soal makan siang, umumnya ada dua jenis pabrik, yakni pabrik yang menyediakan makan siang dan pabrik yang memberikan komponen uang pengganti makan siang dalam gaji. Kebetulan kalau pabrik tempat saya bekerja menyediakan makan siang kepada seluruh pegawai yang bekerja.
Lantaran hampir tiap hari saya makan siang di pabrik bersama dengan rekan-rekan buruh lainnya, saya menyadari ada beberapa kebiasaan yang dilakukan buruh pabrik saat makan siang di kantin. Kebiasaan buruh pabrik saat makan siang ini agak sedikit berbeda dengan kebiasaan karyawan kantoran. Apa saja kebiasaannya?
#1 Duduk di kursi pegawai biasa
Tahu nggak kalau kursi di kantin pabrik itu dibedakan antara kursi untuk pegawai biasa dan supervisor? Biasanya saat safety introduction kepada pegawai baru, bagian K3 mewanti-wanti agar pegawai nggak menduduki kursi kantin yang memang diperuntukkan bagi supervisor. Hal ini nggak cuma berlaku di pabrik nasional, beberapa pabrik multinasional setahu saya juga menerapkan hal yang sama. Top management pabrik yang umumnya diisi warga negara asing memang biasanya duduk di kursi khusus walaupun menu makan siangnya ya sama saja dengan pegawai biasa.
Meski begitu ada saja kok supervisor yang menolak duduk di kursi khusus tersebut. Di pabrik tempat saya bekerja, ada beberapa supervisor yang memilih duduk di kursi pegawai biasa. Katanya sih biar bisa membaur dan lebih dekat dengan bawahannya. Maka tak heran kalau obrolan mengenai pekerjaan dan target-target yang harus dipenuhi sering kali saya jumpai saat makan siang di kantin pabrik. Duh.
#2 Duduk di dekat kipas angin atau AC
Setelah setengah hari memeras keringat, tentu para buruh pabrik memilih tempat duduk yang paling nyaman dan adem di kantin. Ada pabrik yang sudah menggunakan AC di area kantin, namun ada pula pabrik yang masih menggunakan kipas angin biasa. Nggak masalah mau AC atau kipas angin, yang jelas biasanya buruh pabrik berlomba-lomba ke kantin duluan daripada tidur siang demi memperebutkan kursi dekat AC atau kipas angin tadi.
Penggunaan kipas angin atau AC dalam kantin ini biasanya telah diatur oleh Dinas Kesehatan setempat. Setahun sekali Dinkes akan melakukan peninjauan ke kantin-kantin pabrik sebagai dasar penerbitan Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi Jasa Boga. Salah satu hal yang dinilai adalah suhu ruangan, tingkat kebisingan, dan pencahayaan.
#3 Ambil nasi yang banyak
Konon, bagi orang Indonesia, belum makan namanya kalau belum makan nasi. Itu juga konsep yang dipegang teguh oleh para buruh pabrik. Bukan cuma kuli bangunan yang makan nasinya banyak, nasi yang diambil oleh buruh pabrik saat makan siang rata-rata juga menggunung menutupi lauk yang sudah dijatah. Kebetulan di kantin pabrik saya menerapkan konsep semi-prasmanan di mana buruh bebas mengambil nasi sebanyak-banyaknya, namun lauk pauk diambilkan sesuai jatah oleh pengurus kantin.
Sayangnya, gara-gara pandemi kemarin, banyak kantin pabrik yang mengubah konsep semi-prasmanan tersebut menjadi nasi kotak. Dampaknya, para buruh jadi nggak bisa mengambil nasi sepuas hati seperti dulu. Sedih, deh.
Nah, itulah tiga kebiasaan buruh pabrik saat makan siang di kantin. Pesan saya buat teman-teman buruh lainnya di mana pun kalian berada, habiskan jatah makan siangmu, Gaes. Jangan sampai ada yang tersisa, ya, nanti nasinya nangis, lho!
Penulis: Arief Nur Hidayat
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 3 Sisi Gelap Profesi Buruh Pabrik.