Selain memiliki monumen Simpang Lima Gumul dan gethuk gedhang sebagai ikon, Kediri juga terkenal dengan lokalisasi Semampir. Semampir merupakan sebuah desa paling utara dari wilayah Kotamadya Kediri. Semampir identik dengan kawasan prostitusi di Kediri. Lokasinya yang dilewati jalan raya lintas kota membuat lokalisasi satu ini sangat strategis.
Meski sudah cukup terkenal sebagai kawasan prostitusi, tak banyak orang yang tahu soal fakta mengenai Semampir. Berikut 3 fakta soal Semampir yang jarang diketahui orang:
#1 Dulunya adalah pekuburan Cina
Tak banyak orang yang tahu soal fakta pertama ini. Yak, Semampir dulunya adalah kawasan pekuburan Cina atau yang biasa disebut bong. Sebelum bong yang sekarang terletak di Desa Pojok, dulunya pekuburan Cina berada di Desa Semampir.
Bong di Semampir sudah ada sejak tahun 1800-an mengingat ada perkampungan Cina atau pecinan yang berada di Klentengstraat (sekarang Jalan Yos Sudarso) yang berjarak kurang lebih 1 kilometer. Luas bong Semampir membentang dari Desa Jong Biru hingga Semampir bagian tengah (sekarang menjadi PSDKU Polinema Kediri).
Namun, setelah kemerdekaan Republik Indonesia, bong di Semampir dibongkar entah karena apa. Yang pasti sampai saat ini, kawasan tersebut hanya menyisakan satu makam Islam. Kemudian baru pada dekade 1960-an tempat tersebut mulai dijadikan lahan praktik prostitusi.
#2 Lokalisasi Semampir merupakan upaya pemusatan PSK
Sebelum lokalisasi di Semampir ada, para PSK menyebar di tempat-tempat keramaian kota, mulai dari alun-alun hingga pasar-pasar yang ada di Kota Kediri. Hal tersebut membuat masyarakat jadi resah. Kemudian pada dekade 1960-an, walikota Kediri saat itu menertibkan para PSK yang berkeliaran ini dengan menyediakan tempat yang berada di wilayah Desa Semampir, yaitu tanah bekas pemakaman Cina tadi yang menjadi milik pemerintah kota Kediri.
Penertiban ini berdampak pada mudahnya akses untuk melakukan transaksi seksual karena para PSK yang semula menyebar jadi terpusat. Selain itu, dengan adanya tempat yang tetap para PSK bisa mendirikan bangunan permanen maupun semi permanen saat itu untuk melakukan praktik prostitusi.
#3 Memiliki nama yang berubah-ubah
Kebanyakan orang mengenal kawasan prostitusi di Kediri ini dengan sebutan “kompleks Semampir”. Hal ini membuat Semampir memiliki citra buruk sebagai daerah yang seakan-akan hina dan nista. Padahal lokalisasi di Semampir punya nama sendiri.
Ketika awal didirikan, kawasan prostitusi ini memiliki nama “Kasur Ijo”. Kemudian pada tahun 1980-an namanya berubah menjadi “Loh Jembut”. Hingga pada akhirnya di tahun 1990-an kawasan lokalisasi ini berganti nama lagi menjadi “Moro Seneng”. Dalam bahasa Jawa, “moro” berarti “datang” dan “seneng” berarti “senang”. Dalam artian siapa pun yang datang ke kawasan itu akan mendapatkan kesenangan.
Pada akhirnya kawasan lokalisasi Semampir harus ditutup dan digusur oleh pemkot Kediri demi kenyamanan masyarakat. Selain memberikan citra buruk bagi Desa Semampir, Kediri juga merupakan daerah yang terkenal dengan banyaknya pondok pesantren. Tentu hal ini juga mempengaruhi citra dari Kediri itu sendiri.
Oleh karena itu, pada tahun 2016 dilakukan penggusuran secara berangsur hingga kawasan lokalisasi Semampir rata dengan tanah. Rencana awalnya, setelah penggusuran bekas lokalisasi Semampir akan dijadikan taman. Namun hingga kini belum ada perkembangan lebih lanjut terkait rencana tersebut.
Penulis: Mohammad Sirojul Akbar
Editor: Intan Ekapratiwi