Lagu jedag-jedug, atau yang biasa disebut lagu remix, memang sangat diminati orang Palembang. Contohnya saat ada hajatan pernikahan di Palembang, nggak mungkin menyewa tenda plus musiknya tanpa menyetel lagu remix setelah acara utama selesai. Bahkan nggak cuma di acara pernikahan, di berbagai tempat pun lagu remix selalu disetel kebanyakan orang Palembang. Sebut saja di rumah sendiri, di dalam angkot, pos ronda, warung, bengkel, sampai pengamen yang ada di Bumi Sriwijaya ini kadang sengaja bawa speaker besar agar bisa menyetel lagu remix saat bernyanyi.
Pertanyaannya, kenapa sih orang Palembang suka lagu remix? Memangnya nggak mau mendengarkan lagu lain yang lebih slow?
Dari hasil pengamatan saya sebagai wong kito galo, saya mencoba beberapa alasan terkait kegemaran orang Palembang terhadap lagu remix. Silakan simak baik-baik
#1 Hiburan paling murah
Orang Palembang memang suka dengan hiburan yang berbentuk lagu remix dan hiburan yang… nggak perlu bayar. Hehehe.
Jadi gini, Gaes, kebanyakan orang Palembang berada dalam kondisi ekonomi menengah ke bawah, dan kami ini memang sukanya dengan segala sesuatu yang gratisan tanpa ada embel-embel biaya. Contoh sederhananya ya hiburan berupa lagu remix setelah acara resepsi pernikahan dilaksanakan yang cukup dinikmati bersama dengan rombongan teman-teman undangan lain setelah jam makan siang sampai sore hari.
Selain itu, sekarang di YouTube mulai banyak bermunculan lagu remix, jadi sudah nggak perlu lagi datang ke acara pernikahan demi menikmati hiburan gratis. Cukup ketik judul lagu yang disukai di kolom pencarian, lagu remix pun siap didengarkan kapan pun dan di mana pun.
Baca halaman selanjutnya
#2 Pelarian sementara
Di kampung tempat tinggal saya, mayoritas warga adalah penikmat lagu remix. Salah satu alasan mereka mendengarkan lagu genre ini adalah karena ingin menghilangkan beban hidup yang sudah terlampau banyak. Yah, semacam pelarian sementara lah dari penatnya beban kehidupan. Misal, ada seorang ibu rumah tangga tetangga saya yang suka mendengarkan lagu remix untuk joget-joget semata-mata demi menghilangkan sejenak kepenatan yang blio alami selama mengurus rumah tangga dan juga suaminya.
Beberapa kawan saya yang juga merupakan orang Palembang asli kadang datang ke tempat remix lalu jingkrak-jingkrak sejenak untuk melupakan masalah ekonomi yang tengah menggerogoti mereka. Walau ketika pulang beban hidup itu masih ada, setidaknya mereka bilang sudah cukup lega dengan berjingkrakan sementara mendengar lagu remix.
#3 Dari ajakan ke kebiasaan
Dulu waktu kecil saya nggak suka dengan lagu remix. Sebab, lagunya bikin pusing kepala dan bikin telinga saya berdengung saat mendengarnya. Namun setelah menginjak dewasa, beberapa kali saya datang ke acara pernikahan dan hiburan utamanya adalah lagu remix, dari sanalah saya yang tadinya nggak suka malah jadi menyukai lagu satu ini.
Contoh lainnya di pasar tradisional tempat saya berjualan daging. Di sana, ada orang Palembang yang menjadi pedagang ayam yang setiap hari menyetel lagu remix dengan pengeras suara andalannya yang volumenya super besar itu. Awalnya, orang-orang yang datang ke pasar risih dengan lagu yang dia setel, terutama beberapa penjual sayur dan bos daging sapi. Tapi, gimana sekarang? Tentu saja semua jadi terbiasa dan ikut menikmati musik remix. Bahkan ketika pasar sedang sepi pembeli, pedagang lain suka minta si tukang ayam buat menyalakan lagu remix. Hehehe, ada-ada saja, ya.
Ingat, lho, nggak semua orang yang suka lagu remix itu konotasinya negatif. Kalau kamu suka lagu remix juga nggak?
Penulis: Muhammad Ridho
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Menjawab Stigma Negatif yang Dilekatkan kepada Orang Palembang.