Banyak pelajar yang ingin menjadi anggota OSIS dengan alasan tertentu, tapi masa SMP adalah yang terbaik daripada masa SMA. Menjadi anggota OSIS biasanya ada beban dan keuntungan tersendiri. Ada yang benar-benar pengin jadi anggota OSIS, ada yang numpang nama, dan ada yang minta kursi.
Kalau diamati dari pengalaman saat sekolah dulu, jadi anggota OSIS itu ibarat jadi pejabat negara. Ke mana-mana ditakuti, kadang punya ketenaran yang nggak ngotak di sekolah. Bahkan, banyak juga yang menyalahgunakan jabatan di OSIS. Nggak beda jauh lah sama pejabat di Indonesia.
Tapi di sisi lain, ada juga pelajar yang ingin menjadi anggota OSIS yang baik. Ingin mengabdi dan mengharumkan nama sekolah di kancah pendidikan regional bahkan nasional. Anggota OSIS seperti itu dianggap langka dan mungkin hanya bisa dihitung jari saja saking langkanya. Ingat, langka bukan berarti tidak ada.
Namun, ternyata menjadi anggota OSIS itu lebih seru saat SMP daripada SMA. Ini menurut pengalaman saya sendiri. Walau namanya sama-sama OSIS, tetap saja ada beberapa perbedaan, dan akan saya rangkum di sini.
Beban kerja yang tidak terlalu berat
Ketika menjadi anggota OSIS SMP, kita nggak punya beban yang terlalu berat. Nggak perlu full mengerjakan acara dari nol, nggak perlu banyak aturan, termasuk tugas-tugas kenegaraan dari sekolah yang terbilang wajar.
Kalau di SMA, anak OSIS itu seperti mengerjakan segalanya. Sementara guru hanya mengawasi dan memberikan saran serta arahan. Kalau ada acara biasanya dibuat dari nol banget, sekolah hanya menyediakan uang. Banyak aturan yang harus dipatuhi, jangan ini dan itu. Kadang tugas kenegaraan dari sekolah untuk anak OSIS SMA itu beratnya minta ampun. Pokoknya bejibun! Kalau nggak percaya coba saja deh jadi anggota OSIS di SMA.
Politik OSIS SMP lebih ramah
Kampanye dan pemilihan ketua OSIS di SMP lebih ramah dan jauh dari politik kotor. Para kandidat biasanya dengan setengah polos menyampaikan visi misinya menjadi ketua OSIS. Tanpa ada embel-embel apa pun, bahkan biasanya tidak ada tim sukses khusus kecuali teman-teman se-geng dari para kandidat.
Sementara di SMA, biasanya akan ada kampanye lebih dulu, bahkan ada tim sukses dengan berbagai atribut yang unik. Penyampaian visi misi pun sangat revolusioner dan penuh tantangan, menggebu-gebu seperti para calon kepala daerah saat ini. Tak jarang ada politik kotor di antara para kandidat ketua OSIS SMA. Mulai dari membuka aib di grup WhatsApp, saling menjatuhkan di media sosial, hingga bahkan mungkin ada politik uang dengan iming-iming kuota internet atau kupon makan bakso satu minggu.
Beban sosial yang tidak terlalu bikin pusing
Menjadi anggota atau bahkan ketua OSIS di SMP tidak memiliki ketenaran yang berlebihan. Walau kadang ada kasus jadi anggota OSIS itu banyak ditaksir orang. Di SMP, anggota OSIS kadang tidak terlalu disegani, bahkan sama seperti teman sekolah pada umumnya.
Tidak hanya itu, anggota OSIS di SMP jarang ada yang kelihatan tebar pesona, jalan ditemani pengawal melewati pintu-pintu kelas. Lirik sana-sini untuk mencari cewek. Hadeh, ada kok yang kayak begitu, cuma nggak kelihatan saja.
Di SMA, anggota OSIS seolah harus dihormati, seolah istimewa, dan seolah orang penting yang kalau lewatin pintu kelas selalu dilirik anak-anak lain. Aduh, saya pernah mengalami hal seperti ini. Padahal nggak perlu seperi itu, itu musyrik!
Walau beberapa sekolah melarang anggota OSIS untuk pacaran, tapi di belakang layar mereka melanggar aturan itu. Toh aturan dibuat untuk dilanggar (katanya). Tak jarang ada yang ketahuan chatting mesra atau maling uang bendahara karena kepepet bayar SPP. Sudah kayak pejabat zaman sekarang kan?
Nah, gambaran-gambaran tersebut memang nggak semuanya benar. Tapi, sebagian terlihat pada pejabat-pejabat pemerintahan yang saat ini akan atau sedang menjabat. Semakin tinggi tingkatannya, semakin banyak pemikiran yang membuka pelanggaran.
Seharusnya, OSIS bisa menjadi ajang mendidik pelajar untuk bisa menjadi pejabat sekolah yang baik. Hitung-hitung simulasi. Kita nggak pernah tahu masa depan akan seperti apa. Politik bagi anak sekolah harus benar-benar bersih, kalau sudah kotor maka akan terus keruh sampai di ujung sungai pendidikan.
BACA JUGA Ngopi di Angkringan Itu Lebih Hangat daripada di Coffee Shop dan tulisan Muhammad Afsal Fauzan S. lainnya.