Di Madura, pernikahan merupakan hajatan yang besar dan kerepotannya bisa terjadi sejak jauh-jauh hari. Urutannya sejak proses lamaran sampai pernikahan juga lumayan panjang. Selain itu, terdapat juga banyak kegiatan yang masing-masing memiliki nama dan maknanya sendiri.
Di sini, saya akan membagikan informasi tentang tahapan dan istilah prosesi pernikahan di Madura. Catatan: nama dan urutan kegiatannya bisa saja berbeda antar daerah di Madura. Mengingat, Madura sendiri terdiri dari empat kabupaten yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Berhubung saya berasal dari Bangkalan, maka saya hanya menjelaskan versi yang saya ketahui saja—yang mungkin juga memiliki sedikit perbedaan dengan daerah di Bangkalan lainnya.
#1 Tan-pentan (meminang)
Tan-pentan atau meminang adalah masa ketika pihak mempelai laki-laki berkunjung pertama kali ke rumah calon mempelai perempuan. Biasanya percakapan terjadi antara para tetua atau yang dituakan untuk menentukan kapan waktu yang tepat untuk melakukan prosesi lamaran.
#2 Mar-lamar (lamaran)
Mar-lamar sama halnya dengan tan-pentan, hanya saja dengan konsep yang lebih matang dan biasanya melibatkan para tetangga. Di Madura terdapat hal-hal wajib yang harus dibawa pihak laki-laki saat prosesi lamaran, yaitu emas (sebagai tanda meminang, baik kalung atau cincin) kue dodol, wajik, tetel, dan pisang tondun (utuh).
Kue-kue tersebut biasanya akan dipotong-potong menjadi banyak bagian dan dibagikan kepada tetangga mempelai perempuan sebagai berita bahwa telah terjadi proses lamaran. Makanya, meskipun sebuah keluarga memilih untuk melakukan prosesi lamaran secara privat, para tetangga biasanya akan tetap tahu berdasarkan kue-kue tersebut.
Selain itu, para tetangga yang kepo biasanya bakalan nanya: Olle geddhang berempah tondun (dapat pisang berapa tondun)?
#3 Les-bhales
Les-bhales adalah lanjutan dari proses lamaran. Biasanya dilakukan oleh pihak perempuan untuk pihak laki-laki. Saat prosesi ini, pihak perempuan wajib membawa ikan dan lauk-pauk, terserah dalam bentuk apa pun. Biasanya sih, orang-orang di daerah saya membawa ikan gurame goreng besar dan sejenis makanan dari daging.
#4 Kon-lakon/lalakon
Kon-lakon sama halnya dengan rewang dalam budaya Jawa. Saat kon-lakon, para tetangga—khususnya ibu-ibu—biasanya bakalan membantu pihak keluarga yang punya hajatan. Terkadang, empat hari sebelum hajatan dimulai, para ibu-ibu sudah sibuk menyiapkan banyak hal.
#5 Terop
Terop adalah namalain dari tenda—bukan tenda Pramuka ya. Saat terop (sehari sebelum proses hajatan terjadi), biasanya para laki-laki berkumpul untuk membantu si empunya hajatan mendirikan tenda di halaman rumahnya.
Zaman dulu sebelum maraknya terop sewaan, orang-orang di daerah saya biasanya memotong bambu secara gotong royong dan bersama-sama membentuknya menjadi terop menggunakan terpal sebagai atapnya.
#6 Teppongan
Teppongan sebenarnya berasal dari kata dasar teppong yang berarti tepung. Teppongan biasa diselenggarakan di malam hari sebelum hajatan dimulai. Sejujurnya, saya sih nggak tahu kenapa dinamakan teppongan, padahal para ibu-ibu biasanya berkumpul untuk menyangrai kacang, membuat pepes pisang, atau jeli sebagai kudapan untuk para tamu bhubuwan esoknya.
#7 Lek-Mellek
Kalau teppongan identik dengan para ibu-ibu, maka lek-mellek adalah bagian para bapak-bapak. Lek-mellek berarti membuka mata atau istilah lainnya nggak tidur semalaman. Para bapak biasanya mendatangi si empunya hajatan, memberikan amplop bhubuwan, lalu berbincang-bincang semalaman suntuk.
Sekarang, tradisi lek-mellek sudah mulai kreatif. Para anak muda biasa mengisi lek-mellek dengan bermain domino. Terkadang si empunya hajatan malah sengaja mengadakan lomba bermain domino. Setelah itu, tepat pertengahan malam (pukul 12), si empunya hajatan akan menyajikan makanan nasi dan berbagai lauk-pauk. Biasanya sih ikan bebek atau lele goreng.
#8 Bhubuwan
Praktik bhubuwan ini sama halnya dengan memberikan amplop, hanya saja dengan versi yang lebih heboh. Para ibu-ibu biasanya akan memberikan berbagai sembak. Sembako lho ya, semacam beras, telur, minyak, gula yang jumlahnya biasa berkarung-karung, untuk kemudian dicatat oleh si empunya hajatan.
Nanti, saat si pemberi tadi mempunya hajatan yang sama, ia akan menerima sebanyak yang sudah diberikannya kepada orang lain. Ya, sistemnya semacam nitip gitu kalik, ya. Nanti kalau saya punya acara yang sama, maka yang sudah saya berikan pada orang lain harus dikembalikan.
#9 Kabinan (akad)
Kabinan berasal dari kata kabin yang berarti kawin. Di Madura, kabinan samahalnya dengan akad nikah. Akad nikah biasanya terjadi di pagi hari sebelum resepsi. Tapi, terkadang bisa juga terjadi jauh-jauh hari sebelum resepsi.
#10 Mantan/resepsi pernikahan
Kayaknya bagian ini nggak perlu banyak penjelasan deh, soalnya resepsi pernikahan di mana-mana ya sama saja. Yang bikin beda kayaknya cuma orang-orang yang jualan. Di Madura, resepsi pernikahan nggak kalah ramenya dari pasar malam lho.
#11 Ngereng mantan
Ngereng mantan berarti mengiringi pengantin. Di Madura, ngereng mantan ini biasa dilakukan oleh keluarga mempelai laki-laki. Pengiringnya tentu saja para tetangga yang bersedia ikut. Pihak keluarga mempelai laki-laki akan menyediakan transportasi, seperti mobil pick up, mobil Carry, atau bus mini. Namun, biasanya justru lebih banyak yang menggunakan kendaraan sendiri seperti motor dan melakukan konvoi di belakang iringan pengantin.
#12 Onjhang mantoh
Onjhang mantoh adalah bahasa lain dari ngunduh mantu. Di Madura, prosesi ngunduh mantu itu seru banget lho. Biasanya bakalan ada satu tetua—perempuan—yang pegang sendok dan nampan dari bahan seng. Nampan tersebut kemudian dipukul-pukul dengan sendok sampai berbunyi nyaring yang mengundang perhatian sambil memanggil nama-nama orang. Orang-orang yang namanya dipanggil—khususnya para keluarga si mempelai pengantin—harus menceburkan uang (berapa pun jumlahnya).
Setelah terkumpul, ada dua kemungkinan. Pertama, uangnya dihitung terlebih dahulu sebelum diberikan kepada mempelai perempuan. Kedua, langsung dibungkus menggunakan taplak meja dan diserahkan ke pihak perempuan, bersamaan dengan beras dan printilan lainnya. Kayaknya sih, ini bisa juga bergantung dari banyaknya uang yang didapat. Kalau banyak, biasanya bakalan dihitung dulu, dan sebaliknya.
#13 Gha’-nanggha’
Gha’-nanggha’ ini semacam hiburan yang disewa pihak mempelai laki-laki untuk mengiringinya saat menuju ke rumah si perempuan di siang hari. Jenisnya ada banyak, biasa jaran—iya jaran yang kuda itu, nanti mempelai pengantin diarak keliling halaman rumah—hadrah, atau drumband. Kalau ngikutin trennya sih, saat ini sedang tren drumband beserta biduannya.
#14 Ghun-tengghun
Kalau istilah gha’-nanggha’ identik dengan pihak laki-laki dan dilakukan saat siang hari, maka ghun-tengghun identik dengan pihak perempuan. Tapi, praktiknya dikerjakan malam hari. Biasanya, ghun-tengghun bisa berupa orkes, habsian—menyewa sekelompok santri untuk melakukan solawatan, gambus dan juga mengundang seorang kyai untuk memberikan ceramah agama.
Tujuannya ya cuma satu, agar kegiatan resepsi di malam hari nggak garing dan sepi, lalu cuma nontonin mempelai pengantin berpose di kuade, tapi juga ada hiburan yang bisa dinikmati sama para tetangga.
Sumber gambar: Pixabay