Alasan Orang Golput di Flores itu Beda Sama yang Lain, Kakak

MOJOK.CO – Ada banyak alasan seseorang akhirnya memilih golput. Ada yang alasannya idealis atau apatis. Kalau orang di Flores mah alasannya cukup realistis.

Memilih 01, 02, atau tidak memilih keduanya dalam Pilpres 2019 yang sudah di depan mata ini, tentu ada alasannya masing-masing.

Saya sih malas bahas alasan kenapa pilih 01 atau 02. Biar buzzer senior macam Denny Siregar atau pendoa cum peneror Tuhan macam Neno Warisman yang bahas. Saya nggak kuat. Saya kuat cuma kalau bahas golput dan gendong kamu saja.

Oke, golput. Ada macam-macam alasan seseorang golput. Secara umum ada dua faktor. Faktor teknis dan non-teknis.

Secara teknis, seseorang bisa saja golput sebagai akibat minimnya sosialisasi dari pihak KPU/KPUD dan tidak terdatanya calon pemilih, tidak mendapat surat undangan datang nikahan mantan ke TPS, belum memperoleh kartu pemilih, atau sakit berat.

Sedangkan faktor non-teknis, itu lebih dikarenakan rasa putus asa dan kecewa terhadap hasil Pemilu sebelumnya yang tidak berdampak signifikan terhadap nasib rakyat kecil. Buat apa sa ikut coblos, kalo habis itu sa pu hidup begini-begini saja?

Meski begitu, sikap kritis juga bisa jadi alasan seseorang memilih golput. Habis nonton Sexy Killers, misalnya, orang bisa saja golput karena ternyata, baik 01 maupun 02, keduanya sama-sama punya andil dalam kematian warga yang tenggelam dalam lubang bekas tambang, sakitnya ibu-ibu akibat asap juga debu dari PLTU, atau hancurnya ekosistem laut akibat jangkar-jangkar kapal yang menghantam terumbu karang. Dan lain-lain, dan lain-lain.

Khusus bagi orang Flores, alasan-alasan Golput bisa bertambah selain dari yang sudah disebutkan sebelumnya. Iya, Flores. Situ tahu Flores to? Tidak tahu? Ya Tuhan, teriak-teriak NKRI harga mati tapi tidak tahu Flores?

Hmm, buka peta, dasar lemah!

Oke, berikut ini alasan kenapa orang Flores punya alasan sendiri soal memilih golput ini.

Hujan lebat

Maaf, sekadar mengabarkan, Flores masih musim hujan sampai hari ini. Hujan bisa buat banyak rencana batal, kerjaan tertunda, apalagi bagi mereka yang tak punya mobil. Mau jalan kaki, basah. Mau pakai motor, basah. Tunda dulu yah, diskusi bukunya. Kira-kira begitu.

Hujan bisa buat orang Flores jadi malas. Jadi puisi atau kata kunci buat gombal gebetan, itu kasus khusus. Umumnya, bikin jadi malas. Sa serius.

Nah, bagaimana kalau 17 April itu, hujan lebat dari pagi sampai malam. Ayo, karmana? Bagaimana kalau jarak TPS dari rumah itu jauh, sedang payung sudah robek dan daun talas sebagai ganti payung jauh di kebun? Golput? Bisa jadi.

Apalagi di Bajawa, salah satu kota di Flores, hujannya ganas. Bulirnya bisa besar macam biji jagung. Nekat ke TPS atau flu-batuk-demam sesudah pamer jari bertinta di fesbuk?

Bu Mega, jangan gegabah yah, jangan tanya mereka makan dari mana. Tolong Ibu aktifkan dan bayar dukun untuk tahan hujan Rabu nanti, atau Ibu siapkan dana untuk Cebong yang sakit selepas Pilpres yah?

Efek Tri Hari Suci

Di Flores, Katolik mayoritas. Paskah 2019 yang diawali dengan tri hari suci, dimulai Kamis (Kamis Putih), Jumat (Jumat Agung), lalu Sabtu (Sabtu Suci). Sudah sejak dahulu kala, menjelang Paskah, umat ramai-ramai siapakan diri  juga siapkan liturgi untuk misa.

Siap diri bisa dilakukan selama masa tobat atau masa Prapaskah, siap liturgi bisa dilakukan dengan latih nyanyi untuk kor saat misa di hari-hari suci ini.

Nah, dalam agenda latih nyanyi itu, ada satu hari yang disiapkan untuk general. Di Flores disebut general, waktu khusus dan paling akhir untuk menyempurnakan setiap latihan nyanyi sebelumnya. Biasanya, sehari sebelum tampil.

Bagaimana jika sebagian umat di semua paroki di Flores yang tanggung kor saat Kamis Putih, memilih Rabu 17 April dari pagi sampai sore sebagai waktu untuk general?

Bagaimana kalau tiba-tiba ada daya mistis-magis atau aura transendental atau cahaya dari langit yang membelokkan langkah kaki mereka, dari yang seharusnya ke TPS untuk nyoblos, ke gereja untuk general?

Golput menemukan alasan yang sangat sangat sangat religius dalam kasus ini.

Mabuk moke

Di Flores, minuman lokal beralkohok itu disebut moke. Ada moke arak, ada juga moke putih. Moke arak juga macam-macam, ada yang kemudian berwarna merah dan disebut moke merah, juga moke obat yang konon punya kasiat. Sa serius, ada moke obat.

So, apa hubungannya dengan Golput?

Jadi begini. Orang Flores masih pegang kuat tradisi lokal. Selain cara-cara yang objektif semisal kampanye, blusukan, atau bagi-bagi duit alias serangan fajar itu, ada juga cara-cara tradisional yang diyakini bisa membantu kemenangan.

Cara tradisional itu disebut Kasih Makan Nene-Moyang. Pada masa tenang ini, caleg-caleg mau buat apa coba? Tidak lain tidak bukan, urus Kasih Makan Nene-Moyang. Dari rumah adat yang satu ke rumah adat yang lain, dari kubur yang satu ke kubur yang lain, potong babi, potong ayam, kasih makan leluhur sambil minta restu.

Daging sisa? Jelas dimakan bersama. Makan kosong? Jelas harus ditemani moke.

Kalau jumlah moke terlampau banyak, apalagi di luar hujan lebat? Yah sudah. Hajar terus.

Bagaimana kalau saking banyaknya kubur dan rumah adat, acara Kasih Makan Nene-Moyang  juga terjadi pada Selasa, H-1 Pemilu? Bagaimana kalau semua timses pada mabuk moke dan bangun saat TPS sudah tutup? Bagaimana kalau malah bangun hari Kamis?

Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandi siap terima kenyataan, kalau timses caleg-caleg di Flores ini turut memengaruhi hasil Pilpres? Cebong dan Kampret di luar Flores, siap mengampuni sesama kalian ini?

Akhirnya, setelah tiga alasan tambahan, lebih-lebih alasan kedua, yang bisa buat banyak orang Flores jadi Golput ini, saya ingin tanya: apakah ini juga masuk dalam kategori bodoh dan tak sedap itu, Pastor Magnis?

Exit mobile version