Mengenal Lo Kheng Hong, Raja Investasi Saham Indonesia

MOJOK.COLo Kheng Hong mulai investasi saham di usia 30an. Kegagalan di awal, mendorongnya untuk sukses hingga mendapat julukan Warren Buffet versi Indonesia.

Dia dikenal sebagai raja investasi saham. Ketika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambruk, media-media kompak menaikkan berita dengan tema “rekomendasi Lo Kheng Hong”. Dia sudah seperti sifu di dunia investasi saham. Kepadanya banyak trader dan investor yang bermain di dunia investasi saham akan berlutut.

Saking cemerlangnya investasi saham, Lo Kheng Hong dijuluki Warren Buffet dari Indonesia. Bedanya, Warren berasal dari keluarga kaya dan sudah bermain saham sejak usia 11 tahun. Lo Kheng Hong berasal dari keluarga tidak mampu yang tinggal di rumah petak berukuran 4×10 meter saja.

Setelah lulus SMA, Lo Kheng Hong tidak langsung kuliah karena kesulitan ekonomi. Pria kelahiran 20 Februari 1959 itu bekerja sebagai staf Tata Usaha di Overseas Express Bank (OEB). Ketika masuk usia 20 tahun, Lo Kheng Hong kuliah di Universitas Nasional mengambil jurusan Sastra Inggris. Ia mengambil kelas malam.

Sifu Lo mulai intensif belajar investasi saham di usia 30an. Saham pertama yang dibeli adalah saham PT Gajah Surya Multi Finance Tbk. Lo Kheng Hong membelinya saat penawaran saham perdana (IPO/Initial Public Offering) pada 1989.

Kesuksesan investasi saham berawal dari kegagalan. Ketika itu, saham Gajah Surya Multi Finance anjlok dan dia terpaksa menjual lebih rendah di bawah harga beli. Kegagalan ini membuatnya semakin rajin belajar membaca arah pasar modal, termasuk saham-saham emiten mana yang memiliki prospek cerah.

Pada 1996, Lo Kheng Hong memutuskan untuk berhenti bekerja untuk fokus di dunia investasi saham. Status karyawan terakhirnya adalah Kepala Cabang Bank Ekonomi.

Kekayaan Lo Kheng Hong mulai melonjak sejak ia berinvestasi saham di MBAI, PNLF, dan RIGS. MBAI adalah kode emiten PT Multibreeder Adirama Indonesia Tbk, sebuah perusahaan ternak ayam kedua terbesar di Indonesia.

Dia membeli saham MBAI senilai Rp250 per lembar pada 2005. Dia menjualnya kembali dengan harga Rp31.500 per lembar saham pada 2011. Artinya, dari seluruh investasi saham di MBAI (8,28% dari total seluruh saham MBAI di pasaran), Sifu Lo mengantongi keuntungan 12.500% atau melonjak 126 kali lipat.

Sementara itu, kode PNLF merujuk kepada PT Panin Financial Tbk yang dibeli saat masih dibanderol Rp100 per lembar. Dia membeli sebanyak 850 juta lembar atau setara dengan Rp85 miliar.

Setelah 1,5 tahun, saham tersebut dijual 2,6 kali lipat dari harga awal. Keuntungannya 160% dengan harga Rp260 per lembar. Total penjualannya Rp221 miliar. Keuntungan yang didapat mencapai Rp136 miliar.

Saham ketiga, RIGS, adalah kode emiten dari PT Rig Tenders Indonesia Tbk, sebuah perusahan pelayaran. Dia membeli saham PT Rig Tenders dengan harga Rp800 per lembar lalu dijual senilai Rp1.350.

Menurutnya, jadi investor saham itu jauh lebih enak ketimbang trader. Kalau jadi trader pasti bikin kamu stres. Kegiatan jual beli saham oleh trader dilakukan dengan cepat. jadi, kamu harus memantau harga saham dalam hitungan jam. Kalau jadi investor, dia menyimpang saham-saham itu dalam jangka waktu yang cukup lama.

Baginya, bermain saham adalah pekerjaan yang paling enak karena nggak harus pusing menyiapkan kantor, karyawan, ngurusin atasan, bawahan, cari pelanggan, atau nagih utang. Betul, hingga saat ini, Lo Kheng Hong nggak punya karyawan. Berburu “harta karun” dia lakukan dari rumah. “Harta karun terbesar di dunia itu ada di dalam pasar modal, bukan di dasar laut,” kata Lo Kheng Hong.

Kini, aset dari hasil investasi saham yang dimilikinya mencapai Rp2,5 triliun. Meski punya kekayaan melimpah, dia hidup sederhana. Sifu Lo bahkan nggak punya mobile banking. Mobil yang ia miliki cuma Volvo yang sudah berusia 10 tahun. Sifu Lo memilih menghabiskan waktu untuk belajar investasi saham ketimbang memikirkan ganti mobil terbaru.

“Tuhan itu Maha Pengampun, tetapi bursa saham tidak kenal belas kasihan. Bursa saham tidak pernah memberi ampun kepada orang yang tidak tahu apa yang ia beli,” kata Sifu Lo memberi wejangan.

Untuk “memanjakan diri”, Sifu Lo tidak suka membeli barang. Ia memilih untuk berlibur selama dua minggu bahkan sampai satu bulan. Dia menikmati hidup dengan carangan sendiri.

Lo Kheng Hong Infografik

Exit mobile version