Review Imperfect: Bukti bahwa Si Cantik dan Si Buruk Rupa Sama-sama Tidak Percaya Diri

review film imperfect reza rahadian ernest prakasa jessica mila mojok.co

review film imperfect reza rahadian ernest prakasa jessica mila mojok.co

MOJOK.COFilm Imperfect layak tonton karena ceritanya nggak klise, dibintangi Reza Rahadian yang kapan sih pernah main jelek, dan komedinya berhasil.

Sebagai tema yang sudah sering dibawakan dalam sebuah film, isu timbangan, ketidakpercayaan diri, berat badan, hingga si cantik dan si buruk rupa rentan terjebak dalam klise. Namun, isu ini dikuatkan oleh penggunaan media sosial, fenomena panjat sosial yang sedang sangat dekat dengan masyarakat. Bahkan mungkin, sosok Boy William sebagai King George dalam film ini adalah gambaran YouTuber-YouTuber sok asyik yang minimal sekali seumur hidup pernah bikin konten prank ojol.

Film ini banyak bercerita soal Rara (Jessica Mila) yang kerap dapat omongan tidak enak gara-gara bentuk tubuhnya. Beruntungnya si tokoh yang dianggap tidak cantik ini punya pacar tampan, seorang fotografer bernama Dika (Reza Rahadian). Konflik utama mulai hadir saat Rara gagal naik jabatan di kantor hanya karena penampilannya dianggap tidak memenuhi kriteria, sementara rivalnya dianggap jauh lebih cocok merepresentasikan perusahaan kosmetik.

Mudah bagi kita menebak bahwa tokoh utama nantinya akan dihadapkan pada dilema dikata-katain jelek. Untungnya film Imperfect melampaui itu dengan bicara bahwa sesempurna apa pun seseorang, tetap saja ia punya rasa insecure. Meskipun sulit  membayangkan Dian Sastro pernah nggak pede dengan bentuk hidungnya.

Bungkus komedi segar dengan interval tidak berlebihan juga berhasil dikawinkan dengan alur dalam film ini. Iya, tahu, banyak film-film yang itu loh… komedinya terasa cuma sisipan. Tapi, percayalah, guyonan nakal Neti (Kiki Saputri) tentang jemuran kutangnya bakal membuat perut tergelitik. Bahkan isu kesukuan juga disampaikan dengan mulus tanpa memancing kaum protes berkoar-koar.

Konklusi Imperfect turut menyelesaikan isu-isu body shamming dan insecurity yang secara konsisten disampaikan Ernest dari awal film. Beberapa film soal cewek gendut biasanya gagal di babak ini. Gagal memberikan sebuah kesimpulan bahwa gendut itu bukan masalah, atau gagal memberikan pernyataan bahwa si gendut juga harus berusaha dulu sebelum menyerah pada penampilannya.

Ernest menyajikan struktur delapan sekuens (the eight sequences) dalam penggarapan skrip. Formula ini digunakan pada film-film yang memiliki konflik sederhana dengan penyelesaian yang juga sederhana. The eight sequences membantu perhatian penonton tetap stabil selama penayangan. Terdapat first culmination, first obstacle, hingga main culmination alias konflik berlapis yang pada akhirnya bakal diselesaikan satu demi satu tanpa penonton sempat menebak apa yang akan terjadi.

Namun, tidak semua film dengan formula ini bisa berhasil, jika penulisan film gagal menempatkan porsi yang ideal pada setiap sekuens, film cenderung akan menjadi membosankan dengan pesan yang tidak akan tersampaikan. Ernest terhitung cerdik dalam hal ini. Meski hasilnya tidak menempatkan Imperfect sebagai film terbaik Ernest, eksekusi film Imperfect sama sekali tidak buruk.

Tantangan dari film ini sebenarnya dari karya Ernest yang lain. Setelah berhasil denga Cek Toko Sebelah sampai Milly Mamet, Ernest punya beban untuk membuat karya-karya selanjutnya menjadi berbeda. Imperfect adalah film yang tergolong aman bagi Ernest, tapi belum bisa menghasilkan gebrakan ketimbang karya Ernest lainnya.

Tentang pemerannya, saya sampai bingung karena sesering apa pun saya nonton Reza

[contact-form][contact-field label=”Nama” type=”name” required=”true” /][contact-field label=”Surel” type=”email” required=”true” /][contact-field label=”Situs web” type=”url” /][contact-field label=”Pesan” type=”textarea” /][/contact-form]

[contact-form][contact-field label=”Nama” type=”name” required=”true” /][contact-field label=”Surel” type=”email” required=”true” /][contact-field label=”Situs web” type=”url” /][contact-field label=”Pesan” type=”textarea” /][/contact-form]

Rahadian, saya tidak pernah melihat karakter yang sama. Mungkin inilah kekuatan ajian Mas Reza, satu-satunya aktor yang punya hari perayaan (19 Desember sudah dirayakan sebagai Hari Reza Rahadian Nasional).

Selain Reza, penampilan Jessica Mila memang tidak cukup mencuri perhatian. Tapi usahanya menaikkan berat badan dan menurunkannya lagi tentu tidak bisa dilupakan. Namun, hingga sekarang saya belum juga paham mengapa Ernest memilih Jessica Mila sebagai pemeran utama ketimbang memilih aktris yang sudah gendut dari sananya lalu dikuruskan. Lumayan kan, pengalaman personal dikata-katain gendut bisa jadi pendalaman peran yang mantap.

BACA JUGA Seni Mengkritik Anies Baswedan ala Komedian Ernest Prakasa atau artikel menarik lainnya di POJOKAN.

Exit mobile version