Paradoksnya Ide Amien Rais untuk Gerakkan Massa Jika Ada Kecurangan Pemilu

MOJOK.CO – Amien Rais keluarkan pernyataan yang tidak cuma kontroversial, tapi berbahaya. Jika merasa ada kecurangan Pemilu, aksi massa lebih dipilih ketimbang ikut mekanisme hukum.

Isu kecurangan Pemilu 2019 beberapa waktu ke belakang selalu digaungkan oleh Amien Rais, selaku Ketua Dewan Kehormatan PAN. Hal ini tentu terkait dengan kemungkinan-kemungkinan bahwa kecurangan ini bakal mengakibatkan jagoannya dalam Pilpres nanti bisa kalah.

Seperti saat Amien Rais menyebut bahwa perhitungan rekapitulasi suara untuk Pemilu 2019 jangan sampai dilakukan di Hotel Borobudur, Jakarta. Menurutnya, di sana ada banyak jin dan gederuwo. Sebuah istilah untuk menyebut hacker yang dituding Amien Rais bakal mangacaukan Pemilu 2019.

Sebelumnya, Amien Rais juga siap melakukan perang politik kalau ada kecurangan pada awal Maret 2019.

“Kalau sampai terbukti nanti ada kecurangan yang sistematik, kemudian massif, terukur, maka jangan pernah menyalahkan kalau kita akan melakukan aksi-aksi politik. Bukan perang total ala Moeldoko, bukan, tapi kita perang politik mengawasi demokrasi bahwa kebenaran harus ditegakkan,” katanya.

Tudingan-tudingan seperti itu terus berkelindan keluar dari mulut Amien Rais belakangan ini. Meski selama itu pula sosok—yang katanya—Bapak Reformasi ini belum sekali pun menunjukkan bukti. Hanya sekadar indikasi-indikasi yang terus menyebar ke masyarakat luas.

Seperti soal hoax 70 juta surat suara sudah tercoblos dari Cina yang digaungkan oleh Andi Arief melalui media sosial. Indikasi yang jebul cuma kabar palsu ini merupakan upaya agar rakyat hilang kepercayaannya terhadap hasil resmi Pemilu 2019 nanti.

Bahkan belum selesai soal urusan perang politik dan jin genderuwo, Amien Rais kembali mengancam akan menggerakkan massa kalau Pemilu nanti berjalan dengan curang.

“Kalau nanti terjadi kecurangan, kita nggak akan ke MK (Mahkamah Konstitusi). Nggak ada gunanya, tapi kita people power. People power sah,” kata Amien Rais pada Apel Siaga Umat 313.

Jadi, selain upaya agar masyarakat bersikap skeptis terhadap hasil Pemilu 2019 nanti, Amien Rais juga mencoba mengajak rakyat untuk tidak percaya lagi dengan Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal semacam ini sebenarnya cukup bisa dipahami—meski jelas ajakan ini tidak main-main dan tidak bisa dimaklumi.

Lha gimana? Jika kepada lembaga hukum se-kredibel Mahkamah Konstitusi saja tidak mau percaya, mau ke mana lagi Amien Rais menyelesaikan sengketa hukumnya?

Ini jelas ucapan yang tak main-main bahayanya.  Sebab akan memunculkan sikap permusuhan rakyat kepada hukum yang berlaku di Indonesia. Membuat beberapa pihak jadi merasa bisa main hakim sendiri, lalu ketika dihukum melalui perundang-undangan yang sah akan berteriak: saya dikriminalisasi.

Bisa dipahami kalau Amien Rais tidak mau percaya lagi dengan Mahkamah Konstitusi. Mengingat, pada sengketa Pilpres 2014, koalisi yang diusungnya saat itu kalah telak dalam persidangan yang—bahkan—disiarkan langsung lewat televisi.

Dalam siaran itu pun rakyat sebenarnya juga bisa menilai. Bahwa tudingan-tudingan Pilpres 2014 berjalan dengan kecurangan yang terstruktur, masif, dan sistematis sama sekali tidak terbukti.

Lalu apakah dengan itu bisa dibilang bahwa Pilpres 2014 memang tidak ada kecurangan? Ya nggak juga. Sebab, “ada kecurangan” dengan “terbukti ada kecurangan” itu dua entitas yang sangat berbeda.

Bisa jadi pihak Amien Rais dan kawan-kawan merasa benar-benar melihat bahwa ada kecurangan di depan mata, sayangnya saat itu pihaknya tidak menyiapkan bukti serta saksi kecurangan dengan baik saat persidangan dilakukan.

Lha piye?

Pihak penggugat malah hanya membawa bukti-bukti berupa potongan surat kabar, beberapa saksi—yang jebul—tidak ada berada di lokasi TPS, atau menceritakan hal-hal yang tidak diketahui secara langsung.

Ini belum dengan nomor-nomor TPS yang diduga melakukan kecurangan, namun setelah dicek kembali ternyata nomor yang diajukan oleh pihak penggugat cuma fiktif belaka.

Melihat “tidak niat”-nya pihak penggugat dalam membuktikan tuduhan “kecurangan yang terstruktur, masif, dan sistematis” dari KPU, jelas sudah Hakim Mahkamah Konstitusi mengetok palu bahwa dugaan pihak Prabowo-Hatta saat itu ke KPU sama sekali tidak terbukti.

Satu biji tudingan pun tidak ada yang terbukti. Satu bijik!

Membaca dari peristiwa lima tahun silam itu, bisa jadi Amien Rais yang sekarang merasa tidak bisa berharap banyak dengan MK karena dulu pihaknya dianggap kalah dalam persidangan. Lalu menggaungkan ke masyarakat agar tak percaya lagi dengan hukum di Indonesia, melalui ketidakpercayaan terhadap MK.

Padahal kalau beliau harusnya paham, bahwa kekalahannya pada sidang MK Pilpres 2014 silam bukan karena kecurangan “benar-benar tak ada” melainkan karena pembuktian pihaknya begitu lemah dan ya… nggak niat-niat amat.

Lucunya, jika sudah se-tidak-percaya itu dengan hukum konstitusi di Indonesia, lalu kenapa Amien Rais menyebutkan akan melakukan people power dengan argumentasi bahwa gerakan massa kayak gitu sah secara hukum?

Kalau boleh tahu, maksud kata “sah” itu sah menurut hukum apa? Hukum konstitusi yang nggak dipercayai Pak Amien sendiri itu?

Exit mobile version