Pada Dasarnya, KPAI Tidak Sedang Berhadapan Dengan PB Djarum

Tentu saja, sebagai negara yang penuh dengan modal ekonomi yang bagus, Indonesia ini masih menjadi negara yang jauh dari ideal. Bahwa ada upaya besar untuk terus memperbaiki, itu jelas, tapi memang belum ideal.

Tarif listrik mahal, sistem jaminan kesehatan yang masih sering acakadut, biaya sekolah yang kerap aneh dan tidak terduga, dll.

Dalam kondisi yang demikian, ada dua hal yang sering menjadi katarsis bagi banyak orang Indonesia di tengah kondisi hidupnya yang sering ruwet itu: musik dan olahraga.

Banyak orang Indonesia yang, mau hutangnya banyak, anak belum bayar sekolah, meteran listrik jentat-jentit karena sebentar lagi mau habis, tapi asal bisa ndangdutan atau lihat timnas menang, maka beban terasa menjadi lebih ringan.

Terhadap dua katarsis ini, perusahaan-perusahaan rokok merawatnya dengan baik.

Dari Soundrenalin yang tiketnya ratusan ribu sampai konser gratisan ala grebeg pasar atau konser “rock n’ dut” yang papan bannernya gambar tampang Charly van Houten itu. Dari kompetisi Liga Djarum, sampai kompetisi tarkam Dji Sam Soe Spekta Bola.

Musik dan olahraga menjadi dua hal yang bagi banyak orang Indonesia menjadi semacam penepuk bahu kehidupan.

Tak heran, ketika dua entitas ini diganggu, masyarakat serta-merta menjadi pembela paling depan.

KPAI menjadi contoh terbaru yang merasakan betapa masyarakat tampil menjadi pembela militan bagi katarsis mereka.

Badminton, tidak bisa tidak, merupakan olahraga yang paling membanggakan bagi Indonesia. Setidaknya, olahraga itulah yang kerap menyumbangkan gelar bagi Indonesia dan membuat negara ini dikenal sebagai salah satu jagoan dunia.

Banyak orang Indonesia begitu mencintai olahraga ini.

KPAI dihujat di sosial media sebab dianggap menjadi biang mundurnya PB Djarum, salah satu klub badminton Indonesia dalam usaha pembibitan atlet badminton melalui beasiswa.

Lembaga tersebut menuduh bahwa program beasiswa badminton oleh PB Djarum sebagai salah satu bentuk eksploitasi anak.

Walau mungkin agak berlebihan, namun mundurnya PB Djarum dalam program audisi pencarian bakat atlet muda badminton dianggap sebagai salah satu titik awal kemunduran badminton nasional, hal tersebut mengingat ada banyak atlet juara dunia yang lahir dari program ini. Di samping itu, belum banyak perusahaan swasta yang mau menggelontorkan dana yang sangat besar untuk ikut menyokong dunia tepok bulu ini.

Kemarahan masyarakat terhadap KPAI adalah respons yang sangat wajar. Ketika pemerintah bahkan belum mampu mensejahterakan warganya dengan baik, ealah, kok ya pelampiasan untuk melupakan sejenak ketidaksejahteraan itu masih saja diganggu.

Dalam kasus ini, KPAI tampaknya tidak sedang berhadapan dengan Djarum. Ia berhadapan dengan masyarakat banyak, baik yang perokok maupun yang tidak.

Dan perlu diingat, berhadapan dengan masyarakat adalah seburuk-buruknya pertandingan. Sebab, unggul atau tidak, ia tetaplah pihak yang kalah. Bahkan sebelum pertandingan dimulai.

Exit mobile version