Mengapa Nge-Block Mantan Perlu Dilakukan dan Ini Bukanlah Hal yang Childish

MOJOK.CO Nge-block mantan bukanlah perkara move on atau tidak move on. Ia menjadi bentuk P3K alias Pertolongan Pertama Pada Kenangan.

Kawan saya putus tiga bulan yang lalu. Tanpa basa-basi, akun mantannya—baik di media sosial maupun WhatsApp—langsung di-block. Dengan tegas, ia menolak segala bentuk komunikasi si mantan yang telah bersikap kurang ajar menyelingkuhi dirinya.

Dasar sahabat senasib sepenanggungan, sebulan kemudian saya mengalami apa yang kawan saya alami. Selagi saya nangis-nangis sambil hancur dan berusaha menyembuhkan diri, saya kekeuh tidak nge-block akun mantan dengan alasan…

…biar nggak dianggap childish.

Ya, ya, ya, mungkin kamu tertawa-tawa membaca ini, tapi saya rasa tidak sedikit dari kita yang merasa bahwa nge-block akun mantan merupakan tindakan yang nggak banget karena sangat kekanak-kanakkan dan tidak dewasa. Ya ngapain harus di-block, sih??? Bukannya nanti malah kelihatan kalau kita yang lemah dan si mantan yang jahat dan nggak punya hati dan perasaan itu yang menang??? Lagi pula, memangnya situ yakin udah bisa berhenti dari niat stalking mantan di media sosial???

Saya mengajukan alasan kepada sahabat saya bahwa saya ingin terlihat elegan dan tetap tampak kuat dengan tidak nge-block mantan. Saat itulah, ia langsung menceramahi saya soal prinsip anti-block. Kira-kira, beginilah isi omelannya (bagian berikutnya adalah ceramah dari sahabat saya yang saya tulis kembali untuk kamu—jiwa-jiwa yang patah habis patah hati dan masih sedikit-sedikit menyisakan ruang pada masa lalu):

Pada dasarnya, nge-block mantan bukan perkara move on atau tidak move on, mylov. Ia adalah bentuk P3K alias Pertolongan Pertama Pada Kenangan yang paling simpel, mudah, dan murah. Ada beberapa argumen penting yang mendukung kamu untuk berhenti sok idealis dan lebih baik nge-block akun si mantan tadi:

Pertama, bodo amat kalau kamu dibilang belum move on. Iya, benar, Saudara-saudara: bodo amat. Coba, ulangi sekali lagi bareng-bareng sama saya:

“Bodo amat kalau dibilang belum move on! BODO AMAT!”

Justru nih, dear Tuna-tuna asmara, tindakan nge-block mantan di media sosial adalah bentuk penyelamatan pada ke-belum-move-on-anmu. Kalau udah di-block, kamu jadi nggak perlu repot-repot lihat muka dia lagi, baik di feed Instagram, foto profil WA, atau dirinya sendiri lagi goyang-goyangin kepala sambil pakai filter dan stiker baru di Instagram Story.

Bukan apa-apa, nih, tapi emang kamu kuat ngelihatin mukanya lagi? Yakin nanti nggak jadi jatuh cinta lagi?

Kedua, ingat-ingatlah kelakuannya padamu yang sungguh kejam dan jahat, seperti Lord Voldemort, Mr. Black, atau tokoh-tokoh jahat manapun di film apa pun.

Kalau kamu dan mantan putus baik-baik, opsi nge-block ini mungkin tak perlu terpikirkan di kepalamu. Namun, kalau kamu putus dengan penuh luka dan air mata—misalnya diselingkuhi—sudahlah, buat apa berusaha baik-baikin dia yang nggak punya otak itu?

Seberapa baik pun hatimu, kalau kepercayaanmu sudah dirobek dan tak bisa lagi kamu tolerir, kamu tentu saja diizinkan untuk menge-block mantanmu ini. Tenang saja, kamu tak perlu repot-repot merasa bersalah karena bersikap kekanakkan. Yang kekanakkan itu, ya, mantanmu: sudah punya kamu, eh malah masih mau ‘ngoleksi’ yang lain. Ckckck.

Ketiga, dengan aksi blokir, kamu bisa menghilangkan harapan-harapan dan ilusi di kepalamu sendiri.

Namanya juga baru putus—kamu tentu berharap mantanmu akan tampak galau dan merindukan dirimu di media sosialnya. Kadang pula, kamu menanti-nanti pesan masuk datang dari dirinya. Sialnya, doi malah update foto-foto bahagia dan tidak mengirimimu pesan apa pun. Hih!

Jadi gini, mylov: beberapa orang memang diciptakan sebrengsek itu. Dia membuat luka, menabur garam (emangnya kita sop ayam???), pergi, lalu (tampak) hidup bahagia begitu saja. Yang perlu kamu lakukan hanyalah ‘membalasnya’ dengan baik, yaitu…

…hidup dengan jauh lebih bahagia dan lebih mencintai diri sendiri!!!

Percayalah, kalau hari ini hidup sedang menertawakanmu, nanti hiduplah yang akan tertawa bersamamu. Aseeeek~

Keempat, menjaga harga diri dari kemungkinan insiden yang bisa terjadi.

Di Instagram, Facebook, maupun Twitter, pengguna bisa memberi tanda like atau ‘suka’ pada post yang diunggah pengguna lain. Kalau kamu dan mantanmu masih berteman (atau tidak berteman tapi tidak kamu block), kamu bisa sepuasnya membuka akunnya, lalu stalking sampai kenyang. Tapiiiii, ketahuilah Kawan-kawan semua, selalu ada bahaya yang mengintaimu, misalnya…

…nggak sengaja pencet tombol like di Instagram!!!

Bayangkan, Teman-teman, bayangkan!!! Kamu yang memutuskan hubungan, eeeeh kamu pula yang ketahuan kepo, bahkan sampai nge-like foto-foto si mantan! Dengan cara ini, mantanmu bisa saja jadi GR dan merasa kamu masih mengharapkannya, begitu pula sebaliknya jika dialah yang namanya muncul sebagai orang yang memberi like pada fotomu.

See??? Ujung-ujungnya ngarep, mylov~

Lagi pula, mungkin ada masa di mana kamu akan merasa sangat merindukannya atau sangat membencinya dalam-dalam. Pada posisi ini, kamu perlu menahan diri menghubunginya, dan itulah mengapa nge-block mantan itu perlu, Sayangku.

Kelima, kamu wajar-wajar saja menge-block mantan kalau dia sudah terlalu mengganggu dan menyita waktumu.

Selalu ada jenis mantan yang aneh di dunia ini: bikin gara-gara, diputusin, eh malah ngejar-ngejar lagi sambil bilang kangen dan cinta. Maksud saya…

…ya situ ke mana aja, Bang, kok baru bilang kangen dan cinta??? Kemaren-kemaren ke mana aja??? Ke pasar, ya, belanja bumbu rawon???

Hufh, maaf emosi.

Begini: jika mantan sudah terlalu sering mengirimu pesan dan menghubungimu sampai di tahap annoying, kamu selalu punya pilihan untuk memblokir nomor dan akun media sosialnya. Tak perlu ragu dan  takut dianggap sombong. Toh, kamu berhak sombong juga sekarang—sombong karena kamu berhasil menjalani hidup tanpa dia dan jadi lebih mandiri. Eaaa~

Keenam, tenang saja—nge-block mantan bukan berarti kamu harus melakukannya seumur hidup. Kalau kamu sudah merasa ‘sembuh’ dan menjadi jauh lebih baik, kamu bisa membuka blokiranmu, lalu membiarkan segalanya berjalan dengan biasa.

Mungkin, kamu memerlukan waktu sebulan, dua bulan, atau bahkan enam bulan—semua terserah padamu. Ambillah waktu yang kamu butuhkan sampai kamu yakin bahwa dirimu telah terbiasa tanpa update-an darinya. Pada masa-masa ‘penyembuhan’ ini, ingatlah bahwa kamu tidak sedang kalah ataupun childish.

Sebaliknya, mylov, aksi nge-block mantan ini justru menunjukkan bahwa kamu hanyalah manusia biasa yang manusiawi. Hal ini jelas menunjukkan kualitasmu yang berbeda dengan dia: manusia, tapi yang kayak buaya. Gitu!

Exit mobile version