Menerima Kritik Faizal Assegaf terhadap NU dan Ajakan Bersimpati Kepadanya

Padahal kalau kritik itu berhenti pada substansi soal Ketum PBNU yang jarang dari ulama luar Jawa, diskusi yang terjadi bakal asyik lho.

Menerima Kritik Faizal Assegaf terhadap NU dan Ajakan Bersimpati Kepadanya

Menerima Kritik Faizal Assegaf terhadap NU dan Ajakan Bersimpati Kepadanya

MOJOK.COFaizal Assegaf lagi kenceng-kencengnya menyerang NU. Dari organisasinya, tokoh-tokohnya, bahkan sampai sosok pendirinya.

Ada satu pepatah yang lumayan tepat untuk menggambarkan agresitivitas Faizal Assegaf dalam mengkritik NU maupun nyentil Mbahyai Hasyim Asy’ari dalam sebulan terakhir ini.

“Kencingilah sumur Zam-zam, dan kau akan terkenal.”

Pepatah itulah yang terkesan dilakukan Faizal Assegaf sepanjang bulan Oktober 2021. Setidaknya, belakangan ini, kritik yang disampaikannya begitu masif dengan menyentil PBNU sebagai organisasi dan tokoh-tokoh di kalangan Nahdlatul Ulama (NU) sendiri.

Untungnya saya cukup selo menemukan polanya dari akun Twitter Faizal Assegaf sendiri dan akun YouTube-nya. Di Twitter, Faizal memulai “serangan” ini pada satu premis yang sebenarnya cukup menarik untuk didiskusikan.


Sebagai jamaah Nahdliyin juga, saya pikir ada banyak kok anak muda Nahdliyin yang tidak begitu masalah dengan substansi dari kritik ini. Lah ya memang betul kok, Ketum PBNU kan selama yang saya tahu sangat jarang dari luar Jawa.

Setidaknya—kalau diperkenankan menanggapi kritik ini—kicauan Faizal ini bisa menjadi intropeksi teman-teman NU sendiri, kenapa NU tidak begitu menarik bagi umat Islam di luar Jawa?

Ini kan bisa jadi pemantik perdebatan serius yang menarik. Sesuatu yang tidak perlu saya jlentrehkan di tulisan ini karena memang saya tidak sedang mau ngomongin itu.

Nah, diawali dari kicauan tadi, tiba-tiba Faizal jadi begitu agresif mengkritik NU. Padahal kalau kritik itu berhenti pada substansi soal Ketum PBNU yang jarang dari luar Jawa, diskusi yang terjadi bakal asyik lho. Lah tapi kok kemudian isu yang diangkat Faizal jadi merembet ke mana-mana?

Pada tahap selanjutnya blio kemudian menyebut bahwa PBNU dalam dua dekade ini adalah, “Komplotan politisi siluman berkedok ulama.”

Belum selesai dari sana, Faizal lalu mencoba menyentil Gus Dur melalui komunitas Gusdurian, lalu berlanjut menyentil K.H. Said Aqil Siraj. Dan itu ternyata tidak berhenti-berhenti juga.

Faizal Assegaf lantas menyerang K.H. Bahauddin Nursalim atau Gus Baha. Saya sebut “menyerang” karena Faizal dengan lantang menyebut Gus Baha bukan ulama, tapi sebagai politisi. Tidak hanya Gus Baha sebenarnya yang disebut, tapi juga K.H. Hasyim Muzadi pula.

Hm, sebuah pilihan kata yang memancing sekali.

Tentu saja, serangannya ke PBNU dan tokoh-tokoh NU ini sempat mengundang jamaah NU di balasan-balasan twit-nya. Cuma—lah ini problemnya—kok ya blas nggak ada yang trending. Dan karena tidak trending, kontroversi yang diciptakannya tidak pernah jadi isu nasional.

Paling banter sentilan ngosak-ngasiknya itu cuma nongol di pikiran-rakyat, tribunnews, atau media-media  “sederhana” (termasuk Mojok sih lewat tulisan ini). Itu pun diawali karena ujug-ujug Faizal Assegaf mengusulkan nama Hidayat Nur Wahid sebagai Ketum PBNU.

Ya nggak salah sih, orang punya aspirasi kan ya bebas mau nyalonin siapa aja. Hatapi kalau nggak ada yang melirik calon yang diusung, dan nggak banyak orang yang mendukung argumentasimu kan ya jangan njuk ngamuk-ngamuk dong.

Nah, wujud “ngamuk-ngamuk”-nya itu kemudian mewujud dalam berbagai cara. Salah satu yang cukup masif (selain terus bikin kicauan-kicauan memancing di Twitter) adalah Faizal Assegaf tiba-tiba bikin channel YouTube pada tanggal 23 Oktober 2021.

Dengan upload-an video pertama yang langsung menyerang ke “Raja Terakhir”, yakni: Mbahyai Hasyim Asy’ari.

Sejujurnya, dari video inilah pertama kali saya mengetahui otran-otran Faizal Assegaf begitu sistematis mengkritik NU, PBNU, juga tokoh-tokohnya. Dan tahunya saya juga bukan dari video blio langsung, tapi dari video tanggapan Habib Zein Assegaf yang membalas video Faizal.

Dari video tanggapan itu lalu saya berselancar ke pokok persoalannya, dan ketemulah akun Faizal Assegaf Official itu, berikut dengan beberapa gelintir video (karena emang baru dibikin channel-nya) yang penontonnya nggak banyak-banyak amat.

Saya sebut nggak banyak-banyak amat karena postingan pertama saja baru ditonton 3 ribuan orang (dan baru diposting lima hari yang lalu). Jangankan yang pertama, yang paling ramai saja, yang soal menyerang keluarga Gus Dur (ketika tulisan ini dibuat) hanya ditonton 34 ribuan orang. Coba bandingin dengan video tanggapan dari Habib Zein yang malah sudah ditonton 60 ribuan orang.

Kok bisa ya? Video yang nanggepin lebih banyak yang nonton daripada video yang ditanggepin? Apalagi ini soal NU lho. Organisasi dengan pengikut terbesar di Indonesia.

Melihat usaha keras dari Faizal Assegaf untuk terus menyerang NU sekaligus tokoh-tokohnya agar mendapat engagement atau perhatian dari masyarakat Nahdliyin, sejujurnya saya tidak ada marah-marahnya sama sekali.

Tidak ada tuh perasaan emosional dengan pernyataan-pernyataan Faizal Assegaf di situ, meski yang blio serang adalah tokoh besar masyarakat Nahdliyin seperti Mbahyai Hasyim Asya’ari.

Soalnya, dalam kacamata saya, apa yang dilakukan Faizal ini memang terkesan sekali untuk memancing tanggapan.

Bentuknya bisa macam-macam, dari lonjakan subscriber di YouTube-nya atau balasan-balasan di akun Twitternya. Bukan untuk kebutuhan ekonomi tentunya (saya yakin Bung Faizal sudah kaya raya sih), tapi untuk kebutuhan lain. Bisa kebutuhan ideologis atau bahkan kebutuhan politis. Sesederhana itu saja.

Oleh sebab itu, bagi jamaah Nahdliyin yang kebetulan baru mengetahui Faizal Assegaf siapa, dan apa saja yang dilakukannya di media sosial dalam sebulan ini, pesan saya satu: nggak usah emosional. Biasa aja. Selo aja.

Terima saja kritik-kritik yang menarik dari blio, tapi nggak usah ditanggapi dengan marah-marah atau persekusi. Bukan apa-apa, soalnya kalau sampai ada Banser atau teman-teman dari Pagar Nusa malah terpancing dengan provokasi ini, blio bisa dapat tambahan engagement lagi lho.

Jika itu terjadi, ketimbang memuaskan hasrat kemarahan jamaah Nahdliyin yang emosi, hal itu justru menguntungkan secara politis posisinya Faizal Assegaf. Ya iya dong, blio kan tinggal playing victim. Bakal bisa diliput media-media besar nanti. Rugi buat NU juga jatuhnya.

Makanya, agar kecerewetan blio di Twitter soal pancingan-pancingan supaya warga Nahdliyin emosi, saya justru ingin ajak teman-teman Nahdliyin agar bersimpati kepadanya. Udah lah, biarin saja. Ada seseorang yang lagi butuh panggung besar, udah lah dipahami saja kebutuhannya. Ingat lho ya: dipahami aja, bukan diakomodasi.

Jadi kalau kamu punya kemampuan berdebat, ya udah sih berdebat saja, tapi nggak usah ajak-ajak yang lain. Nggak perlu lewat Twitter dia atau akun YouTube dia, tapi lewat akunmu sendiri. Biarkan itu jadi diskursus yang spesifik biar nggak merembet ke mana-mana yang jatuhnya bisa ke provokasi lain yang lebih parah.

Setidaknya, kita pakai prinsip satu ini saja: bahwa ketika mengencingi sumur Zam-zam seseorang memang bisa terkenal, tapi orang yang nyerang tokoh-tokoh NU ternyata bisa lho nggak viral-viral.

Contohnya? Ya Bung Faizal.

BACA JUGA Mengapa NU Lucu dan Muhammadiyah Tidak atau ESAI soal Nahdlatul Ulama lainnya.

Exit mobile version