Kok Kita Harus Ikutan Budaya Beberes KFC? Buat Apa?

ilustrasi Kontroversi Cara Makan Nasi KFC dan Nasi McD: Digigit kayak Onigiri atau Digelar kayak di Warteg? mojok.co

MOJOK.CO Kenapa harus ada budaya beberes KFC? Kenapa kita yang dianggap sebagai tamu malah harus beres-beres sampah bekas makanan, padahal tamu sering dianggap sebagai raja?

Dalam beberapa hari terakhir, topik legendaris soal “kamu cebong atau kampret” sempat tertutup dengan sebuah isu baru yang muncul dari restoran makanan siap saji, KFC.  Pasalnya, lewat akun-akun media sosial resminya, KFC mengampanyekan budaya beberes kepada para customer, yaitu seruan untuk membuang sisa-sisa makanan ke tempat sampah atau menumpuk piring yang digunakan di atas nampan yang disediakan.

Bukan cuma di Facebook, seruan budaya beberes KFC juga digaungkan di Twitter dan Instagram dengan tujuan menjaring lebih banyak pelanggan untuk melakukan hal serupa. Tapi, tapi, tapiiii…

…kenapa, sih, KFC??? Kenapa harus ada budaya beberes KFC??? Kenapa kita yang dianggap sebagai tamu malah harus beres-beres sampah bekas makanan, padahal tamu sering dianggap sebagai raja???

Hey, hey, tenang dulu. Jangan anggap saya malas. Yah gimana, saya ini memang malas, kok, tanpa perlu repot-repot kamu anggap begitu. Gimana nggak malas, lah wong saya makan di KFC itu juga karena saya menghindari jatah cuci piring di rumah, kok!

Apa? Budaya beberes KFC nggak meminta kita untuk nyuci piring?

Ya nggak papalah, pokoknya saya tetap malas! Udah enak kita duduk-duduk sambil makan kulit ayam dan kentang goreng, masa iya harus beres-beres dulu sebelum pulang? Sebagai tambahan nih, ya, bin alias tempat sampah di KFC sendiri sering kali tersembunyi letaknya, Saudara-saudara. Masa iya kita harus muter-muter nyariin dulu padahal perut udah kekenyangan? Nyari pacar baru aja susah, lah ini kok disuruh nyari bin!

 “Tapi kan konsepnya fast-food memang gitu! Kita harus bisa self-service di KFC, kayak di luar negeri!”

Duh, kenapa harus dibanding-bandingin sama luar negeri melulu? Kalau memang tolok ukur di luar negeri adalah A, apakah kita juga harus berada di titik A? Lah wong sushi Jepang yang kalau di luar negeri langsung dimakan aja belum tentu bisa diterima di Indonesia—dibilang mengandung minyak babi lah, makanan mentah dan nggak sehat lah, sampai perkara rasa yang tidak cocok dengan lidah lokal. Terus, kenapa sekarang, waktu ada budaya beberes KFC, malah kitanya yang harus ngikutin hanya karena sistem ini juga diterapkan di luar negeri???

Lagian, nih, ya, apa sih yang ada di kepala KFC? Setelah mengurangi penggunaan sedotan plastik pada menu-menu minumannya, kini mau ada gerakan mengurangi kerjaan pelayannya, gitu???

Eh, apa katamu? Para pelayan masih punya banyak pekerjaan walaupun kita sudah mengikuti budaya beberes KFC dan semestinya hal ini tidak ada masalah bagi kita???

Duh, sini saya kasih tahu. Kemalasan saya—dan 324.283 orang lainnya—bukan berarti bahwa saya adalah orang yang kelewat perhitungan. Saya tu cuma nggak mau ikut campur sama urusan orang, ngerti nggak???

Bayangin, deh, mbak-mbak dan mas-mas KFC itu sesungguhnya telah berniat bekerja dari rumah, bersemangat merapikan piring-piring kotor pengunjung, dan membuang sampah ke bin KFC yang letaknya kadang di tanah antah-berantah. Nah, kalau tiba-tiba kita datang, makan, lalu mengambil porsi kerjanya, apa iya mereka nggak merasa bingung??? Meski terkesan manis dan romantis, hal ini tetap membuat sebagian orang merasa rikuh sendiri, Bapak-bapak dan Ibu-ibu. Apalagi—nih saya kasih tahu saja—beberapa pengunjung memang memilih untuk tidak melakukan budaya beberes KFC karena…

malu.

Iya, iya, sebagian dari kami ini pemalu stadium 4, Saudara-saudara. Bayangkan—kami harus berdiri di tengah kerumunan orang, mencari-cari bin (kalau nggak ketemu, kami harus bertanya kepada mbak-mbak atau mas-masnya—duh, malu!), membuang sampah-sampah kehidupan, lalu pulang. Kesemua langkah ini kami lakukan sambil menerima tatapan orang. Tentu saja hal ini membutuhkan kekuatan mental yang tidak remeh, Saudara-saudara! Padahal, salah satu alasan kami datang ke tempat ini adalah karena minimnya interaksi yang diperlukan, alias cuma pada saat memesan makanan saja ke mbak-mbaknya!!!!11!!!1!!

Jadi, yah, dengan alasan-alasan yang bergejolak di atas, saya memang masih belum menemukan alasan kuat kenapa kita harus—dan wajib—ikutan budaya beberes KFC. Maksud saya, KFC sendiri toh masih berbentuk tenda dengan terpal biasa, mbok ya nggak usah nggaya dengan konsep fast-food ala luar negeri!

Apa? Kok bingung begitu? Ini lagi ngomongin KFC yang pakai terpal di ujung jalan situ, kan? Klaten Fried Chicken?

Exit mobile version