Kencing Sambil Jongkok Memang Sangat Merepotkan, Namun Saya Sangat Menikmatinya

kencing

MOJOK.CODari kencing sambil berdiri kemudian beralih menjadi aliran kencing sambil jongkok.

Seperti kebanyakan lelaki, dulu saya terbiasa kencing berdiri. Dengan atau tanpa embel-embel peribahasa guru dan murid itu, saya memang selalu kencing dengan berdiri.

Pantang bagi saya untuk buang air sambil jongkok. Kata kawan-kawan saya, kencing sambil jongkok itu caranya perempuan. Itu saya ketahui saat kawan-kawan saya suatu ketika beramai-ramai menertawakan seorang kawan sepermainan kami yang kebetulan kedapatan kencing sambil jongkok. Tentu saja saat itu saya juga ikut menertawakan kawan saya yang diejek itu. Entah kenapa, saat itu, kencing jongkok bagi laki-laki terasa menjadi hal yang cukup memalukan.

Waktu kemudian memperkenalkan saya pada rombongan jamaah tabligh yang mampir ke musala dekat rumah saya. Salah seorang anggota jamaah tabligh itu kemudian mengajari saya cara bersuci yang baik, Salah satu yang ia ajarkan adalah tentang kencing sambil jongkok.

“Kaki kiri ditekuk ke depan, sedangkan kaki kanan juga ditekuk tapi lebih rendah dengan pantat ditopang oleh bagian tumit belakang kaki kanan,” begitu katanya sambil mempraktikkan gerakan kencing yang kata dia baik dan sesuai dengan ajaran Kanjeng Nabi itu.

Saya yang masih SMA saat itu dan sedang getol-getolnya belajar agama menjadi takjub oleh pengetahuan baru tentang cara kencing ini.

Bukan hanya soal posisi, saya juga diajarkan untuk menekan-nekan bagian bawah perut, mengurut kemaluan dari pangkal sampai ujung sebelum membasuh ujung kemaluan, dan berdehem-dehem sebanyak tiga kali. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan tidak ada cairan kencing yang tersisa dan bisa berpotensi menjadi najis karena menetes setelah memakai celana.

Setelah momen itu, saya mengalami titik balik hidup yang amat besar, setidaknya titik balik dalam perpipisan saya. Sejak saat itulah saya kemudian mulai membiasakan diri untuk selalu kencing sambil jongkok, tak lagi sambil berdiri. Keputusan tersebut menjadi semakin kuat sebab menurut agama dan ilmu kesehatan, kencing sambil jongkok memang jauh lebih baik dan menyehatkan.

Keputusan tesrebut pada akhirnya membuat saya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sekadar kencing. Maklum, saya biasanya akan menekan bagian bawah perut dalam durasi yang agak lama. Selain itu, saya juga terbiasa mengurut kemaluan saya sebanyak tujuh kali. Lalu sedikit squat rendah untuk kemudian dipungkasi dengan berdehem sebanyak tiga kali sebelum akhirnya saya membasuh ujung kemaluan saya.

Tak hanya itu, saya juga mulai terbiasa untuk melepas seluruh celana saat kencing, sebab dengan posisi jongkok, akan lebih nyaman jika saat buang air kecil seluruh celana saya lepas, ya celana luar, ya celana dalam. Saya pernah menertawakan kebiasaan saya ini, sebab dulu saya pernah mengejek tetangga saya yang katanya tidak bisa berak kalau tidak melepas seluruh celananya, dan ternyata kini justru saya sendiri yang melakukannya, bahkan untuk sekadar buang air kecil.

Kebiasaan baru saya itu membuat saya jadi merasa bahwa kualitas buang air saya menjadi jauh lebih bermutu. Tak ada perasaan ada sisa air kencing yang menetes yang sebelumnya sering saya rasakan saat masih kencing sambil berdiri namun sengaja saya biarkan saja. Buang air menjadi benar-benar terasa amat tuntas.

Hal ini pada akhirnya menjadi gaya hidup baru yang, pada titik tertentu sebenarnya cukup merepotkan, walau saya sendiri secara pribadi menikmatinya.

Saat harus pergi buat nonton ke bioskop atau ke mall yang toiletnya biasanya toilet duduk atau toilet berdiri, misalnya, tentu saja praktik kencing sambil jongkok itu tidak bisa saya praktikkan, sehingga dalam keadaan yang demikian, saya kerap harus melipir keluar mencari musala atau pom bensin untuk kencing terlebih dahulu agar saat berada di mall, saya tidak perlu kencing.

Kalaupun memang saya terpaksa harus kencing di toilet bioskop atau mall (sambil berdiri), saya biasanya akan langsung mengganti celana saya sebab saya pasti merasa akan ada sisa air seni yang menetes di celana saya.

Bertahun-tahun saya mempraktikkan hal ini, dan ada ketenangan besar yang saya dapatkan. Dan ketenangan itulah yang membuat saya bisa lebih menolelir kerepotan-kerepotan yang saya dapatkan karena keharusan kencing sambil jongkok ini.

Beberapa waktu terakhir, ketenangan saya itu menjadi makin besar karena saya mulai sering bertemu dengan orang-orang yang juga mempraktikkan hal tersebut. Kawan saya sesama blogger bernama Dzofar bahkan sampai punya kesamaan dengan saya tentang kencing ini sampai ke level sama-sama harus melepas celana.

Hal tersebut saya dapati saat kami menginap di penginapan yang sama saat menonton konser band idola kami di salah satu kota.

“Ndop (begitu panggilan dia), kamu kalau mau berangkat dulu silakan, aku masih lama, soalnya aku harus kencing dulu, dan kencingku lama,” ujar saya saat itu.

“Nggak papa, aku juga kalau kencing lama. Soalnya aku harus jongkok dan melepas semua celana,” balasnya.

Demi mendengar jawaban tersebut, saya langsung girang setengah mati. “Ya Tuhaaan, aku pikir selama ini hanya aku yang melakukan itu, ternyata kamu juga tho?”

Kami kemudian tertawa. Sejak saat itu, tiap kali ada postingan tentang panduan kencing yang baik yang ada di media sosial, ia pasti langsung men-tag saya di kolom komentar “Agus can relate.”

Ada semacam perasaan lega ketika masalah yang saya rasakan ternyata juga dirasakan juga oleh orang lain. Tentu tak bisa dinafikan bahwa memang kencing dalam durasi lama ini cukup membikin masalah. Dari soal antrian, sampai soal tuduhan-tuduhan menyebalkan.

“Suwe banget tho, ngocok, po?” Begitu kemungkinan teriakan yang bisa keluar dari pengantri yang sudah sangat kebelet kalau saya menghabiskan banyak waktu di toilet.

Saya sudah amat hafal dengan tuduhan tersebut, sebab beberapa kali saya mendapatkannya dari kawan saya saat mengantri di toilet warnet saat dulu saya masih bekerja sebagai penjaga warnet.

“Iki nguyuh biasa po nguyuh penak tho? Suwe tenan!”

Sekali dua kali, memang menyebalkan, namun semakin lama, saya semakin terbiasa. Dan itu secara tidak langsung juga menjadikan motivasi pribadi bagi saya agar menjadi orang yang makmur biar kalau ngekos harus yang kamar mandi dalam, atau kalau punya rumah, harus yang toiletnya tidak hanya satu. Dan alhamdulillah, itu semua toh bisa tercapai.

Yang penting, ketenangan karena tidak khawatir ada tetesan air seni pada celana itulah yang paling mahal harganya.


BACA JUGA Menahan Kencing Adalah Salah Satu Siksaan Hidup Terberat dan artikel AGUS MULYADI lainnya. 

Exit mobile version