Kejanggalan Angka PDP Meninggal Surabaya dan Zona Hijau yang Jadi Perlombaan

kejanggalan angka PDP meninggal dan zona hijau tri risma harini khofifah zona merah CFD jakarta wartawan kompas ahmad arif mojok.co

kejanggalan angka PDP meninggal dan zona hijau tri risma harini khofifah zona merah CFD jakarta wartawan kompas ahmad arif mojok.co

MOJOK.CO Ada temuan yang kontradiktif dengan data di laman resmi Gugas Jatim soal jumlah PDP yang meninggal. Manipulasi data demi zona hijau, nggak lucu sih.

Hingga artikel ini ditulis, jumlah kasus covid-19 yang terkonfirmasi di Indonesia sebanyak 45.891 dengan 2.465 orang meninggal dunia. Sambil merem pun kita tahu ini angka yang sangat banyak. Pertambahan kasus per harinya berkisar antara 800-1.000.

Sementara skenario new normal sudah banyak dipraktikkan orang-orang, angka ini sebenarnya bikin makin was-was. Orang biasa kayak saya pun bingung antara harus khawatir atau ikutan menyambut new normal demi perbaikan ekonomi masyarakat.

Sebuah temuan dari jurnalis Kompas, Ahmad Arif tentang angka PDP meninggal benar-benar bikin siapa saja menelan ludah. Temuan Ahmad Arif bertolak belakang dengan apa yang tertera di laman resmi Gugas Jatim dan Surabaya.

Tercatat hanya 3 jumlah PDP meninggal. Sementara temuan Ahmad Arif justru mengemukakan angka yang cukup fantastis. Untuk mengonfirmasi hal ini, kami sulit memperoleh data dari tiap rumah sakit di Surabaya sehingga kami melakukan penelusuran data sederhana terhadap berita mengenai PDP meninggal di Surabaya. Berikut beberapa datanya.

  1. PDP berinisial S (48) asal Sampang Madura wafat pada 11 Mei 2020.
  2. Pasutri berstatus PDP dan anaknya yang tengah mengandung 8 bulan wafat pada 30 Mei, 2 Juni, dan 30 Mei 2020 di kawasan Gubeng Kertajaya.
  3. Seorang pegawai Dispendukcapil yang berstatus PDP, meninggal pada 13 Mei 2020.
  4. Seorang tenaga kesehatan Dokter I.S. Tjahjadi SpPD meninggal saat masih berstatus sebagai PDP pada 27 Mei 2020.
  5. Seorang perawat bernama Ari Puspita Sari yang tenga mengandung 4 bulan meninggal dengan status PDP pada 18 Mei 2020.

Berdasarkan telusuran data singkat tersebut, jumlah PDP meninggal sudah lebih dari 3 orang, meski tidak benar-benar memberikan angka 676 seperti yang disebutkan Ahmad Arif namun tidak menafikan bahwa jumlahnya memang bukan hanya 3 orang. Sementara itu data resmi dari Lawan Covid-19 Surabaya, jumlah meninggalnya pasien dalam pengawasan tersebut tidak berubah semenjak kurang lebih satu bulan yang lalu.

Data tersebut dipertegas dengan penelusuran kami dari laporan berita yang memuat data covid pada 14 Mei 2020 bahwa jumlah PDP meninggal tidak beranjak dari angka 3. Tautan berita tersebut bisa Anda lihat di sini.

Sebagai upaya untuk berbaik sangka, bisa jadi pasien PDP meninggal yang telah terkonfirmasi positif atau negatif memang bisa dipindahkan pada tabel masing-masing. Sehingga angka yang tertera cenderung minim. Namun tentu angka tersebut tidak akan sama dari hari ke hari mengingat penentuan swab test juga membutuhkan waktu berhari-hari. Agka yang tertera akan lebih wajar jika fluktuatif.

Permasalahannya bukan cuma soal input data yang keliru dan selisih, namun jika data yang pada dasarnya bisa diakses semua orang saja diragukan validitasnya, bukankah sangat mungkin angka-angka lainnya rentan direduksi?

Ini baru soal jumlah PDP meninggal di daerah Surabaya. Ratusan daerah lain bagaimana? Jika data resmi dari pemerintah saja membuat masyarakat ragu, lalu kepada siapa masyarakat mempercayakan penanganan terkait covid-19?

Sementara belakangan ini banyak pemerintah daerah yang seolah berlomba-lomba meraih status zona hijau di daerah masing-masing. Terlepas dari motif politik dan kaitannya dengan Pilkada, zona hijau sama sekali bukan sebuah prestasi.

Status zona hijau justru sebuah tanggung jawab yang bakal sangat sulit dipertahankan. Bagaimana mungkin suatu wilayah bisa bertahan zona hijau jika daerah lain di sekitarnya punya tingkat penyebaran covid-19 yang cukup masif dan perbatasan antarkota sudah tidak lagi diperketat dengan dalih ‘new normal’.

Angka PDP meninggal seringkali diabaikan dengan memanfaatkan jeda hasil swab test dan seolah jumlah kasus yang sedikit menjadi pelipur lara masyarakat. Asal suatu daerah sudah zona hijau, lalu semua kembali bersenang-senang, berkegiatan seperti biasa, dan abai protokol kesehatan.

Nggak usah cari daerah zona hijau, daerah zona merah seperti Jakarta saja warganya santai melakukan CFD kok. Baiklah, mungkin saatnya kembali minum kopi dan menganggap seolah semuanya tidak pernah terjadi.

BACA JUGA CFD Dipenuhi Pesepeda yang Tak Jaga Jarak, Citra Pesepeda Semakin Memburuk atau artikel lainnya di POJOKAN.

Exit mobile version