Gerakan Berkerudung di Selandia Baru itu Gaya-Gayaan, Indonesia Nggak Usah Ikut-ikut

MOJOK.CO – Duh, gerakan berkerudung di Selandia Baru ini berbahaya buat Indonesia dong ini. Bisa makin kenceng nanti semangat toleransi bangsa ini. Khilavah, mayday.

Usai aksi teror penembakan masjid di Christchurch, masyarakat Selandia Baru melakukan gerakan yang jadi perhatian masyarakat internasional. Dimulai dari sepekan setelah aksi teror, masyarakat Selandia Baru beramai-ramai mengenakan kerudung sebagai bagian dari aksi solidaritas. Idih.

Tidak hanya itu, azan juga dikumandangkan seantero Selandia Baru sebagai upaya melawan rasa takut. Juga menjadi pertanda muslim Selandia Baru tidak sendiri menghadapi tragedi tersebut. Walah, soksokan.

Bahkan berbagai kalangan masyarakat ikut bekerja sama menjaga masjid-masjid di Selandia Baru. Salah satu yang kemudian terkenal adalah Mongrel Mob, sebuah Geng Motor paling ditakuti. Geng Motor ini berkomitmen akan menjaga masjid-masjid di Selandia Baru.

Surat kabar Kota Christchurch bahkan memuat edisi khusus yang memajang nama-nama korban dari aksi penembakan tersebut. Dengan sebuah judul dengan aksara arab: salam. Hal yang dimaksudkan agar masyarakat Selandia Baru jangan sampai terpecah-belah akibat aksi ini.

Aksi solidaritas dan damai ini sebenarnya lumayan mengkhawatirkan untuk para muslim Indonesia. Apalagi yang golongan kaffah kayak kami. Bagaimana mungkin kami bisa percaya begitu saja dengan gerakan sok-sokan moralis kayak begitu?

Lha gimana? Gerakan semacam ini kan bisa mengakibatkan muslim di Indonesia jadi sadar bahwa kelompok mayoritas itu jebul wajib menjaga golongan atau kelompok minoritas di daerahnya.

Wah, wah, gerakan macam ini kan bahaya betul karena bisa mencederai doktrin kami. Udah sebar doktrin kalau kaum kaver itu pasti punya konspirasi jahat yang ingin bikin umat kami jadi lemah. Mulai dari media massa, vaksinasi, sampai unsur-unsur babi di makanan-makanan kami.

Udah gitu, masa kami jadi harus dipaksa ikut menjaga kelangsungan ibadah mereka juga? Mana bisa kami direpotkan dengan kegiatan kayak gitu? Enak aja.

Minoritas mah minoritas aja, nggak usah membebani kelompok mayoritas deh. Sampai bikin repot harus bertanggung jawab jagain mereka. Kami kan udah repot harus ngurus banyak majelis ghibah.

Lalu mendadak muncul orang-orang yang mulai membandingkan gerakan di Selandia Baru ini dengan aksi Banser yang suka jagaain gereja. Terutama kalau ada aksi teror bom atau kekerasan di gereja. Bilang kalau selama ini apa yang dilakukan Selandia Baru udah dilakukan sama Banser, terus kami suka menyibir gerakan itu.

Menjaga keragaman katanya? Idih, norak.

Padahal ada dalilnya lho barang siapa yang menyerupai suatu kaum ya berarti dia termasuk kelompok itu. Satu-satunya dalil yang kami tahu. Dalil jadi semacam kunci inggris gitu, apa aja masalahnya dalil itu yang dipakai.

Ealah, jagain gereja mulu tapi giliran sama kelompok kami kok anti betul. Dibilang anti NKRI, anti kebhinekaan, anti keberagaman. Yaelah, iman kok sama negara thogut, iman itu ya ke imam dan ustaz kami. Itu baru bener. Kaffah. Murni. Dua kali penyaringan.

Kan menurut ustaz-ustaz dan imam kami, pilih lah ulama yang dibenci sama kaum kaver, jangan ulama yang disukai kaum kaver. Jadi kalau berlandaskan dari hal itu, ulama-ulama di Selandia Baru itu bukan panutan dong. Lha bijimana? Mereka bersahabat dan disayang kaum kaver jeh?

Padahal bhineka tunggal ika yang termanifestasi di Pancasila itu kan thogut. Panduan yang sebenarnya mengadopsi budaya Wahyudi dan Mamarika yang kaver. Mana bisa dong kami memakai itu? Bisa najis tujuh turunan dong nanti.

Makanya, kalau beragama itu jangan pakai akal, tapi pakai dalil. Dalilnya ya nggak usah ditafsirin ruwet-ruwet. Cukup sepemahaman ustaz-ustaz kami aja. Jangan kebanyakan mikir. Kalau mikir kan jadinya begitu. Jadi bersahabat sama kelompok kaver kan?

Sebagai satu-satunya kelompok muslim yang paling kaffah, gerakan solidaritas berkerudung di Selandia Baru itu berbahaya. Menyebabkan umat muslim di Indonesia jadi terketuk hatinya dengan orang kaver, bersahabat, berkolaborasi terus make-the-world-better-place.

Duh, duh, jadi makin susah dong kalau mau bikin khilavah? Wah, nggak seru bener dah. Ini jelas sebuah upaya penyesatan.

Lagian mana sudi kami berdekat-dekatan dan berjuang bersama kelompok kaver? Bisa rusak dong kemurnian iman kami. Ingat ya, bangsa ini merdeka karena perjuangan kelompok mayoritas kayak kami. Nggak ada kok kaum kuminis, kaver, pagan, atau kaum munafikun yang ikut berjuang.

Buat kamu-kamu yang nolak cara kami ya kudu siap kami persekusi. Kalau kemudian kami ditangkap dan didakwa melakukan pelanggaran hukum kan gampang, tinggal bilang aja kriminalisasi. Beres.

Oleh sebab itu, sebaiknya semangat gerakan toleransi di Selandia Baru itu jangan sampai ke Indonesia. Itu bisa bikin kelompok sok moderat makin punya legitimasi buat nyerang-nyerang kami.

Mana udah koar-koar kalau aksi penembakan di masjid Selandia Baru itu pasti nggak disebut aksi terorisme, eh jebul kami aja yang nggak baca beritanya. Duh, duh, mana sempet kepencet publish di media sosial lagi.

Tapi nggak apa-apa, itu bukan hoax. Itu cuma khilav. Beda kalau itu dilakukan sama kaum munafikun yang doyan dengan kebhinekaan. Apa saja yang muncul dari mulut mereka itu hoax. Karena dilakukan dengan latar belakang mikir atau membaca, tanpa mau taklid buta pada ustaz golongan kami.

Sebab budaya mikir itu budayanya orang kaver. Ingat itu, Broder. Ingat. Jangan mikir. Jadi selain harus boikot semangat aksi solidaritas, kami juga harus boikot mikir!

Exit mobile version