Dihapuskannya SIKM Adalah Awal Revolusi untuk Jakarta

SIKM, Surat Izin Keluar Masuk, infrastruktur, kemacetan, populasi, ibukota baru mojok.co

SIKM, Surat Izin Keluar Masuk, infrastruktur, kemacetan, populasi, ibukota baru mojok.co

MOJOK.CODihapuskannya SIKM untuk orang yang pergi meninggalkan Jakarta adalah awal yang bagus untuk revolusi di dunia kerja. Setidaknya, membuat hal yang dulu nggak mungkin jadi mungkin banget.

Surat Edaran 7 tahun 2020 memberi persyaratan baru bahwa tak ada lagi pemeriksaan SIKM (Surat Izin Keluar Masuk) untuk penerbangan dari Bandara Soekarno-Hatta ke luar daerah. Syarat baru ini praktis membuat SIKM hanya diperuntukkan bagi orang dari luar daerah menuju ke Jakarta.

Dihapuskannya SIKM untuk orang yang pergi meninggalkan Jakarta adalah awal yang bagus untuk revolusi di dunia kerja. Saya jelaskan dulu.

Pandemi ini mengajarkan satu hal, bahwa nggak semua pekerjaan itu harus dikerjain dan hanya bisa dikerjain di kantor. Sebenarnya banyak pekerjaan yang bisa dikerjakan dari rumah tanpa mengurangi kualitasnya. Contohnya nih, jualan masker wajah lewat olshop. Musisi bisa bikin lagu dari rumah, nanti file rekamannya tinggal dikirim. Admin medsos suatu perusahaan juga bisa banget tuh kerja dari rumah.

Nah, dihapuskannya SKIM ini bisa membuat orang yang terjebak di Jakarta bisa balik ke kampung dan tetap kerja. Kalau kerjaannya bisa dikerjain di rumah dan kantornya nggak keberatan, ya mending di rumah sih. Pengeluaran untuk listrik bisa ditekan karena nggak banyak listrik yang terkuras gara-gara nggak banyak yang masuk.

Karena orang-orang ini pulang ke kampungnya, yang berarti banyak pekerjaan yang (sebenarnya) bisa dikerjakan dari rumah, maka jumlah populasi pendatang akan menurun. Pada bulan Maret 2020 saja, terdapat 7,421 orang yang pindah ke Jakarta untuk menetap. Pada tahun 2018, ada 69 ribu orang yang datang ke Jakarta.

Andaikan para pendatang itu memutuskan untuk balik ke kampungnya, maka tingkat kemacetan dan polusi Jakarta bisa turun. Mimpi ini jadi nggak begitu muluk-muluk jadinya.

Karena orang-orang itu pulang, perputaran uang jadi nggak hanya terpusat di Jakarta. Perputaran uang dari kota ke daerah akhirnya nggak hanya terjadi pas lebaran, tapi bisa tiap saat. Uang yang akhirnya berputar ke daerah bisa memberi efek bagus untuk daerah masing-masing. Uang yang berputar waktu lebaran tahun 2019 lalu itu sekitar 9,7 triliun, dan itu bukan jumlah uang yang dikit.

Nah, bayangkan duit segitu muter nggak hanya pas lebaran. Bayangin. Nggak paham? Lama-lama juga paham.

Kemacetan teratasi, check. Populasi menurun, check. Perputaran uang merata, check. What’s next? Jakarta nggak perlu bangun banyak infrastruktur lagi.

Kita sama-sama tahu, Jakarta membangun banyak infrastruktur kebanyakan untuk mengatasi masalah kemacetan mereka. Jika kemacetan menurun, untuk apalagi bangun infrastruktur gila-gilaan? Mending uangnya dialihkan untuk peningkatan sumber daya manusia. SDM yang lumayan tertinggal butuh perhatian yang lebih besar dari Pemerintah.

Mungkin karena SKIM ini, Jakarta akan terlihat lebih sehat untuk ditinggali. Setidaknya tidak terlalu padat dibanding sebelumnya. Ini memang hanya prediksi awang-awang, tapi pandemi ini mengajarkan kita banyak hal yang tidak mungkin jadi mungkin.

Ngomong-ngomong, kalau masalah di Jakarta bisa teratasi dan jadi kota yang lebih menyenangkan, kita jadi nggak perlu pindah ibukota baru. Daripada ngabisin duit buat ibukota baru, mending bangun infrastruktur yang memadai untuk kota-kota lain yang lebih butuh.

Kalau dipikir-pikir, SKIM ini ajaib juga, ternyata bisa buka banyak kemungkinan.

BACA JUGA Negara Boleh Goblok, Kita Jangan dan artikel menarik lainnya dari Rizky Prasetya.

Exit mobile version