Dari Moeldoko sampai Menteri Desa, Tips Redakan Isu Karhutla ala Pejabat Indonesia

penjabat mundur mojok.co

ilustrasi pejabat (Mojok.co)

MOJOK.COSalah satu ciri khas pejabat di Indonesia adalah mereka harus punya pola pikir yang “out of the box”. Terutama dalam meredam isu karhutla di Indonesia. Iya, yang kebakaran hutannya, yang dipadamkan isunya.

Bukan Indonesia namanya kalau tidak dikelola oleh pejabat-pejabat yang sangat pandai dalam mengatasi isu pelik dalam negeri. Belum kelar isu soal revisi Undang-Undang KPK, kita sudah dihadapkan pada isu kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Pulau Kalimantan dan Sumatra.

Ada banyak kemarahan dari masyarakat ketika melihat respons pemerintah yang cenderung lambat. Apalagi jika mengingat kalau pemerintah seolah abai dengan langkah-langkah preventif mengenai bencana karhutla.

Kebakaran udah terjadi, asap membumbung tinggi di sana-sini, suara protes berhamburan ke sana kemari, semua sibuk cari argumen pembenaran sendiri-sendiri. Tapi nggak apa-apa, hal itulah yang bikin kita makin cinta sama negeri ini.

Menjadi menarik sebenarnya mengumpulkan pernyataan atau kelakuan pejabat-pejabat negeri yang menyentil ulu hati. Bukan, bukan karena bikin sakit hati melainkan karena memang memancing tawa yang kencang sekali.

Seperti yang dilakukan Firdaus, Wali Kota Pekanbaru, Riau. Di saat warganya sedang berjuang karena dikepung asap tebal efek dari karhutla, Firdaus malah melanglang buana sampai ke Kanada.

Humas Pemkot Pekanbaru menyatakan, keberangkatan Firdaus ke Kanada memang sudah dijadwalkan sejak sebulan sebelumnya. Apalagi di sana, Walkot Pekanbaru ini sedang ada urusan bisnis penyedia teknologi, pengembangan, dan kontraktor proyek pengelolaan sampah.

“Rencana keberangkatan ini sudah diagendakan sejak Agustus lalu. Pertimbangan mengapa berangkat, karena saat Wali Kota mau meninggalkan Pekanbaru, kualitas udara menurun signifikan. Jadi waktu mau berangkat, kondisi kualitas udara belum seperti sekarang,” kata Humas Pemkot Pekanbaru Irba Sulaiman.

Artinya, bahkan ketika Walkot Pekanbaru sadar daerahnya kena dampak dari karhutla, dia tetap saja enteng saja berangkat. Ya maklum sih, sudah diagendakan sudah lama. Sayang banget kalau sampai dibatalkan. Tiket pesawat sampai Kanada kan juga nggak murah. Mereka yang protes memang bisanya nyinyir dan nggak paham betapa sulitnya menjadi Walkot Pekanbaru.

Apalagi, dengan berada di Kanada, yang kualitas udaranya jauh lebih baik, Walkot Pekanbaru bisa lebih tenang memikirkan solusi untuk masyarakat Pekanbaru. Jadi bisa lebih konsentrasi gitu.

Ya kalau dipaksa tetap berada di Pekanbaru, kalau Walkot Pekanbaru jadi sakit gimana? Udah mikirin solusi eh, harus menghirup udara beracun lagi. Hadeh. Siapa dong nanti yang mikirin Kota Pekanbaru? Ingat, Walkot Pekanbaru lho ini. Bukan pejabat sembarangan.

Kesehatan beliau harus dijaga dari udara buruk di Pekanbaru dong harusnya. Masa gitu aja nggak paham. Bijimana seeeh? Kalau rakyat biasa yang kena sakit kan nggak apa-apa. Itu namanya masuk dalam kategori bagian dari risiko jadi warga Kota Pekanbaru. Kalau Walkot ya jangan sampai. Nggak elok itu.

Selain Firdaus Walkot Pekanbaru, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko juga tidak ketinggalan memberikan pernyataan ajaib soal karhutla. Ketika masyarakat terdampak karhutla mulai mengeluh di media sosial dan mengirim beberapa foto maupun video soal mengerikannya asap tebal karhutla, Moeldoko memberikan nasihat luwar biyasa canggih.

“Segala musibah datangnya dari Allah SWT… Musibah bisa datang kapan saja, kepada siapa saja, dan di mana saja… termasuk musibah yang menimpa Pekanbaru, Riau, yang sedang terjadi juga datangnya pun dari Allah SWT,” kicau beliau di akun Twitternya.

Uniknya, sebelumnya, Polisi sudah menetapkan 185 tersangka dan 4 korporasi karena kebakaran ini. Artinya karhutla ini memang datangnya bukan semata-mata dari Tuhan, tapi memang ada orang yang sengaja bakar hutan dan lahan.

Tapi jelas, pernyataan Pak Moeldoko ini nggak salah sama sekali. Ya iya dong. Ingat ya, ke-185 tersangka pembakaran itu sebenarnya digerakkan oleh takdir Tuhan. Mereka bisa dapat api, punya tangan untuk bikin kebakaran itu semua karena Tuhan. Jadi ente mending jangan menyerang takdir Tuhan deh.

Apalagi sampai ada pihak yang balik menyerang Pak Moeldoko karena kicauannya tersebut. Padahal, kalau dari logika sederhana ini saja, Pak Moeldoko berkicau seperti itu pun sebenarnya juga karena takdir Tuhan. “…datangnya dari Allah SWT,” kalau kata Pak Moel.

Hal yang kurang lebih sama anehnya juga muncul dari pernyataan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo. Sebagai Menteri, ketika semua orang meminta pertanggungjawaban Pemerintah agar bisa segera mengatasi persoalan karhutla, Eko malah kasih pernyataan seperti ini:

“Ya saya jengkel karena ada negara-negara lain yang menyalahkan Indonesia. Padahal negara-negara tersebut selama 11 bulan menikmati oksigen gratis dari Indonesia,” katanya.

Sebenarnya kemarahan Eko, Mendes PDTT, ini sah-sah saja. Apalagi jika melihat ketika sekelompok masyarakat Malaysia dan Singapura mendesak pemerintahannya agar mengirim nota keberatan ke Pemerintahan Indonesia. Tapi nyatanya, toh Pemerintah Malaysia tidak pernah sekalipun mengirimkan nota keberatan.

Lho, lho? Memang apa sebabnya? Tumben?

Oh, ini karena perusahaan perkebunan yang bikin kebakaran hutan di Riau itu pelakunya adalah perusahaan Kuala Lumpur Kepong Bhd (KLK) dari Malaysia. Gimana bisa protes ke negara lain kalau ternyata yang bikin kebakaran adalah perusahaan dari negeri sendiri? Ya wajar kalau yang protes cuma warganya tapi Pemerintahnya tidak.

Terlepas dari hal itu, tetap saja komentar Eko ini menarik sekali untuk diperhatikan. Memang sejak kapan beliau punya wewenang untuk bikin klaim kalau oksigen yang dihirup rakyat Malaysia dan Singapura adalah oksigen dari Indonesia?

Pernyataan ini seolah-olah menambah daftar kekayaan alam di Indonesia yang harus diproteksi. Setelah tambang emas, rempah-rempah, kali ini ketambahan satu lagi: oksigen. Gila, kaya bener deh negeri kita ini. Oksigen di kawasan Asia Tenggara aja diklaim punya Indonesia, cuy.

Klaim sepihak Eko ini mengingatkan kayak anekdot seorang nelayan Indonesia dari Madura yang kena tangkap oleh Polisi Malaysia karena memasuki wilayah laut Malaysia.

“Woy, kenapa kamu masuk wilayah kami? Mau mencuri ikan-ikan kami ya? Oalah, dasar maling!” tanya Polisi Laut Malaysia marah-marah.

Nelayan Indonesia menjawab: “Maaf, Pakcik. Saya tidak sedang mencuri ikan-ikan Malaysia.”

“Lalu ini ikan apa? Jangan menyangkal kamu!” bentak Polisi Malaysia menunjukkan ikan hasil tangkapan nelayan Indonesia.

“Itu bukan ikan-ikan Malaysia, Pakcik. Itu ikan asli Indonesia. Memang dari kemarin sudah saya kejar-kejar sejak dari perairan Madura. Eh, kebetulan aja baru ketangkapnya di sini.”

BACA JUGA Kebakaran Hutan Kalimantan dan Sumatra Menyerupai Neraka di Bumi atau artikel Ahmad Khadafi lainnya.

Exit mobile version