Dari Bolt Sampai Royal Canin, Urusan Memilih Makanan Kucing Memang Tak Pernah Bisa Sederhana

Dari Bolt Sampai Royal Canin, Urusan Memilih Makanan Kucing Memang Tak Pernah Bisa Sederhana mojok.co

Dari Bolt Sampai Royal Canin, Urusan Memilih Makanan Kucing Memang Tak Pernah Bisa Sederhana mojok.co

MOJOK.COMemilih makanan kucing akan selalu memerlukan banyak pertimbangan, dari faktor kecocokan sampai urusan harga. 

Punya kucing adalah sebuah kesabaran yang luar biasa, dan memilih makanan kucing adalah kesabaran yang lain. Itulah yang setidaknya saya rasakan saat mengurus kucing yang jumlahnya bukan hanya satu atau dua, melainkan sembilan.

Saya sebenarnya bukan tipikal orang yang sangat menyayangi kucing, saya sekadar orang yang tidak membenci kucing. Ketika saya menikah dan memutuskan mengontrak rumah di sekitaran Jalan Kaliurang, Sleman, seekor kucing mendadak datang persis di hari pertama saya dan istri saya mulai menempati rumah tersebut. Sekali lagi, saya tidak pernah membenci kucing, dan karena itulah saya biarkan kucing tersebut ikut tinggal di rumah kami.

Kejadian tersebut kemudian berulang. Ada kucing datang dan saya biarkan ia tinggal. Ada kucing lain lagi yang datang dan lagi-lagi saya biarkan ia tinggal. Tak terasa, satu per satu, kucing-kucing itu kemudian beranak-pinak. Untuk mencegah makin banyak kucing di rumah saya, saya mulai rajin mensterilkan kucing-kucing tersebut agar tidak beranak dan menganaki.

Jumlah kucing saya sesekali berkurang, entah karena mati atau menghilang begitu saja. Namun, kucing baru terus datang menggantikan kucing-kucing yang hilang dan mati itu.

Saya tak pernah repot memberikan kucing saya makanan. Biasanya mereka saya kasih suwiran ikan pindang campur nasi, kadang daging suwir, kadang juga telur. Namun, semakin bertambahnya jumlah kucing, saya akhirnya mulai mencoba memberikan mereka makanan kucing. Makanan yang memang benar-benar untuk kucing, bukan makanan manusia yang kebetulan kucing juga doyan.

Awalnya saya mencoba Whiskas yang butiran. Merek makanan kucing berkelir ungu ini saya pilih karena memang ia mudah dibeli. Saya biasa membelinya di gerai Indomaret di dekat rumah saya.

Lama-kelamaan, baru saya sadar bahwa pengeluaran untuk beli Whiskas ini lumayan juga. Lha untuk kemasan Whiskas 1,2 kilo, harganya 70 ribuan, padahal kemasan segitu bisa habis bahkan kurang dari satu minggu. Itu artinya, saya bisa menghabiskan sampai 300 ribuan per bulan hanya untuk makanan kucing. Itu hampir setara dengan tagihan internet saya per bulan.

Saya kemudian memutuskan untuk mengganti makanan kucing saya dengan yang lebih murah. Setelah memilah dan memilih dengan penuh pertimbangan (utamanya pertimbangan ekonomi), saya akhirnya mengganti Whiskas dengan Bolt. Ini pilihan yang paling masuk akal jika saya menggunakan pertimbangan ekonomis. Maklum, Bolt ini harganya sangat murah. Hanya 20 ribuan per kilo. Walau sama-sama berkelir ungu, namun Bolt ini tentu jauh lebih ekonomis ketimbang Whiskas yang harganya tiga kali lipat.

Namun apa mau dikata. Dengan Bolt ini, ternyata hanya sedikit kucing saya yang doyan. Hanya satu atau dua. Mungkin karena rasanya tidak seenak Whiskas. Entahlah. Bagi saya, ini sangat aneh, padahal kucing milik tetangga saya bisa makan dengan lahap saat dikasih Bolt.

Saya pun mencoba untuk mengganti lagi makanan kucing saya. Saya nggak tega ada kucing yang nggak terlalu doyan saat dikasih makan.

Saya pun mencoba merek Felibite dan Me-O. Kebetulan dua merek ini katanya banyak disukai kucing dan harganya tidak semahal Whiskas. Dua merek ini saya beli dengan harga 40 ribuan per kilonya.

Kucing-kucing saya tampaknya lebih condong ke Me-O. Maka, setelah itu, saya putuskan untuk seterusnya menggunakan Me-O.

Saya bersetia pada Me-O cukup lama. Berbulan-bulan lamanya saya mengumpani kucing-kucing saya dengan merek makanan kucing ini, dan alhamdulillah semuanya doyan.

Namun, beberapa bulan terakhir, masalah mulai muncul. Salah satu kucing saya, Hana, mulai menunjukkan ketidaksukaannya terhadap Me-O. Padahal, dulu ia tak pernah ada masalah. Seorang kawan kemudian menyarankan saya untuk mencoba memberikannya makanan basah (wet food). Katanya, makanan basah cenderung mudah disukai kucing karena baunya yang amis. Saya turuti saran kawan saya itu, dan benar saja, Hana ternyata bisa doyan dan makan dengan lahap. Saya mencoba memberi dia makan Whiskas sachet yang harga ecerannya sekitar 7 ribu rupiah per 85 gram.

Jadilah saya kemudian nyetok dua jenis makanan kucing: Me-O butiran, dan Whiskas sachet.

Belakangan, Prima Sulistya, kawan saya yang kemudian mengontrak di rumah belakang rumah saya, berencana membuka toko makanan kucing dengan nama Mima Catshop. Ah, ia tampaknya paham betul dengan pasar.

Saya tentu saja cukup girang dengan keberadaan catshop-nya itu. Prima menjual makanan kucing dengan harga yang lumayan kacek. Whiskas sachet yang biasanya saya beli ecer 7 ribu di Indomaret, ternyata bisa dibeli hanya dengan 6 ribu di Mima Catshop. Begitu pula dengan makanan-makanan kucing merek lain yang umumnya lebih murah.

Ketika Prima resmi membuka toko makanan kucingnya itu, dia memberi saya semacam salam perkenalan berupa dua bungkus Royal Canin kemasan 400 gram, merek makanan kucing jempolan yang harganya dahsyat: 58 ribu per 400 gramnya.

Ah, baik betul kawan saya itu.

Ketika saya berikan Royal Canin itu kepada kucing-kucing saya, mereka makan dengan lahap. Bah, tahu saja ini kucing sama makanan mahal. Dua genggam Royal Canin langsung tandas. Esok harinya, saya beri lagi Royal Canin itu, dan lagi-lagi mereka makan dengan lahap. Ha Royal Canin je.

Kelak, ketika Royal Canin gratisan dari Prima itu habis, saya kemudian kembali memberi kucing-kucing saya Me-O. Dan kali ini, selera makan mereka ternyata tak sedahsyat saat mereka makan Royal Canin.

Usut punya usut, berdasarkan info yang berhasil saya dapatkan, jika kucing terbiasa diberi makan makanan enak (yang umumnya lebih mahal), ia akan punya standar tinggi atas makanannya. Ia menjadi kurang berselera saat diberi makanan yang kualitasnya di bawah makanan yang biasa ia makan. Tak heran jika kucing saya jadi agak kurang berselera. Lha sebelumnya Royal Canin, sekarang Me-O lagi. Alasan itu pula yang membuat saya maklum kucing saya nggak terlalu doyan Bolt setelah sebelumnya sering saya kasih Whiskas.

Melalui WhatsApp, saya pun iseng berkelakar kepada Prima , “Jangan-jangan kamu ngasih aku Royal Canin gratisan biar kucingku ketagihan trus nanti aku beli Royal Canin terus ke kamu, ya?”

Prima membalas dengan emot tertawa. “Tapi ternyata caraku itu nggak berhasil, kamu tetep aja belinya Me-O,” balasnya lagi. “Aku pernah lihat di Twitter, di satu perumahan sampe ada pengumuman agar orang asing nggak boleh ngasih makan Royal Canin ke kucing-kucing tetangga.”

Kali ini, giliran saya yang tertawa. “Benar-benar pedagang bermental kartel, pemasarannya seperti mafia narkoba, sangat Pablo Escobar,” kata saya. Dia membalas dengan emot tertawa lagi.

Kini, selain Me-O, saya juga menyetok makanan kucing basah tapi yang versi kalengan, bukan yang sachet. Itu saran dari Prima, sebab kata dia, harga yang versi kalengan memang lebih ekonomis ketimbang yang sachet jika dihitung berdasarkan berat kemasan.

Makanan kucing basah itu benar-benar bisa menjadi andalan, sebab selain memang cukup ekonomis, saya juga bisa melakukan inovasi penghematan dengan mencampurkannya bersama nasi putih. Dan sejauh ini, itu adalah hal paling ekonomis yang pernah saya lakukan. Satu kaleng wet food harga 17 ribu bisa untuk makan empat hari dengan dicampur nasi.

Sedangkan untuk Me-O kering, saya tetap menyediakan, utamanya untuk memberi makan kucing-kucing tetangga yang memang sering mampir ke rumah saya.

Ah, saya jadi ingat apa kata Mbak Indah, tetangga saya dulu yang juga memelihara banyak kucing, “Memilih makanan kucing itu ribet dan untung-untungan, Mas.”


BACA JUGA Mari Berterima Kasih pada Kucing-Kucing yang Sudah Menemani Kita Karantina di Rumah dan tulisan AGUS MULYADI lainnya.

Exit mobile version