Kereta Ekonomi: Pemersatu Hati yang Rindu, Pemisah Hati yang Tak Ingin Terpisah

Kereta-Api-Refleksi-MOJOK.CO

MOJOK.COKereta ekonomi bukan hanya sekadar mesin dan kumpulan baut, melainkan sebuah entitas penuh makna bagi banyak orang.

Kereta api, seperti sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat di perkotaan maupun pedesaan. Kontribusi kereta api sebagai penggerak roda perekonomian masyarakat di berbagai daerah adalah hal yang tak dapat dipisahkan. Karena memang kereta api telah menjadi moda transportasi favorit untuk bepergian jauh selama puluhan tahun, bahkan ketika Indonesia masih belum merdeka.

Seberapa dekat kereta api dengan masyarakat? Ada lagu anak-anak yang mengangkat tentang kereta api ciptaan Pak Kasur, lagu “Kereta Malam” yang dibawakan Elvy Sukaesih, hingga “Kereta Tiba Pukul Berapa”, dan “1910” gubahan Iwan Fals.

Apa kabar kereta yang terkapar di senin pagi……

Bicara soal KRL, saya pribadi sebagai salah seorang generasi milenial, tak sempat merasakan suka dan duka naik KRL ekonomi dengan sejuta kisah yang membekas di banyak penggunanya. Saya hanya sempat merasakan beberapa kali naik KRL ekonomi AC bareng orangtua ketika masih duduk di bangku SD. Saya juga belum lama tahu kalau pengguna KRL jaman dulu juga ada komunitasnya tersendiri, sebutannya Anker alias Anak Kereta.

Anker, yang menurut ayah saya adalah suatu komunitas pengguna moda transportasi kereta komuter lokal yang sangat solid di era KRL atau kereta ekonomi. Main gaple, ngobrol lepas, saling bertukar candaan hingga curhat soal kerjaan dan rumah tangga adalah kegiatan sehari-hari anggota Anker di atas rangkaian KRL.

Di luar rangkaian KRL, juga masih menurut ayah saya, Anker sering mengadakan gathering, arisan, kopdar, hingga touring. Bahkan ada beberapa drama rumah tangga ala termehek-mehek yang bisa diselesaikan dengan baik berkat bantuan sesama Anker. Anker benar-benar sebuah keluarga besar yang dipersatukan sebuah moda transportasi massal.

Di era Commuterline yang sudah modern, tertib, dan teratur ini, saya perhatikan tidak ada lagi semacam rasa solidaritas sesama pengguna KRL, terutama ketika rush hour. Setiap orang hanya mikir agar bisa sampai ke stasiun tujuan dan tidak terlambat ke kantor atau tempat manapun yang mereka tuju.

Sama-sama berdesak-desakan di dalam KRL, tapi dengan segala larangan ini itu yang dicanangkan, tidak ada lagi namanya seru-seruan di dalam rangkaian kereta seperti misalnya main gaple. Walau KRL sekarang akhirnya menjadi definisi transportasi massal modern, tetapi semua itu ada harganya juga, yaitu rasa kekeluargaan dan solidaritas di antara pengguna KRL. Atau bisa jadi, mungkin saya saja yang terkesan berlebihan karena baru menobatkan diri sebagai “Anker” juga belum ada 10 tahun.

Di Jakarta, di mana ada KRL, di situ ada KAJJ. KAJJ, alias Kereta Api Jarak Jauh, adalah solusi murah dan hemat bagi siapa pun yang ingin bepergian dari satu kota ke kota lain, yang tak ingin keluar uang banyak untuk tiket pesawat, dan menolak capek dan tekor dompet untuk uang bensin jika memakai mobil pribadi.

Bagi saya yang pernah menjadi mahasiswa rantau, keberadaan KAJJ terutama kereta ekonomi layaknya soulmate. Mau pulang ke rumah? Naik kereta. Mau balik ke perantauan? Naik kereta. Nengokin pacar (mantan) di kota lain? Naik kereta. Ngebolang karena jenuh dengan rutinitas kampus? Naik kereta.

Kereta api adalah sahabat sejati bagi sebagian orang, termasuk saya. Lolongan klakson kereta ekonomi atau bisnis kelas CC201 hingga CC206 menjadi nada yang paling saya nantikan setiap ingin bepergian jauh.

Sebagai pengguna setia KAJJ, keberadaan kereta kelas ekonomi seperti Tawang Jaya, Matarmaja, dan Harina sudah seperti air es di tengah siang yang terik. Harga tiket yang murah dan terjangkau kantong mahasiswa, membuat saya memutuskan bahwa kereta api adalah sahabat sejati saya dalam hal bepergian ke kota lain. Saya kesulitan mencintai bus atau pesawat terbang seperti saya mencintai kereta api.

Salah satu hal yang membuat saya mencintai kereta api adalah beragam rupa kehidupan di dalam gerbong kereta ekonomi dari berbagai macam orang dari seluruh lapisan masyarakat. Mereka punya keunikan hingga tujuan masing-masing.

Nonton drama korea di laptop bareng penumpang lain? Ada. Anak-anak mapala yang excited ingin naik gunung? Ada. Pergi merantau ke ibukota? Banyak. Mudik? Banyak juga. Ditegur polsuska karena kegep merokok? Pernah. Bertemu lagi dengan mantan pacar yang udah 7 tahun gak bertemu? Iya, pernah. Saksi bisunya kereta ekonomi AC Tawang Jaya.

Stasiun kereta api, adalah tempat yang menurut saya pribadi sebagai tempat bertemu melepas rindu, dan patah hati paling kuat dan bermakna (karena saya sendiri beberapa kali menahan air mata di kereta setelah berpisah dengan yang terkasih di gerbang masuk peron).

Stasiun kereta api mengajarkan saya untuk lebih tegar dalam menghadapi perpisahan dengan yang terkasih. Ketika menunggu di ruang tunggu stasiun kereta pun, perpisahan antara anggota keluarga atau pasangan kekasih adalah pandangan yang lumrah. Walaupun terkadang dapat membuat hati ngilu apabila melihat kesungguhan dan kesedihan yang terpancar dari orang-orang yang akhirnya harus terpisahkan jarak di stasiun kereta api.

Tapi juga diam-diam ikut berbahagia melihat sanak saudara bertemu kembali. Atau ketika pasangan kekasih yang akhirnya bertemu di stasiun setelah sekian lama terpisah.

Pada akhirnya, kereta api tidak hanya sekadar moda transportasi massal. Kereta api adalah sarana pemersatu hati yang merindu, pemisah hati yang tak ingin terpisahkan, tempat menumpuk harapan, juga tempat mengumpulkan kembali kenangan yang telah terkubur selama bertahun-tahun.

Kereta api adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, kehidupan kita semua. Kereta api akan selalu menjadi kesan tersendiri bagi siapa pun yang menggunakannya. Tak lagi hanya sekadar mesin dan kumpulan baut, juga sebagai sebuah entitas yang bersedia mengantarkan kita kemana saja tanpa kenal lelah siang dan malam.

Apa artinya kereta api tanpa masinis dan penumpangnya?

Exit mobile version