Ada Anjing Menggonggong di Malam Hari, Aku Disambut “Penghuni” Rumah Bibi

MOJOK.CO Selama beberapa waktu, ada suara anjing menggonggong di malam hari. Berikutnya, suara bel misterius ganti menghantui. Duh, ada apa, sih, ini?

Selepas kuliah, aku bekerja di kota Bandung, tempat yang jauh dari rumahku berada. Untuk menekan pengeluaran, aku memutuskan hidup menumpang di rumah Bibiku. Lumayan, gaji yang kudapat per bulan bisa aku tabung lebih banyak dibandingkan jika aku membayar kos-kosan.

Rumah Bibi cukup besar, kamarnya ada empat. Kedua anak Bibi sudah bekerja di Jakarta, jadi kamarnya kosong semua. Aku sendiri menempati kamar anak keduanya, letaknya ada di bagian depan rumah.

Jendela kamarku cukup besar, sementara kamarku sendiri langsung berbatasan dengan kebun dan teras setelah pintu gerbang utama. Tepat di balik jendela, di situlah kasurku berada.

Selama beberapa minggu pertama tinggal di rumah Bibi, segalanya terasa baik-baik saja. Tidak ada gangguan. Tidak ada yang aneh.

Hingga mulailah suatu hari, aku terbangun pukul 1 pagi. Alarmku tidak berbunyi, tapi aku selalu bangun di jam yang sama.

Aku terbangun karena ada suara gonggongan anjing.

Suara anjing menggonggong di malam hari ini terjadi selama tiga hari berturut-turut dan selalu tiap pukul 1. Aku heran, padahal setahuku tetangga Bibi tidak ada yang memelihara anjing. Seingatku, Bibi pernah bercerita bahwa 3 kilometer dari rumahnya, ada sebuah peternakan kuda yang pemiliknya juga memelihara anjing. Tapi, kurasa 3 kilometer itu cukup jauh, kan?

Hari ketiga aku mendengar suara anjing menggonggong di malam hari adalah alasan akhirnya aku buku suara pada Bibi. Jika dua hari sebelumnya aku merasa suara anjing itu berada di sekitar rumah, di hari ketiga aku merasa anjing tersebut berada tepat di depan jendela kamarku! Ya, sedekat itu suaranya kudengar!

“Oh, pemilik peternakan paling-paling sedang melepas anjingnya, Ta, biar anjingnya cari makan sendiri.”

Aku hanya diam dan keheranan dalam hati—harus banget ngelepas anjing pukul 1 pagi? Ini Bibi cuma asal ngomong supaya aku tenang, atau dia sedang berkata yang sebenarnya?

Sejak kejadian anjing menggonggong di malam hari dan terasa seperti berada tepat di balik kasur dan jendelaku, aku memutuskan untuk tidak tidur di atas kasur tersebut. Aku meminjam kasur kecil dari Bibi untuk digelar di lantai agar terasa lebih aman. Untuk beberapa saat, tidak ada masalah yang berarti.

Hingga suatu hari, muncullah kejadian yang lagi-lagi menggangguku.

Aku sedang bermaksud menyelesaikan pekerjaan dengan lembur di rumah. Pukul 11 malam, aku ketiduran. Saat terbangun, aku lihat jam menunjukkan pukul 1 pagi.

“Ting tong!”

Suara bel berbunyi. Bel rumah Bibi terletak tepat di depan kamarku karena—sudah kubilang tadi—kamarku terletak di bagian paling depan yang memang berbatasan dengan teras dan kebun. Satu kali suara bel itu langsung membuat dadaku berdegup kencang: siapa yang menekan bel tengah malam?

Ah, mungkin cuma ada cicak lewat yang tidak sengaja menekan saklar bel, pikirku dalam hati. Malam itu aku habiskan dengan pura-pura sibuk bekerja dan menyalakan lampu sampai pagi agar tidak merasa takut.

Keesokan harinya, lagi-lagi aku terbangun pukul 1 pagi. Lagi, yang membuatku bangun adalah suara bel yang terdengar keras dari balik dinding kamarku.

Satu kali. Dua kali. Tiga kali. Empat kali. “Ting tong!”

Empat kali bunyi bel ini mengingatkanku pada suara anjing menggonggong di malam hari yang pernah membuatku terpaku begini. Tiba-tiba aku merasa ketakutan, tapi tak bisa bergerak.

“Tap, tap, tap.”

Seakan suara bel misterius tidak cukup mengerikan, aku kemudian mendengar suara langkah kaki. Iya, suara langkah kaki tepat di balik jendela kamarku!

Suasana kian mencekam. Bahkan untuk membuka hape saja aku merasa “terancam”, takut cahayanya terlihat sampai ke luar dan bisa membuat siapa pun di luar kian menggila menakutiku. Lama-lama, di tengah ketakutan, aku akhirnya tertidur.

Pukul 3 pagi, aku terbangun karena suara bel yang sama. Dua kali! Dan masih ada suara langkah kaki! Tapi, aku tidak mendengar suara pintu gerbang dibuka. Jadi, kalau itu adalah orang, bagaimana caranya dia bisa berada di teras?

Aku masih ketakutan sampai cuma bisa diam hingga azan Subuh terdengar. Bibiku akhirnya bangun dan membuka semua jendela. Saat ia membuka jendela ke arah teras, aku memasang telingaku baik-baik. Pintu teras dibuka, karena Bibi bermaksud agar angin segar masuk ke rumah. Aku melongok ke luar.

Tidak ada seorang pun di teras. Pintu gerbang masih terkunci.

“Kenapa, Ta?”

“Semalam dan malam kemarin,” jawabku, “ada suara bel berturut-turut, Bi. Jam 1 dan jam 3 pagi.”

Bibi sedikit tampak terkejut, tapi segera menjawab, “Ah, ini belnya memang ringkih, Ta. Kalau kesenggol cicak sedikit saja, pasti bunyi, kok. Nih, Bibi coba, ya, kalau nggak percaya.”

Segera, Bibi mengarahkan tangannya ke bel di sisi kami.

Bel tidak berbunyi.

“Loh, kok aneh?” Bibi kembali menyentuhkan tangannya ke bel. Bahkan, ia berkali-kali menekan dengan sepenuh tenaganya. Dahinya berkerut.

Aku melihatnya sambil merasa berdebar. Lantas, yang semalam itu siapa??? (A/K)

Exit mobile version