Abrakadabra 101: Serba-serbi Reaksi Klien ketika Diramal dengan Tarot Mojok.co
artikel

Abrakadabra 101: Serba-serbi Reaksi Klien ketika Diramal dengan Tarot

Kira-kira kalian termasuk kategori klien pembacaan tarot yang mana, nih?

Dalam beberapa tahun terakhir, saya sering kali dirujuk sebagai “madam” oleh cukup banyak teman dan kenalan. Selain karena gemar memakai lipstik ungu gelap ala penyihir di buku cerita anak-anak—dan membuat saya kelihatan seperti habis makan ayam cemani, kalau mengutip review seorang teman yang agak kurang ajar—saya juga (((kebetulan))) menekuni beberapa cabang ilmu perbintangan dan ramal-meramal. Sebab itulah, saya kerap dipanggil madam… atau kadang-kadang dukun.

Saya mulai serius mengulik astrologi dan tarot sejak kira-kira tiga tahun yang lalu. Sedari kecil saya punya cita-cita menjadi penyihir. Meskipun awalnya saya niati sebagai cara untuk mengenali diri sendiri, pada akhirnya saya juga menyediakan “servis” untuk membantu orang lain dalam perjalanan mengenali diri mereka.

Ketika sudah mulai berani membacakan tarot untuk orang lain, saya kerap mengamati reaksi yang timbul ketika “klien-klien” ini sedang saya terka garis hidupnya. Jika kalian belum pernah mengalami dibacakan tarot dan sekarang bertanya-tanya bagaimana rasanya, saya akan menyajikan sedikit cuplikan berdasarkan pengalaman saya menjadi ahli nujum. Abrakadabra! Berikut adalah serba-serbi reaksi klien ketika mereka sedang diramal dengan kartu tarot.

Pertama, mereka yang gelisah bahkan sebelum pembacaan dimulai. Klien-klien yang masuk ke kelompok ini acap kali terlihat cemas, yang dapat saya tangkap dari gestur mereka: mengetuk-ngetukan kaki ke lantai, berganti-ganti posisi ketika duduk, dan secara umum terlihat luar biasa ndredeg. Tidak jarang mereka akan mengaku sendiri, “Ya ampun, aku takut banget kalau hasilnya nanti jelek….”

Sebagai pembaca tarot, saya akan berusaha menenangkan mereka dan meyakinkan ulang bahwa ini adalah ruang aman untuk bercerita. Betul, anggap saja kalian sedang curhat dengan teman, bedanya kali ini spirit-spirit ikut “nimbrung” memberikan komentar. Tenang, ini akan menjadi pengalaman yang wholesome, kok.

Kedua, mereka yang interaktif. Sejauh ini saya baru menemukan satu orang yang benar-benar bersemangat dan aktif bertanya, beda dengan kebanyakan klien yang memang biasanya mengikuti alur pembacaan yang saya tawarkan. Beberapa datang tanpa pertanyaan khusus dan hanya ingin tahu secara general bagaimana kehidupan mereka nanti.

Klien saya yang satu ini bertanya soal karier. Sepanjang setengah jam pembacaan ia bercerita dan bertanya banyak tentang kondisi-kondisi spesifik di kantornya. Rasanya cukup mirip main tenis karena tek-toknya berasa sekali. Meskipun agak panik—karena kadang saya lumayan pahpoh saat berbicara—saya senang, deh, dapat klien yang interaktif. Rasanya saya juga jadi belajar banyak darinya.

Ketiga, mereka yang skeptis. Ini yang menurut saya paling… ah, gimana, ya. Membicarakan tarot, kita juga pasti membicarakan intuisi, ‘kan? Begitu pula tentang energi dan bagaimana itu ditukarkan antara saya dengan klien. Makanya, saya suka bingung sendiri kalau sedang membaca tarot dan… buset, kepala saya tiba-tiba kosong! Mirip tong yang nyaring bunyinya. Saya tidak dapat menangkap pesan apa pun dan kebingungan sendiri.

Ternyata mereka hanya mau ngetes saya. Ya ampun, saya tidak peduli, tahu, kalau kalian tidak percaya sama tarot. Tidak usah buang-buang waktu saya, lah. Mending kalau dibayar, biasanya cuma gratisan dan memang hanya kebelet masturbasi ego untuk membuktikan tarot, tuh, cuma pseudosains. Iya, deh, ngab, emang kamu yang paling pinter dan tahu segala-galanya.

Keempat, mereka yang akan menjadi sangat emosional setelah pembacaan. Kadang ada yang sampai menangis, apalagi kalau jawaban yang keluar tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Sekali itu ada klien yang datang dengan kegamangan balikan-sama-mantan-atau-tidak dan dua dari kartu-kartu yang keluar melingkupi Three of Swords dan Seven of Swords. Enggak, Neng, jangan balikan. LARI JAUH-JAUH SEKARANG JUGA.

Ia brebes mili sesudahnya. Saya paham, sih, saya juga pernah menyayangi orang sedalam itu sampai sedih berkepanjangan ketika orang-orang menyarankan untuk berhenti. Saya akan memberikan mereka waktu sebanyak-banyaknya untuk memproses perasaan-perasaan ini. Pembacaan tarot kadang bisa menjadi sangat berat dan melelahkan, tapi pil kejujuran memang kerap pahit sekali: harus kalian minum supaya kalian lekas sembuh.

Meskipun demikian, harus diingat, ya, bahwa tarot bukan sesi terapi. Jika kalian betul-betul merasa tidak tahu lagi bagaimana cara menyelesaikan masalah yang sedang dialami, jangan sungkan untuk mencari bantuan profesional.

Kelima, mereka yang bertanya-tanya, “Ini, tuh, memang pesan dari spirit-spirit atau dipengaruhi kondisi psikologisku saja, ya?” Betul, ini adalah tarot reader yang sedang berusaha membaca problema dirinya sendiri. Setidaknya itu yang saya rasakan saat melakukan hal serupa.

Saya pernah iseng bertanya saya akan dapat pacar atau tidak dalam waktu dekat. Eh, yang keluar anehnya adalah kartu The Lovers. Saya jadi semalaman kepikiran sampai lumayan cenat-cenut. Ini memang bakal dapat pacar atau dek kartu tarot ini sedang balik mengisengi saya, ya? Kayaknya, sih, paling banter saya cuma dapat mas-mas bingungan yang keburu saya buatkan playlist di Spotify. Ya, seperti biasa, lah.

Perjalanan saya menjadi penyihir modern tidak hanya dipenuhi cerita-cerita intens dan mengharukan tentang menemukan diri saya kembali, namun juga disisipi kisah-kisah lucu dan konyol yang membuat keseluruhan pengalaman ini menjadi sesuatu yang saya pegang erat-erat seperti balonku ada lima. Lebih dari apa pun, tarot bagi saya adalah media refleksi untuk merenungi kembali masalah-masalah tersebut dan posisi kita di dalamnya.

Sebagai seorang pembaca tarot, saya sendiri tidak begitu suka menjawab pertanyaan-pertanyaan yang skalanya megaspekulatif, seperti nanti akan menikah dengan siapa atau dua puluh tahun lagi bisa nyalon jadi anggota legislatif atau tidak. Menurut saya, kita selalu punya free will atau kehendak bebas dalam menentukan sesuatu. Jadi, saya memperlakukan tarot bukan sebagai sesuatu yang mutlak, melainkan sebuah saran yang bisa dipertimbangkan.

Pendekatan yang saya pakai berfokus pada masalah-masalah masa kini dan cara terbaik untuk menanggulanginya. Acap kali apa yang muncul di pembacaan adalah sesuatu yang sudah kalian tahu, kok. Kalian hanya butuh diafirmasi oleh orang lain. Jadi, kalian kira-kira masuk ke kategori klien yang mana, nih?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *