Perjuangan Atlet Renang Cilik Sleman yang Sempat Gagal Naik Podium, Awalnya Takut Air Kini Mimpi Jadi Atlet Nasional

Ilustrasi Perjuangan Atlet Renang Cilik Sleman. (Mojok.co/Ega Fansuri)

Ghiyats Gajaksahda, atlet renang sembilan tahun yang sempat gagal naik podium meski finish urutan kedua di lomba renang Popkab Sleman punya mimpi besar untuk berprestasi. Meski awalnya takut air, tiga tahun terakhir ia berlatih keras dan bermimpi jadi atlet renang nasional.

***

Ghiyats Gajaksahda (Egi) menangis sesenggukan sepulang dari mengikuti Pekan Olahraga Kabupaten (Popkab) Sleman beberapa waktu lalu. Mulanya di arena perlombaan Egi masih bisa tegar meski kedua orang tuanya sempat melayangkan protes kepada panitia.

Video tangis Egi beserta cuplikan bukti bahwa ia menyelesaikan pertandingan renang gaya bebas putra 100 meter dengan finish peringkat kedua viral di media sosial. Sehari setelahnya, saya menjumpai ayah Egi, Yanuar Gajaksahda (42), di rumah kontrakan sederhana yang terletak di Ngemplak, Sleman.

Siang sekitar pukul dua, rumah itu sepi. Egi si atlet renang cilik sedang terlelap di kamarnya. Sementara sang ayah disibukkan dengan beragam hal setelah kisah anaknya menyita perhatian publik.

“Egi kecapekan sepertinya. Sedang tidur siang,” katanya.

Hari itu, Yanuar mengaku sudah bisa berpanas agak lega. Pasalnya, mediasi dengan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Sleman hari itu menghasilkan keputusan bahwa Egi berhak mendapatkan statusnya sebagai juara dua di nomor tersebut.

“Jadi statusnya juara kembar. Ada dua orang yang mendapat peringkat kedua,” katanya.

Egi sebenarnya berhasil meraih juara di dua nomor

Hal yang belum banyak khalayak ketahui, pada hari perlombaan, Egi turun di tiga nomor sekaligus. Pertama di 100 meter putra gaya bebas, kedua 50 meter putra gaya bebas, dan 50 meter putra gaya dada.

Pada saat turun di nomor pertama, tenaga sang anak masih dalam kondisi prima sehingga bisa menuntaskan pertandingan di urutan kedua. Setidaknya, menurut kesaksian orang tuanya yang terbukti lewat video yang mereka rekam.

atlet renang sleman
Egi turun di tiga nomor, awalnya hanya naik podium sekali di nomor gaya bebas 50 meter (Hammam Izzuddin/Mojok.co)

Pada pertandingan kedua, tenaga Egi sudah terkuras. Kendati begitu ia masih bisa menduduki peringkat ketiga di 50 meter gaya bebas. Baru pada nomor 50 meter gaya dada sang anak tidak berhasil masuk tiga besar.

Yanuar mengaku merasa bahagia anaknya bisa membawa dua medali hari itu. Namun, hal itu tiba-tiba sirna ketika pengumuman pemenang setelah semua nomor dipertandingkan.

“Tiba-tiba saat pengumuman anak saya nggak tersebut di nomor 100 meter. Saya dan istri jelas kaget dan mencoba komunikasi ke panitia,” ujarnya.

Namun, ada hal yang membuat protes mereka mendapat penolakan. Egi memang datang mewakili Kecamatan Ngemplak tanpa tim official resmi dari kecamatan. Hanya orang tua dan pelatih dari klub renangnya yang mendampingi.

Sementara mekanisme protes hanya bisa dilakukan lewat perantara official. Tak pelak, Yanuar dan istrinya langsung kecewa berat.

“Kalau dari bukti video itu sangat clear. Jarak Egi dengan atlet setelahnya itu lumayan jauh di video yang kami rekam. Sudah jadi kebiasaan di kompetisi amatir dengan penilaian manual, kami yang mendampingi merekam video untuk jaga-jaga,” paparnya.

Di arena, Yanuar mengaku melihat raut kekecewaan sang anak. Namun, kesedihan itu bisa terbendung karena ia naik podium untuk nomor 50 meter gaya bebas.

“Setelah sampai rumah dia baru nangis di pelukan ibunya,” tuturnya.

Sehari berselang, Dispora memutuskan bahwa Egi berhak meraih posisi kedua. Kepala Dispora Sleman Agung Armawanta pada keterangannya kepada wartawan juga mengakui kalau human error memang mungkin terjadi dalam penilaian lomba secara manual.

Awalnya takut air, Egi bermimpi jadi atlet renang profesional

Di ruang tengah rumah keluarga Yanuar, satu sisi tembok penuh dengan medali-medali yang berhasil Egi raih selama dua tahun terakhir. Begitu pula dengan deretan piala yang terpajang di rak dinding sederhana.

Kecintaan anaknya terhadap dunia renang terjadi saat awal pandemi ketika Egi berusia enam tahun. Mulanya sang anak justru takut air. Hal itulah yang membuat ayahnya ingin mencoba mengajak sang anak untuk menaklukkan rasa takutnya.

“Sederhana saja, supaya asyik kalau liburan. Soalnya kami sering pergi bersama main di sungai dan taman bermain air,” kenang Yanuar tersenyum.

Bahkan setelah tiga bulan bergabung di Klub Renang Tirta Amanda, Egi hanya berani bermain air di pinggiran kolam. Namun, menurut ayahnya, anak itu menunjukkan rasa penasaran untuk terus mencoba. Di bulan keempat baru ia berani ke tengah.

Selepas itu, kemampuan berenangnya perlahan terasah. Saat mulai berani, barulah tampak bahwa anak ini punya kemampuan fisik yang mumpuni di bidang renang. Hal itu mulai teruji saat ada kompetisi internal di Klub Renang Tirta Amanda. Egi bisa masuk ke peringkat tiga besar.

“Di titik itu akhirnya mulai kami ajak untuk mencoba ikut perlombaan amatir. Ternyata dia senang dan gigih, mau berlatih setiap hari. Di situ akhirnya mulai saya dampingi terus,” katanya.

Tahun pertama mulai menjajal kompetisi di luar klub menjadi masa yang tidak mudah. Jangankan naik podium, Egi sering menduduki peringkat bontot. Namun, anak itu menunjukkan tekad kuatnya untuk terus berlatih. Barulah, di tahun kedua, ia mulai menunjukkan prestasinya.

Bocah yang mengidolakan sosok Timotius Mulyadi

Di tengah perbincangan saya dengan Yanuar, tiba-tiba Egi muncul dari kamar dengan wajah yang masih mengantuk. Bocah berambut gundul, berkulit legam karena banyak latihan renang itu menggunakan baju atlet bertuliskan “Kapanewon Ngemplak”.

Egi dan ayahnya di depan deretan medali dan piala lomba renang (Hammam Izzuddin/Mojok.co)

Bocah itu lantas bercerita tentang cita-citanya. Selain ingin jadi atlet renang ia juga suka sepakbola. Menurut sang ayah, anak ini memang kuat di bidang olahraga. Sejauh ini, renang menjadi olahraga yang menunjukkan tren positif.

Egi lalu bercerita, satu pencapaian yang paling berkesan buatnya. Pada Juli 2023 lalu ia berhasil menyabet penghargaan perenang terbaik kategori putra kelahiran 2014 pada Kejuaraan Renang Pemula Antar Pelajar se-Jawa Bali.

“Aku dapat lima medali,” kata Egi semangat.

Saat coba saya tanya tentang atlet renang yang menginspirasi, Egi menyebut sosok Timotius Mulyadi atau Timbo. Sosok tersebut merupakan atlet renang Pelatda DKI Jakarta yang aktif membuat edukasi renang di TikTok.

“Dia suka lihat video-videonya di TikTok. Menginspirasi ternyata buat anak ini,” timpal sang ayah.

Harapan agar kesalahan penilaian tidak lagi terjadi

Sambil menatap dan mengusap kepala anaknya, Yanuar berujar bahwa ke depan anaknya ingin bisa meraih prestasi di tingkat yang lebih tinggi. Selama anaknya masih menunjukkan minat yang besar, ia berkomitmen untuk terus mendukung.

“Mungkin ke depan ingin mencoba tingkat yang lebih tinggi. Mungkin nasional, tapi prosesnya masih jauh menuju ke sana,” kata sang ayah.

Yanuar mengapresiasi langkah Dispora dan Pengda Aquatik Sleman yang mencoba memediasi persoalan yang anaknya alami. Kendati begitu, ia berharap kesalahan penilaian di kompetisi tingkat pelajar ini bisa diminimalisir.

“Human error sangat wajar. Namun, kalau error-nya terlalu jauh, harusnya bisa dihindari,” harapnya.

Di tengah perbincangan, tiba-tiba ponsel Yanuar berdering. Sebuah telfon masuk, mengabarkan bahwa Bupati Sleman menanti untuk bertemu di rumah dinas sore itu. Obrolan kami terputus. Malam harinya, saya melihat hasil baik dari pertemuan dengan Bupati Sleman sudah tersebar. Semoga ke depan, mimpi atlet muda tak lagi terganjal dengan kesalahan kalkulasi serupa.

Penulis: Hammam Izzuddin

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Pekerja Gaji di Bawah UMR Jogja: Jangankan Mimpi Beli Rumah, Bayar Kos Sendiri Saja Belum Sanggup

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version